NOVA.id - Menghadapi anak yang jago kandang alias aktif di rumah namun pasif di luar rumah, orang tua harus memberikan kepada anak kesempatan untuk mengekspresikan dirinya.
Agustina, M.Psi, psikolog dari Universitas Tarumanegara, mengatakan terkadang orang tua merasa buah hatinya masih anak-anak hingga lebih suka mengatur dengan berbagai larangan.
"Terhadap anak seharusnya orang tua memberikan kebebasan mengekspresikan dirinya. Tujuannya tak lain, agar jika terjadi sesuatu pada anak, orang tua jadi tahu di mana letaknya anak mengalami kesulitan,” tandasnya.
Orang tua yang suka mengatur, akan berimbas anak pun akan terbiasa dengan aturan.
Baca juga: Mau Cantik dengan Sulam Alis, Perempuan Ini Malah Alami Hal Mengerikan
“Sehingga ketika berada di luar ada dua kemungkinan yang terjadi pada anak. Anak tidak bisa melakukan apa-apa atau anak justru berbuat seenaknya karena terbebas dari aturan dan merasa tak ada lagi yang mengawasi,” imbuhnya.
Kadang-kadang orang tua terlalu sibuk berkutat dengan urusannya sendiri hingga tidak menaruh perhatian pada perubahan yang terjadi pada anak.
Anak yang bisa mengekspresikan dirinya akan ketahuan oleh orang tuanya saat dirinya mengalami masalah.
“Sayangnya, terkadang orang tua suka memberikan batasan pada anak hingga anak enggan berbicara dengan orang tuanya,” lanjutnya.
Baru cerita sedikit saja sudah dianggap salah, lalu dibentak.
Padahal, anak ingin didengar dan dipahami dulu seluruh ceritanya.
Baca juga: Ups! Lagi, Meghan Markle Ketahuan Sedang Bersilang Kaki, Tidak Sopan?
"Dari cerita itulah orang tua akan tahu ada tidaknya perubahan yang terjadi pada anak," tegas dia.
Ia pun menyarankan orang tua agar menanggapi anak dengan cara seperti ini:
1. Tanggapan positif.
Beri tanggapan positif jangan langsung dibentak.
“Begitu dibentak anak akan berpikir dan merasa bersalah karena cerita pada orang tuanya. Usahakan jangan memakai kata ‘kenapa’ karena kesannya anak salah bercerita. Tapi pakailah kalimat ‘ada apa’, ‘bagaimana ceritanya’. Kesannya orang tua adalah orang luar yang tidak menghakimi anak,” bebernya.
Baca juga: Andre Taulany Kejutkan Istri dengan Semangkuk Bakso Palsu, Kok Bisa?
2. Jangan mudah percaya.
Jangan hanya memerhatikan anak saat kondisinya di rumah saja.
“Cobalah ajak anak ke sekolah, rumah temannya atau saudara. Sambil melihat bagaimana kondisinya ketika berada di lingkungan tersebut," tukasnya.
3. Kebutuhan psikologis.
Kejadian tersebut tak berlaku hanya pada orang tua yang bekerja.
Tidak menutup kemungkinan orang tua yang tidak bekerja pun bisa mengalami hal yang sama.
“Perhatian yang diberikan ke anak bukan sekadar memenuhi makan atau sekolah saja. Tapi juga kebutuhan psikologis yang harus terpenuhi,” kata dia.
Baca juga: Mulai Larang Pakai Sedotan Plastik, Ini Alasan Beberapa Perusahaan
4. Ajak berdiskusi.
Ajaklah anak berdiskusi, seperti bertanya hal-hal kecil yang manfaatnya sangat besar
bagi anak.
Mungkin pertanyaannya sudah dilakukan setiap hari tapi jangan pernah bosan melakukannya.
“Misalnya, usai anak pulang sekolah tanyakan bagaimana kondisi di sekolah, sudah belajar apa saja selama sekolah, ajak anak mengobrol seperti biasa. Pada saat anak bercerita seharusnya tidak berbohong tapi menceritakan yang sebenarnya terjadi,” jelasnya.
Baca juga: Pedas Gurih, Nikmati Kelezatan Ayam Taliwang Khas Lombok di Sini Saja!
5. Hindari panggilan jelek
Jangan juga memberikan panggilan jelek kepada anak, misalnya jago kandang, gendut,
si hitam atau apa saja.
“Apa pun istilah itu tak baik buat anak karena bisa mengganggu kepercayaan diri anak hingga tidak percaya diri. Kesan negatif seakan sudah menempel pada dirinya,” kata Tina sambil mengatakan sampai remaja pun anak masih bisa bersikap jago kandang.(*)
(Noverita K. Waldan)
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Healza Kurnia |
KOMENTAR