Tanya Jawab Psikologi NOVA: Suamiku Tak Bisa Ereksi Tapi Tukang Selingkuh

By Tiur Kartikawati Renata Sari, Senin, 29 April 2019 | 21:00 WIB
Tanya Jawab Psikologi NOVA: Suamiku Tak Bisa Ereksi Tapi Tukang Selingkuh (iStock)

NOVA.id - Ibu rumah tangga yang satu ini memiliki ketegaran luar biasa.

Di saat tak dinafkahi, sang suami juga berselingkuh meski tak bisa ereksi.

Lalu, bagaimana tanggapan sang psikolog? Simak tanya jawab psikologi NOVA yang telah diwartakan dalam Tabloid NOVA edisi 1626.

Dear Ibu Rieny,Saya ibu rumah tangga berusia 33 tahun yang sudah menikah selama 10 tahun dengan A (37 tahun), selama 10 tahun usia pernikahan, kami berdua belum memiliki keturunan.

Dulu, kami bertemu pertama kali di tempat hajatan kakaknya A secara tidak sengaja, saya bersama teman, R, dan saat itu saya sedang membantu mama yang punya usaha rias pengantin.

Baca Juga : Ketegaran Nikita Mirzani Runtuh dalam Air Mata saat Anak Ketiganya Lahir, Ada Apa?

R kemudian intens berbicara dan bercanda dengan A, sampai beberapa minggu kemudian, A meminta tolong dijodohkan dengan R. Saya setuju. Namun, R mengaku sudah punya pacar, A kecewa dan memilih menjauh.

Lalu saya merasa aneh, katanya sudah kecewa dengan R, tapi A selalu datang ke rumah dan mengaku ke semua temannya kalau saya adalah pacarnya, saat itu, saya hanya diam, saya tidak pernah ada niat pacaran dan saya sudah berjanji untuk tidak pacaran sebelum lulus SMA.

Berapa bulan berlalu, saya lulus dan melanjutkan pendidikan ke salah satu universitas besar di Jakarta, A sendiri selalu datang tanpa absen sedikit pun ke rumah, di situ, mama menanyakan hubungan saya dengan A, saya bingung mau jawab apa, karena A selalu mengajak temannya saat datang ke rumah, mama mengatakan, ia tidak suka saya berhubungan dengan A.

Saya bukannya menjauh, malah semakin dekat sampai akhirnya A membawa keluarganya untuk bertunangan, setelah lulus kuliah, mama yang tidak pernah menyukai A malah menyuruh A melamar saya, padahal, saya waktu itu ingin mencari pekerjaan, alhasil impian saya untuk bekerja musnah, karena langsung menikah setelah lulus.

Masa awal pernikahan kemudian jadi derita, saya tinggal sama mertua, saya yang tidak pernah bekerja semasa gadis, memulai hidup baru dengan mengerjakan semua pekerjaan sendiri, A sendiri menjadi temperamental, uang nafkah pun tak layak, saya pun tak pernah mengetahui gajinya.

Baca Juga : Sebut Luna Maya Melanggar Hukum, Reino Barack Ungkap Masa Susahnya Hingga Harus Jualan Rokok

Pernah setelah seminggu pernikahan, dia memukul saya dan melempar helm ke muka saya hanya karena saya tidak mau menemani A berbelanja sepatu sekolah adiknya, posisinya waktu itu, saya lelah setelah acara resepsi kedua di rumah mertua.

Setelah itu, suami saya juga tidak pernah berhubungan dengan saya seperti pasangan pengantin baru lain. Selama satu bulan saya diam, karena saya tidak berani menanyakan alasannya, barulah setelah tiga bulan, saya bertanya dan suami cerita kalau dia tidak bisa “bangun”, digoda dan dirayu seperti apa pun, tidak pernah ada rangsangan.

Enam bulan, saya mengajak suami berobat ke dokter dan pengobatan tradisional, tapi tidak berhasil, sepuluh bulan, semua cara sudah dicoba, tetap tidak ada hasil.

Setelahnya, saya putuskan cari kerja, tak lama, saya mendapat pekerjaan setelah pindah kembali ke rumah orangtua, saya pindah karena kakak ipar saya, T, sangat jahat ngomongnya, selalu membahas keuangan dan anak.

Setahun sama mertua, saya mulai hidup baru di rumah orangtua, saya sangat bahagia karena tak ada beban, selalu fokus kerja, tanpa terasa usia pernikahan saya masuk tahun kelima, selama pernikahan, tak banyak perbincangan, hidup kita masing-masing, yang ada hanya status pernikahan tanpa hubungan dan nafkah layak, tapi dia tetap memberikan uang secara harian, 20 ribu pada awal pernikahan, dan setelah bekerja, diberi 25 ribu untuk masak plus ongkos.

Baca Juga : Punya Menantu Janda Kaya, Ayah Mertua Muzdalifah: Tidak Perlu Kaget ya

Saya sudah memiliki rumah sendiri dari hasil saya dan suami bekerja, bekerja dengan keras hingga memiliki rumah impian yang sederhana, tetap tanpa mengetahui berapa gaji suami.

Tak lama, saya dipindahkan ke cabang Depok, di sana, saya mulai tidak betah karena setelah setahun di cabang baru, ada seorang bernama I selalu mengambinghitamkan saya.

Saya mencoba keberuntungan dengan melamar dan resign dari perusahaan yang lama, alhamdulillah, saya langsung dapat kerjaan di perusahaan besar di daerah P, suasana sangat berbeda—dari jadi teller di dunia perbankan, berubah jadi call center di perusahaan besar dengan banyak tugas.

Menyenangkan memang, dan gaji saya besar pada saat itu, sayang, tak lama bekerja, lingkungan kerja tak sehat, banyak lelaki kurang ajar, sehingga saya memilih fokus jadi ibu rumah tangga, dalam pikiran saya, uang dari suami sudah cukup.

Rupanya, awal menjadi ibu rumah tangga juga malapetaka, saya dapat kabar, suami berhubungan dengan tetangga yang adalah teman baik saya, dan sudah berjalan selama tiga tahun, hati saya hancur, sikap genitnya terbongkar, dia tebar pesona ke semua perempuan, sampai di tempat kerjanya pun, dia berhubungan dengan janda muda yang selalu meminta ini itu, hingga ada sidang keluarga pada saat ketahuan belangnya, saya memilih cerai, tapi A tidak mau.

Baca Juga : Tak Hanya Aurel Hermansyah, Begini Perbedaan Mencolok Sikap Nikita Willy pada Papa Kandung dan Ayah Tirinya!

Berbicara tanpa ada rasa bersalah, A berucap,”…saya masih ingin mencari…” saya sedih dan hancur, saya yang tidak pernah macam-macam dan memegang janji suci dikhianati dengan semudah itu oleh suami yang tak pernah mencukupi nafkah lahir dan batin, sedangkan bila boleh jujur, saya menginginkan sosok pria yang bisa memuaskan.

Saya sedih, saya merasa sudah berusaha jadi istri yang baik, tidak banyak menuntut, selalu meyiapkan kebutuhannya, dari pakaian dan makanan, serta selalu masak walaupun saya bekerja, yang lebih sedih, keluarganya juga selalu membahas keturunan, sedangkan selama ini saya sudah cek, saya normal dan saya bisa punya anak, sementara suami saya yang lemah dan hanya 30% spermanya yang bisa membuahi, saya selalu ikhlas dan menerima, walaupun A ada kekurangan.

Setelah tahu perselingkuhan, saya jadi dingin dan lebih cepat emosi, di kepala saya, saya hanya ingin berpisah, A tidak hanya selingkuh, tapi juga selalu membicarakan istrinya dan cara mendapatkan saya, ia bilang ke temannya bahwa ia tak bisa memuaskan istrinya, istrinya cerewet, dan ia bilang ke temannya kalau dia mendapatkan saya dengan cara main dukun, dia mendukuni keluarga besar saya, mengetahui hal itu, saya makin hilang rasa, tapi, saya menghormati mertua yang sakit jantung akibat perselingkuhan A.

Saat ini saya mengangkat anak dengan harapan, mungkin hadirnya anak akan membuat sikapnya berubah.

Bagaimana ini, Bu Rieny? Cerai tak mau, saya seperti digantung, sifatnya pun masih sama, tak pernah ada komunikasi, tak pernah terbuka, selalu genit, tak pernah memberi nafkah lahir batin, dan tak pernah menghargai saya sebagai istri, saya ingin hal-hal terbaik dalam perkawinan ini, tolong berikan solusi untuk menyelesaikan masalah ini, B, saya ingin bahagia dan bisa membahagiakan keluarga saya. Terima kasih.Luki – somewhere

Baca Juga : Terlihat Haru Saat Sungkeman, Ini Sosok Ayah Bule Irish Bella yang Masih Kompak dengan Mantan Istri!

JawabJeng Luki Yth.,Saya harus meminta maaf pada Anda kalau saya harus bilang, banyak sekali waktu yang telah Anda biarkan berlalu tanpa makna dan manfaat, alasannya, karena Anda tidak mencoba lebih keras dan lebih giat untuk menyelesaikan segala masalah yang muncul di perkawinan Anda.

Bukankah sejak awal pernikahan, Anda sudah tahu bahwa suami bermasalah dalam kemampuannya berhubungan intim? Salah satu kebutuhan yang perlu dipenuhi dalam hubungan suami-istri adalah kebutuhan biologis, biasanya, karena seks lebih sering dianggap sebagai domainnya laki-laki, para istri agak terlambat mengangkat masalah ini ke suaminya.

Atau, seperti kasus Anda, suami tak menganggap ini masalah yang perlu dituntaskan karena dia juga sebenarnya tidak ingin-ingin amat membahagiakan istri saat berhubungan intim.

Namanya hubungan suami dan istri, ketika yang satu tidak menganggapnya serius, yang satu lalu mengendurkan usahanya untuk mengajak suami berobat tuntas, maka satu masalah ini menggantung dan makin lama makin menggerogoti peluang Anda untuk happy, makin lama, makin kronis.

Keterbukaan soal keuangan juga merupakan masalah mendasar untuk menumbuhkan rasa saling percaya, bukankah memenuhi kebutuhan istri mestinya membuat suami jadi bangga, karena artinya dia bisa berfungsi sebagai kepala keluarga? Akan tetapi, alih-alih Anda mendorong keterbukaan, ketika Anda bekerja lagi, suami pasti merasa nyaman dalam ketertutupannya.

Baca Juga : Rasanya yang Nikmat Digilai Banyak Orang, Buah Ini Bisa Picu Kanker Seperti yang Diidap Ani Yudhoyono

 

 

Seumpama hubungan Anda berdua tak membuahkan sebuah kebaikan, kenyataannya tentu tidak demikian, ya, Jeng Luki, buktinya, sebuah rumah terbeli?

Ada baiknya, Anda melakukan introspeksi diri, mengapa komunikasi yang terjalin kurang membuahkan perkembangan kedekatan yang lebih positif? Manusia memang selalu berubah, akan tetapi karena namanya perkawinan, ya, seyogianya berkembang bersama sehingga ada perubahan pada keduanya, makin lama makin saling melengkapi, layaknya sebuah TIM, kekurangan suami diisi oleh kelebihan istri, demikian pula sebaliknya.

Makin lama waktu bergulir—ditambah hadirnya anak angkat—rasanya Anda perlu makin memberanikan diri untuk bicara dari hati ke hati dengan suami, apakah visi Anda tentang hidup dan perkawinan memang bisa sejalan dengannya? Bila dia ingin tua bersama Anda, bagaimana dia meletakkan hobi selingkuhnya?

Bila yang ini pun Anda tak punya titik temu dengannya, bukankah Anda dan dia tak ubahnya rel kereta api? Berdampingan terus, dekat, tapi tak pernah bersinggungan, padahal jalinan cinta dan kasih sayang dari waktu ke waktu perlu lebur jadi satu lalu merenggang lagi, untuk mengaktualisasi potensi diri yang ada, dan begitu seterusnya.

Bagaimana kalau setelah semua upaya dilakukan, suami tetap tampak tak punya niat untuk membangun rumah tangga harmonis yang bisa membuat Anda bahagia?

Baca Juga : Sah! Fadel Islami Beri Mahar Emas dan Berlian, Muzdalifah Nikah untuk Keempat Kalinya

Umur Anda masih muda, sehingga Anda pasti punya peluang untuk membangun rumah tangga dengan lelaki lain yang lebih sehat cara berpikirnya, dewasa, dan secara seksual, mampu pula memenuhi kebutuhan biologis Anda, salah rasanya kalau Anda membuat keputusan untuk diam saja dan menerima semua kenyataan tentang suami sebagai bagian dari takdir, hidup perlu diperjuangkan sayangku, demikian pula kebahagiaan diri kita, tak ada orang yang boleh merampas peluang kita untuk bahagia, sekalipun itu suami sendiri.

Jadi, Andalah yang harus membuat pilihan hidup untuk masa depan Anda, bila Anda mau terus jadi istrinya, ajaklah berobat, karena ia berkewajiban memberi Anda kepuasan kebutuhan biologis, bersikaplah terbuka tentang uang, serta berhenti selingkuh.

Adakah Anda lihat peluangnya untuk ini? Bila tidak, opsi kedua adalah bercerai, berinisiatiflah untuk mengurusnya kalau suami enggan, mudah-mudahan Anda tidak ragu ketika kemudian diintimidasi untuk mengurungkan niat, kalau pengacara terlalu mahal, cari buku tentang UU perkawinan dan pelajari kasus Anda memenuhi tuntutan cerai di pasal berapa, ayat berapa.

Mudah-mudahan ketika Anda lebih paham, maka Anda tak khawatir kalau harus mengurus perceraian, silahkan tentukan pilihan hidup Anda, ya, Jeng, ingat, waktu bergulir terus dan kita makin menjadi tua, bukannya tetap muda, enerjik, dan cantik.Salam sayang. (*)