Padahal, masa pertumbuhan adalah masa di mana anak belajar mengenal lingkungannya.
“Biasanya, jika anak menumpahkan air, dia juga merasa kaget, malu, dan bersalah. Yang bisa kita bantu adalah mengajari emosinya. Coba bilang pada anak, ‘Airnya tumpah, ya? Kamu pasti bingung harus bagaimana. Nggak apa-apa, coba kita bersihkan, yuk.'
Baca juga: Bosan Bikin Teh atau Kopi Saat Pagi? Bikin Susu Jahe Madu Saja, yuk!
3. Anak Tidak Dilatih Berpikir Kritis
Sejak kecil, anak-anak di Indonesia terbiasa dicekoki informasi baru tanpa diberi kesempatan berpikir kritis.
Akhirnya anak seringkali tak bisa berpikir panjang sebelum
bertindak.
“Misalnya, kenapa harus sikat gigi sebelum tidur? Atau kenapa Bumi itu bulat? Biasanya kalau anak bertanya, orang tua tak mau menjelaskan secara detail dan meminta agar anaknya tidak banyak tanya. Guru di sekolah pun begitu. Jadi anak dipaksa berpikir bahwa dia harus menyikat gigi tanpa tahu apa alasannya," tutur Astrid.
Baca juga: Bosan Bikin Teh atau Kopi Saat Pagi? Bikin Susu Jahe Madu Saja, yuk!
4. Anak Tak Diajari Toleransi Terhadap Perbedaan
Sejak kecil, anak perlu diajari adanya pluralisme atau keberagaman.
Anak juga perlu tahu bahwa perbedaan adalah hal yang sangat wajar terjadi.
Namun, biasanya hal ini tidak dilatih oleh orang tuanya. Contohnya, anak melihat orang tua memperlakukan anak asisten rumah tangganya dengan perlakuan berbeda.
Penulis | : | Wida Citra Dewi |
Editor | : | Healza Kurnia |
KOMENTAR