NOVA.id - Gempa, tsunami dan likuifaksi yang terjadi di Sulawesi Tengah menyisakan kisah dari para korban bencana.
Kali ini kisah dari 6 perempuan yang mencoba meloloskan diri dari likuifaksi tanah menjadi lumpur yang meluluh lantakkan seluruh bangunan yang ada di daerah Petobo.
Desi Mahfudzah (20) mengisahkan perjuangannya meloloskan diri dari jebakan lumpur yang mengubur banyak nyawa pada Jumat (28/09) petang.
Baca Juga : Baru 4 Hari Jadi Miss Ukraina 2018, Veronika Didusenko Dipaksa Lepaskan Gelarnya
Desi yang saat itu beranjak untuk membersihkan diri dengan mandi, tiba-tiba merasakan guncangan gempa yang sangat hebat.
Dinding kamar mandi dan rumahnya ambruk akibat gempa yang terjadi dengan skala 7,4.
Tanah tempatnya berpijak amblas dan ia terperosok dalam kubangan lumpur.
Baca Juga : Bertemu Nenek 98 Tahun, Pangeran Harry Langgar Aturan dengan Menciumnya
Desi menjerit sekerasnya untuk meminta pertolongan.
Tetapi orang sekitarnya juga mengalami hal yang sama, mereka semua juga menjerit untuk mendapatkan pertolongan.
"Saya masih mendengar suara azan. Namun, tidak terus karena tiba-tiba semua berguncang hebat, rumah ambruk, gelap menyergap seluruh wilayah Petobo," kata Desi, Sabtu (13/10).
Baca Juga : Serunya, Kini Membuat Paspor Bisa Dilakukan Sambil Santai di Mal!
Ibunya, Nani (42) memanggil nama anak-anaknya untuk berkumpul bersamanya.
Desi kemudian memeluk Irma Safitri (18), Aulia Rahmadani (14), Anggun Rahmadani (13) dan Riskiyah (2).
Hari semakin larut, suasana semakin mencekam dan mereka semakin takut.
"Kami mengingatnya sebagai masa yang paling menakutkan, padahal sehari sebelum gempa kami sedang berbahagia merayakan ulang tahun ke-2 Riskiyah," tutur Desi.
Baca Juga : Masuk Jurang dan Rusak Parah, Kecelakaan CRV di Magetan Instan Karma?
Tubuh mereka semakin terperosok masuk kedalam lumpur.
Mereka berusaha mencari pijakan yang keras, tetapi saat kaki mereka mencari tempat yang keras, hanya ada lumpur lembek yang dirasakan.
Jeritan minta tolong terus muncul dari seluruh penjuru Petobo.
Baca Juga : Bolehkah Kamar Mandi Ada di Dalam Kamar Tidur? Ini Kata Ahlinya
Mereka semua berusaha menyelamatkan diri sendiri, tak ada yang bisa menolong mereka.
Semua orang berusaha lepas dari kubangan lumpur yang terus menenggelamkan mereka.
Pohon yang tumbang menjadi pijakkan mereka untuk beristirahat sejenak.
Baca Juga : Cantik! Hormati Putri Diana, Meghan Markle Pakai Perhiasan Lady Di
"Malam itu kami masih mendengar suara minta tolong dari kejauhan, namun suaranya semakin berkurang," ujar Desi.
Malam itu, mereka terus mencari jalan keluar dari kubangan lumpur itu dan menggunakan kayu untuk menemukan jalan yang bisa dipijak.
"Kami terus melangkah mencari tanah keras yang bisa jadi pijakan, kami menemukan kayu panjang. Kayu inilah yang kami gunakan untuk meduga kedalaman lumpur, jika terlalu dalam, kami tidak melangkah. Jika menemukan yang keras seperti atap rumah atau dinding kami lanjutkan perjalanan," kisah Desi.
Baca Juga : Tutup Pintu Kamar Sebelum Tidur Bisa Selamatkan Kita dari Bahaya! Ini Alasannya
Keenam perempuan ini terus berjalan bergandengan, ibu mereka Nani berada di depan, disusul Irma, Anggun, Aulia, Desi, Rizkiyah digendong secara bergantian.
Desi sempat pingsan beberapa kali, karena lumpur yang harus mereka lewati cukup dalam dan berat.
"Kami berjalan dalam lumpur setinggi dada orang dewasa, sangat berat dan melelahkan. Kami bisa saja tenggelam jika salah meletakkan kaki," kata Desi.
Baca Juga : Meghan Markle Hamil, Ayah dan Saudari Tiri Anggap Kehamilan sebagai Kesempatan!
Dalam setiap langkahnya, sang ibu Nani, meminta untuk tetap semangat, terus berzikir, dan jangan sampai lengah.
"Kami mendengar suara minta tolong dari kejauhan, waktu sudah larut malam. Namun, dari arah suara tiba-tiba muncul api besar, lalu tidak terdengar lagi suaranya.
"Kami juga melihat ternak yang sudah tak bergerak, terlihat hanya kepalanya saja." ujar Anggun, adik Desi.
Baca Juga : Akui Clift Sangra Perintahkan Bunuh Ratu Horror, 3 ART Ini Saksi Kunci Kematian Suzzanna?
Mereka terus mencari tempat yang tinggi dengan wajah dengan penuh lumpur.
Lalu mereka merasakan lumpur semakin cair, dan ada sorot senter mengarah pada mereka.
Seorang pria yang berada di bubungan rumah ambruk memperingatkan mereka.
"Jangan ke atas, di sini lumpur semuanya," kata pria itu.
Baca Juga : Sinden Cantik Gandeng Sule Akui Hanya Kakak - Adik, Benarkah?
Mereka kemudian mencari jalan lain, mencari bagian tanah yang keras.
Dalam perjalanannya ia melihat seorang nenek yang terdiam dalam kubangan lumpur, hanya leher dan kepala yang terlihat.
Melihatnya, mereka berusaha menolong sang nenek.
Baca Juga : Hidup Serba Mewah, Hotman Paris Justru Sarapan Makanan Kelas Pasar!
"Biarlah nenek di sini, nenek sudah tua dan tak mampu berjalan. Jalanlah mencari tempat yang baik," kata nenek tersebut.
Nenek itu memilih untuk tak beranjak melepaskan diri dari lumpur yang merendamnya.
Desi dan keluarganya terus melakukan perjalanan dengan perasaan sedih, sepanjang perjalanan mereka menemukan orang-orang sudah mulai kelelahan dan hanya terdiam.
Baca Juga : Zaman Makin Modern, Ternyata Cincin Jenis Ini Masih Jadi Incaran, loh!
Malam semakin larut, mereka tak merasakan dinginnya lumpur, dan akhirnya menemukan tanah yang keras.
"Kami ambruk kelelahan dan orang-orang yang berada di atas menolong kami, membasuh kami dengan air bersih meskipun rumah mereka telah roboh. Kami diberi baju." ujar Desi.
Waktu menunjukkan pukul 2 dini hari ketika mereka menemukan tanah keras tersebut.
Baca Juga : Setelah Pengumuman Kehamilan Istri, Pangeran Harry Dapat Peran Baru dari Ratu
"Keesokan harinya, saat lumpur mulai mengeras saya menyaksikan banyak orang yang tertimbun, ada yang terlihat hanya kepalanya, ada yang menyisakan tangannya, semua orang sedih. Ini bencana dahsyat." kata Desi.
Kini Desi dan keluarganya mengungsi di Petobo di bagian atas, Ayahnya membuat sebuah rumah panggung sederhana sebagai tempat tinggal sementara.
Saat bencana terjadi, sang Ayah tengah bekerja di Biromaru, Kabupaten Sigi. (*)
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Hinggar |
Editor | : | Winggi |
KOMENTAR