NOVA.id – Beragam cara untuk melestarikan sejarah perjuangan para pahlawan Republik Indonesia.
Tak cuma bisa dihadirkan lewat lukisan, museum atau diorama.
Mengemas sejarah menjadi suasana restoran juga bisa menjadi tombak penting untuk melestarikan identitas Indonesia di generasi penerus.
(Baca juga: Makeup dan Kostum Anti Mainstream, Ini Pesan Mereka di Baliknya)
Itulah yang disajikan oleh sebuah restoran bernama Haveelar, yang terletak di kawasan Jalan Boulevard Raya Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Sekilas terlihat seperti bangunan modern pada umumnya, namun saat memasuki pintu masuk, nuansa tempo dulu begitu terasa.
Lukisan-lukisan yang menggambarkan pahlawan menjadi hiasan utama dari bangunan berlantai dua ini.
(Baca juga: Badai Pasir di Mekah, Asri Welas Rekam Keadaan Hingga Sempat Panik)
Ada Bung Hatta, Sukarno hingga pejuang lainnya terjajar rapih di dinding bernuansa putih nan minimalis.
Wajar saja, nuansa bersejarah dalam restoran ini begitu terasa.
Sebab, Yusephine Dwi Sulistyawati sebagai owner dari restaurant Haveelar, terinspirasi dari karya seorang novelis bernama Max Havelaar.
(Baca juga: Jokowi Asik Joget di Pembukaan Asian Games, Kaesang Komentari Ayahnya)
Dalam tulisannya, Max mengemas sebuah cerita fiksi dengan gambaran realitas tentang kejamnya pemerintah Kolonial Belanda terhadap tanah-tanah masyarakat Indonesia saat itu.
Dari ceritanyalah, seorang warga Belanda bernama Robert Fruin terinspirasi untuk membuat artikel mengenai kewajiban pemerintah colonial untuk meningkatkan taraf hidup warga jajahan.
Isu itu pun terus bergulir, dan memengaruhi orang-orang Belanda pada masa itu.
(Baca juga: Mengalami Luka Tembak, Perempuan Ini Dapat Wajah Baru, Seperti Apa?)
Salah satunya, Van Deventer yang menulis artikel Een Eerschuld (Utang Budi).
Van Deventer menilai pemerintah kolonial berutang budi pada rakyat Hindia Belanda yang telah bekerja keras demi kemakmuran Belanda.
Perjuangan orang-orang Belanda itupun akhirnya bisa menaklukkan pemerintahan kolonial Belanda untuk lebih memperhatikan masyarakat Indonesia.
(Baca juga: Bukan Jokowi Asli, Ini Sosok Pengganti Jokowi Saat Kendarai Motor di Pembukaan Asian Games 201)
“Kita mengambil filosofinya di situ. Karena sekarang, makanan-makanan dari luar sudah banjir di Indonesia. Kita melestarikan budaya lewat kuliner,” jelas Yusephine Dwi Sulistyawati.
Identitas Indonesia itu pun diangkat lewat sajian utama yang dihadirkan lewat makanan khas Jawa.
Tak bisa dipungkiri, beberapa makanan khas Jawa juga menjadi makanan favorit para pahlawan Nasional.
(Baca juga: SMP dan SMA-nya Cuma 4 Tahun, Ini 6 Fakta Edgar Xavier Marvelo, Peraih Medali Pertama)
Misalnya, Bung Karno yang menyukai sayur lodeh, dan Bung Hatta yang menyukai sate.
“Menu unggulan tongseng kambing, terus ada Brongkos. Brongkos itu dari Jogja, bedanya sama Rawon, isinya. Isinya ada tahu, kacang polong dikasih cabai utuh, dan ada sedikit santen, jadi lebih kental,” jelasnya.
Menu-menu tradisional ini memang sengaja diangkat, karena Yusephine ingin mengedukasi masyarakat, khususnya anak muda untuk tetap mengingat identias kita sebagai orang Indonesia. (*)
Tentry Yudvi
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Penulis | : | Dionysia Mayang Rintani |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR