Salah satunya, Van Deventer yang menulis artikel Een Eerschuld (Utang Budi).
Van Deventer menilai pemerintah kolonial berutang budi pada rakyat Hindia Belanda yang telah bekerja keras demi kemakmuran Belanda.
Perjuangan orang-orang Belanda itupun akhirnya bisa menaklukkan pemerintahan kolonial Belanda untuk lebih memperhatikan masyarakat Indonesia.
(Baca juga: Bukan Jokowi Asli, Ini Sosok Pengganti Jokowi Saat Kendarai Motor di Pembukaan Asian Games 201)
“Kita mengambil filosofinya di situ. Karena sekarang, makanan-makanan dari luar sudah banjir di Indonesia. Kita melestarikan budaya lewat kuliner,” jelas Yusephine Dwi Sulistyawati.
Identitas Indonesia itu pun diangkat lewat sajian utama yang dihadirkan lewat makanan khas Jawa.
Tak bisa dipungkiri, beberapa makanan khas Jawa juga menjadi makanan favorit para pahlawan Nasional.
(Baca juga: SMP dan SMA-nya Cuma 4 Tahun, Ini 6 Fakta Edgar Xavier Marvelo, Peraih Medali Pertama)
Misalnya, Bung Karno yang menyukai sayur lodeh, dan Bung Hatta yang menyukai sate.
“Menu unggulan tongseng kambing, terus ada Brongkos. Brongkos itu dari Jogja, bedanya sama Rawon, isinya. Isinya ada tahu, kacang polong dikasih cabai utuh, dan ada sedikit santen, jadi lebih kental,” jelasnya.
Menu-menu tradisional ini memang sengaja diangkat, karena Yusephine ingin mengedukasi masyarakat, khususnya anak muda untuk tetap mengingat identias kita sebagai orang Indonesia. (*)
Tentry Yudvi
Penulis | : | Dionysia Mayang Rintani |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR