NOVA.id – Suku Anak Dalam, yang kita tahu tinggal bersanding dengan alam dan mengembara dari satu hutan ke hutan lainnya di sepanjang Bukit Barisan, memang masih memiliki misteri.
Salah satunya, dari mana asal Suku Anak Dalam ini, bahkan antropolog dan sejarawan pun belum menyepakatinya.
Sementara, Walter Muray Gibson, petualang Eropa yang menambatkan kapalnya di Palembang pada 1852 menuliskan catatan soal Suku Anak Dalam atau Orang Kubu.
Baca Juga : Jangan Salah! Ini Dia Cara Menggoreng Makanan yang Tepat Agar Tetap Sehat
Kala itu, Walter dijamu oleh Pangeran Melayu yang menjelaskan bahwa Orang Kubu adalah keturunan Raja Iskandar Agung yang melarikan diri dari tuannya, hanya bisa mengucapkan beberapa kata, terbelakang, dan sangat brutal.
Tulisan yang dituangkan dalam The Prison of Weltevreden and a Glance at the East Indian Archipelago menjadi gambaran bahwa Suku Anak Dalam memiliki citra yang buruk, dan masih berlanjut hingga kini.
Stigma ini, tentu saja membuat Suku Anak Dalam semakin sulit berkembang.
Baca Juga : Tak Hadir, Gading Marten Kirim Surat ke Sidang Cerainya! Apa Isinya?
Hal ini diungkapkan pula oleh Reny Ayu Wulandari, perempuan yang mendedikasikan dirinya untuk menetap dan mengajari anak-anak Suku Anak Dalam membaca, menulis, dan berhitung.
Menurutnya, selain membuka pikiran Suku Anak Dalam soal perkembangan dunia, semua pihak juga punya tanggung jawab yang sama untuk membuka diri, melihat Suku Anak Dalam secara setara.
Sementara itu, kepercayaan diri dari orang tua pada anak-anak Suku Anak Dalam merupakan rintangan.
Baca Juga : Gisel Blak-blakan Akui Menangis Sebelum Hadiri Sidang Cerai! Belum Siap?
Mengenal aksara dan menulis dalam adat mereka merupakan pantangan, bahkan dalam sejumlah komunitas adat, ada denda sebagai hukumannya.
Namun kini, menurut Reny, mereka telah lebih terbuka, bahkan menyediakan pondok untuk tempat tinggalnya.
Dulunya, rumah-rumah Suku Anak Dalam terserak di sepanjang sungai, sebagian lagi tinggal di dalam hutan.
Baca Juga : Tahu Nggak, Jalan Kaki Bisa Turunkan BB dengan Mudah dan Murah, lho!
Jika banyak ikan di sungai mereka akan menjala, bila tidak mereka akan berburu dan mengumpulkan apa saja yang disediakan hutan.
Namun kini, menurut Jauhari selaku yang dituakan di Suku Anak Dalam, mereka tak lagi bisa bergantung pada hutan yang kian sempit.
Satu-satunya penunjang kehidupan mereka yang tersisa hanya Sungai Pejudian.
Baca Juga : Luar Biasa, Nenek Berusia 102 Tahun Terjun dari Sebuah Pesawat pada Ketinggian 4.000 Meter untuk Acara Amal!
Di sisi lain, Suku Anak Dalam juga kerapkali ditipu oleh pihak-pihak yang mengaku akan memberikan bantuan.
Nurseno, CSR Officer di JOB Pertamina Talisman Jambi Merang, paham kerjanya untuk menyalurkan bantuan pada Suku Anak Dalam tak mudah melihat kondisi tersebut.
Setelah beberapa kali kunjungan, baru kedua pihak bisa duduk bersama dan saling mengerti.
Baca Juga : Kahiyang Ayu Pakai Tiara, Penampilan Cetarnya Bak Keluarga Kerajaan!
Kelamaan, Nurseno yang menghabiskan cukup banyak waktunya bersama Suku Anak Dalam mengenal mereka secara individu.
Selama tinggal di rimba, dirinya menunjukkan cara mengoperasikan pompa, mengajari cara membersihkan filter air, dan menunjukkan cara merawat solar sel.
Mengusung program bertajuk Barisan Selempang Cinta Bumi JOB Pertamina Talisman Jambi Merang (JOB PTJM) membangun sebuah sistem filterisasi air.
Baca Juga : Ibu Wajib Tahu, Rupanya Ini Alasan Anak Sering Bantah Orangtua!
Kata Seno, air Sungai Pejudian ternyata memiliki tingkat keasaman yang tinggi, sehingga berbahaya jika diminum.
Setelah disaring air tersebut lebih aman untuk dikonsumsi.
Dari sungai, air akan dinaikkan ke tabung penyimpanan melalui pipa-pipa menggunakan permainan ayunan yang didesain khusus.
Baca Juga : Rekan Satu Grup Cha Eun Woo Ternyata Berperan Sebagai Anggota F4 di Boys Before Flowers
“Saat anak-anak bermain ayunan, air sungai otomatis terpompa naik dan siap disaring,” ujar Seno.
Sumber air yang lebih bersih dan ayunan pompa itu menjadi magnet bagi keluarga lain untuk membangun rumah lebih berdekatan.
Dampak lainnya anak-anak yang tadinya harus menginap di rumah Jauhari agar bisa ikut belajar kini bisa tinggal bersama orang tua mereka.
Baca Juga : 10 Menit Aja, Carissa Puteri Luangkan Waktu untuk Anak, Gimana ya?
Untuk mendukung kerja Reny, JOB PTJM membuatkan Sekolah Apung, sebuah bangunan sederhana berukuruan kira-kira 4 kali 2 meter yang diapungkan menggunakan sejumlah drum.
Dengan sekolah yang mobile itu Reny bisa menjangkau anak didik lebih banyak dan proses belajar lebih menyenangkan.
Mindaryoko, Bussines Support Manager JOB PTJM mengatakan program CSR yang dijalankan memang dirancang untuk menunjang kehidupan Suku Anak Dalam.
Baca Juga : Tak Hanya Ussy Sulistiawaty, 5 Artis Ini Juga Pernah Laporkan Haters demi Anaknya!
Air bersih menjadi sumber terpenting agar mereka tetap sehat dan terhindar dari penyakit.
Sedangkan pendidikan penting untuk masa depan generasi penerus.
“Konsep jangka panjangnya, pelestarian hutan inovatif yang nantinya bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat ini,” kata Mindaryoko. (*)