NOVA.id - Pada awal masa pertumbuhan, sebenarnya anak sudah menyampaikan bentuk emosinya, loh.
Namun terkadang orangtua tidak peka.
Mereka sudah bisa meluapkan emosi bahagia, takut, marah, dan surprise melalui ekspresi suara, seperti menangis atau tertawa.
Yang menarik, nih, ekspresi dan raut muka orangtua saat menghadapi emosi yang muncul akan diidentifikasi oleh anak.
Baca Juga : Ojek Online Antar Makanan ke Rumah Donna Agnesia, Sifat Asli Istri Darius Sinathrya Ketahuan!
Nah, pada saat itulah, anak akan mulai mengembangkan kemampuan mereka untuk memahami emosi.
Di umur 5-7 bulan anak sudah mampu membedakan raut wajah yang memperlihatkan emosi positif (senang dan sedih) serta emosi negatif (sedih, marah, dan takut).
Beranjak 9-12 bulan anak mulai menyadari bahwa emosi orang berkaitan dengan benda, orang lain, dan kejadian yang sedang dialami oleh orang tersebut.
Mereka mulai mempelajari bagaimana untuk merespon emosi tertentu.
Baca Juga : Sakit Hati dengan Nyinyiran Suami, Shezy Idris: Aku Juga Berhak Bahagia
Menurut Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S. Psi., seorang psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, tahap perkembangan emosi anak tidak bisa berkembang dengan sendirinya.
Perlu diajarkan dan dilatih oleh orangtua.
Hal itu juga bisa dilakukan oleh Sahabat NOVA dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini.
Baca Juga : Setelah Kenal Habib Usman bin Yahya, Begini Gaya Hijab Kartika Putri
1. Menanggapi emosi anak
Karena bayi sudah bisa mengenali emosi dari ekspresi, maka ada baiknya jika orangtua menanggapi emosi anak.
Seperti saat kita lihat bayi tersenyum saat melihat, kita bisa katakan “Wah.. kamu senang, ya, ketemu Mama.”
Baca Juga : Bak Perempuan Keraton, Istri Roy Suryo Kerap Tampil Berkebaya, Anggun dan Awet Muda!
2. Ungkapkan lewat kata-kata
Setelah anak mengenali emosinya, bantu mereka untuk mengatakan atau mengekspresikan lewat kata-kata.
Biasakan anak untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan.
“Nah, ini baru bisa muncul tentu ketika anak sudah bisa bicara, tapi tetap tergantung dari pembiasaan sebelumnya seperti di poin pertama, ya,” jelas Vera.
Baca Juga : Tak Dapat Tahan Sedih, Sean Gelael Berfoto di Pusara Kakak Tirinya, Faldy Albar
3. “Emosi itu manusiawi, Nak!”
Penting untuk anak paham bahwa emosi itu manusiawi.
Ajarkan anak untuk menunjukkan emosinya, baik marah atau senang, tapi cara mereka menunjukkan emosinya itulah yang yang perlu diperhatikan.
Jika berlebihan, segera antisipasi sebelum menunjukkan perilaku yang agresif.
Baca Juga : Deretan Istri Menteri Lain dengan Kebaya yang Tak Kalah Kece dari Istri Roy Suryo
4. Ajarkan mengendalikan emosi
Setelah anak terbiasa mengenali dan mengekspresikan emosinya secara verbal, anak akan lebih mudah diarahkan untuk mengendalikan atau meredakan emosinya.
Misalnya, anak bisa disuruh minum, tarik napas panjang, relaksasi dan cuci muka untuk meredakan amarahnya.
Seiring berjalannya waktu anak akan menemukan caranya sendiri untuk meredakan emosi negatifnya.
Setelah reda, ajak anak untuk membicarakan dengan tenang masalah yang membuat mereka marah.
Baca Juga : Pasangan Atlet Voli Ini Pelukan di Penutupan Asian Games 2018, Fotonya Ada yang Janggal?
5. Butuh waktu lebih lama
Jika anak kita berkebutuhan khusus, tetap ajarkan emosi kepada mereka.
Cara mengajarkannya sama saja, hanya memang butuh waktu yang lebih lama dan pengulangan yang lebih banyak.
Sebagian besar anak berkebutuhan khusus lebih mudah mengutarakan emosi lewat bantuan visual seperti gambar, emotikon, atau communication picture.
“Misalnya, untuk anak yang sulit utarakan emosinya secara verbal bisa dibantu dengan menunjukkan kartu ekspresi wajah yang sesuai dengan apa yang mereka rasakan,” tutur Vera.
Baca Juga : Tampil Kembar Tiap Hari, Ibu Ini Rela Habiskan Ribuan Dolar!
6. Menjadi contoh
Cara termudah anak belajar adalah dengan meniru, sehingga penting bagi orangtua mencontohkan bagaimana cara mengelola emosi.
Kecerdasan emosi anak diperoleh dari pengamatan sehari-hari kepada orang di sekitarnya.(*)
(Melissa Tuanakotta)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Alsabrina |
KOMENTAR