Tanya Jawab Psikologi NOVA: Aku Tak Ingin Anakku Menjadi Influencer

By Tiur Kartikawati Renata Sari, Kamis, 18 April 2019 | 19:00 WIB
Tanya Jawab Psikologi NOVA: Aku Tak Ingin Anakku Menjadi Influencer (Pixabay/soyvanden)

NOVA.id - Influencer saat ini tidak sedikit diimpikan oleh kaum milenial.

Namun, orang tua dari anak yang bercita-cita sebagai influencer justru merasa ragu.

Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan oleh sang orang tua berdasarkan psikolog? Simak jawabannya seperti yang sudah diwartakan tabloid NOVA edisi 1615 berikut!

Baca Juga : 5 Artis Cantik Ini Sukses Buka Bisnis Online Kosmetik, Siapa Saja?

Tanya:

Yth. Bu Rieny,

Saya adalah seorang ibu yang memiliki seorang anak perempuan, anak saya sekarang sedang menempuh pendidikan S1 jurusan periklanan, dan sebentar lagi dia akan wisuda, saya bertanya kepadanya, habis ini dia akan mencoba melamar pekerjaan di mana? Dia berkata kalau dirinya tidak tahu dan tidak mau bekerja di bidang periklanan ataupun komunikasi.

Saya bingung, kalau begitu dulu mengapa dia memutuskan untuk mengambil jurusan ini? Kami dari pihak keluarga tidak pernah memaksanya untuk memilih jurusan tertentu, jadi dia masuk atas pilihannya sendiri.

Sekarang dia sedang bekerja paruh waktu di sebuah media kecil sebagai talent, di YouTube channel media tersebut, pekerjaannya cukup banyak dan tetap diminta untuk datang walaupun dia sedang mengerjakan skripsinya, dulu media tersebut adalah tempatnya magang, dia diminta untuk mengurus akun Instagram-nya, lalu dia melanjutkan dengan pindah divisi ke bagian akun YouTube-nya dan menjadi talent, hal tersebut terjadi karena menurut atasannya putri saya memiliki penampilan yang cukup menarik.

Baca Juga : Reaksi Haru Emil Dardak Lihat Foto Almarhum Adiknya di Daftar Caleg

Kadang saya bertanya padanya, memang dengan terus-menerus harus datang ke kantor, atau bahkan kadang merekam video di rumah, berapa gaji yang dia dapatkan? Katanya dia hanya dibayar 50 ribu per video, saya masih merasa maklum, karena memang anak saya bukan lulusan S1, dan dia merasa cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, apalagi kami masih memberikannya uang jajan setiap bulan.

Namun ketika saya kembali bertanya padanya kapan dia akan berhenti dari tempat itu, dia berkata kalau dia mau tetap di sana sampai dia tahu apa yang mau dia lakukan di masa depan, saya kaget, karena bayarannya bahkan tidak sampai UMR dan dia masih tetap mau di sana, saya sudah berkata, lebih baik dia mencari pekerjaan freelance dulu di bidang lain yang bayarannya masih lebih sesuai, saya sangat khawatir karena suami saya akan segera pensiun dan dia memang lahir saat usia kami sudah cukup lanjut.

Kami berdua sudah mencoba menasehati dirinya, tapi dia tetap keukeuh dengan pendiriannya, apalagi diiming-imingi menjadi seorang influencer, saya mengerti kalau influencer memang dapat memberikan penghasilan yang cukup besar, tapi tidak dengan periode yang stabil, pekerjaan seperti itu tidak menjamin masa depannya, tolong bantu saya, Bu, bagaimana saya harus berkomunikasi dengan anak saya, karena semengerti apapun saya dia tetap menilai saya dan suami tidak mengerti apa yang dia inginkan. Terima kasih.

Tuti–Somewhere

Baca Juga : Honor Petugas KPPS Makin Kecil karena Dipotong Pajak: Kami Penanggung Jawab di Lini Paling Bawah!

Jawab:

Yth. Ibu Tuti,

Menjadi ibu dari seorang generasi milenial memang butuh kesediaan untuk belajar memahami dan menyelami dunia anak kita, utamanya dengan selalu menyadari bahwa sebagai orangtua kita tak punya pengalaman berinteraksi dengan gadget sedangkan anak-anak kita sejak lahir sudah lekat dengan segala produk ini, Bu, ibu dengan pengalaman minim tentang gadget harus mendampingi, mengarahkan anak untuk survive menjawab tantangan zaman kini.

Memakai paradigma kehidupan kita sebagai orangtua, untuk mencoba mengarahkan anak menempuh pendidikan serta kemudian bekerja, mengukur keberhasilan kerja, dan pencapaian materi dengan menjadikan diri kita sebagai acuan, biasanya bermuara pada rasa kecewa, kesedihan, dan rasa galau anak kepada orangtua, ia merasa tidak dipahami dan didukung orangtuanya, sementara, orangtua merasa anaknya tidak menurut, diberi saran, dan nasehat.

Bekerja buat para generasi milenial, tidak harus seperti orangtuanya dulu, berangkat ke kantor, punya jabatan, naik pangkat karena promosi dan bawa uang yang namanya gaji, menurut mereka, bekerja adalah memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan uang, dengan cara yang kreatif dan inovatif, serta penjualan yang berpihak pada konsumen, dengan membeli secara daring, misalnya, konsumen tidak perlu ke luar rumah, karena cukup delivery sampai di rumah, tidak usah macet-macetan dan tidak boros karena yang dibeli memang kebutuhan yang dirasakan saat itu.

Baca Juga : Tampil Sederhana saat Nyoblos, Selvi Ananda Menantu Jokowi Pakai Sepatu Seharga Motor Bebek!

 

Banyak sekali pekerjaan yang cukup dikerjakan di rumah, seperti yang dilakukan putri Bu Tuti, bukan? Ketika bekerja sendirian, dengan kontrak yang juga minim, menyebabkan berandai-andai untuk memenuhi kebutuhan seperti yang Ibu Tuti lakukan kalau sedang belanja, bukan? Perlahan, kemampuan mengekspresikan diri secara verbal juga memudar, kurang peka terhadap keberadaan orang lain yang butuh untuk merasa bahwa ia dipahami, ini yang harus diwaspadai anak maupun orangtua yang hidup di zaman milenial ini.

Apakah pola hubungan ibu-anak juga berubah? Tidak harus berubah semuanya, sampai kapan pun, selalu menguntungkan untuk anak bila ia bisa jujur, terbuka dan berinteraksi dengan nyaman serta terbuka dengan ibunya, bukan? Tolong Bu Tuti dan suami memperkuat ranah ini, pasti susah mengeluakan dia dari kamar untuk makan siang atau makan malam bersama, tetapi, terus upayakan hal ini, tak ada game yang bisa menggantikan nikmatnya makan bersama keluarga, maka usahakan ini terjadi, ya, Bu.

Baca Juga : Akur Meski 6 Tahun Bercerai, Anak-Anak Unggah Romantisnya Jamal Mirdad dan Lydia Kandou Saat Bertemu

Anak tak boleh merasa alergi atas nasehat orangtuanya, Anda dan suami perlu terus berjuang mengganti pola pokir pengasuhan masa lalu, anak Anda tak akan menerima saran, bila saran tersebut tak disertai alasan yang bisa ia pahami dan terasa logis, zaman anak menurut begitu saja sudah mulai berakhir, deh, Bu Tuti, tetapi, kalau Anda bisa terima ini sebagai sebuah kenyataan, maka Anda otomatis akan punya kebutuhan untuk belajar juga tentang apa dan bagaimana menjadi sosok milenial itu, ketika hubungan mesra dan hangat bisa dibangkitkan dan dipelihara, anak tak risih lagi untuk mengakui dihadapan ibundanya bahwa dia butuh dipeluk, butuh dibantu menceritakan konsekuensi dari pilihan yang tersedia dalam hidupnya.

Tolong diingat bu Tuti, walau ada perubahan drastis tentang pekerjaan, status kerja, dan cara pekerjaan diselesaikan, prinsip dasar bekerja yaitu fokus, menjaga profesionalisme, antusiasme, dan spirit yang bisa mengubah perasaan sedang cari uang dengan kegembiraan karena mencipta dan menghasilkan sesuatu, itulah yang akan menjadikan anak Anda berbeda dibanding para milenial lainnya, sehingga dia akan menonjol di bidangnya. Salam sayang. (*)