NOVA.id - Di tengah banyaknya orang yang berbondong-bondong memulai usaha sendiri, kita tentu semakin kenal dengan yang namanya bisnis jastip atau jasa titip.
Sebab, bisnis jasa titip memang terkenal mudah dan menguntungkan ketika dijalankan.
Bayangkan saja, ketika kita pergi berlibur—ke luar kota atau luar negeri—alih-alih membawah oleh-oleh, kita justru bisa menawarkan jastip dan mengambil keuntungan dari sana.
Baca Juga: Miris, Seorang Ibu Temukan Tempat PSK Terselubung di Dekat Sekolah Anaknya
Menarik, bukan? Mari kita dalami tips bisnis sukses soal jastip ini.
Namun demikian, perlu kita ketahui, rupanya sampai sejauh ini otoritas kepabeanan dunia, termasuk Ditjen Bea dan Cukai tidak mengenal istilah jastip.
Karenanya, bila kita melakoni bisnis jastip dan membawa barang-barang dari luar negeri, kita mesti tetap taat pada aturan pajak yang berlaku.
Seperti apa?
“Sebenarnya, barang apa pun yang masuk dan diimpor, akan dikenakan pajak. Kalau bepergian, namanya ada barang bawaan penumpang.
Barang bawaan penumpang punya dua kategori lagi, apakah barang tersebut untuk keperluan pribadi atau bukan untuk keperluan pribadi?” jelas Deni Surjantoro, Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea dan Cukai.
Baca Juga: Ayahnya Terseret Kasus Hukum Dugaan Perselingkuhan, Sosok Putri Ifan Seventeen Justru Curi Perhatian
Di saat kita berbicara mengenai barang untuk keperluan pribadi, maka aturan negara menetapkan pembebasan pajak untuk sejumlah nilai barang.
Hal ini disebut dengan de minimis value, di mana di Indonesia, nilai barang yang masih bebas pajak yakni sebesar US$500 per orang.
Mengacu pada aturan, otomatis, barang-barang yang terlibat dalam aktivitas jastip semestinya langsung dikategorikan sebagai barang yang bukan untuk keperluan pribadi.
Baca Juga: Ini Trik Jitu Tyna Kanna Mirdad Quality Time Bareng Anak #5MenitaAja
“Kalau sudah begitu, jastip kena de minimis value enggak? Ya enggak. Kan buat didagangkan, bukan buat keperluan pribadi,” ungkap Deni.
“Kami tidak melarang jastip, asal bilang bahwa barang-barang ini untuk didagangkan, dan bayar pajaknya,” lanjutnya.
Lantas, berapa besaran pajaknya?
Baca Juga: Wah, LRT Buka Uji Coba Gratis, Sudah Coba Belum? Begini Cara Daftarnya
Dari nilai basis pajak, kita harus membayar bea masuk senilai 7,5%, ditambah PPN (pajak pertambahan nilai) sebesar 10%, dan PPh (pajak penghasilan) sebesar 10% untuk yang memiliki NPWP dan 20% untuk yang tidak punya NPWP.
Biaya-biaya ini, nantinya harus kita bayarkan langsung ke petugas bea cukai di bandara atau pelabuhan, menggunakan kartu pembayaran (debit/kredit) dan dibayarkan melalui mesin EDC.
Deni sebetulnya tak menampik, banyak jastip sekarang yang membeli barang-barang dalam jumlah banyak dengan nilai belanja kecil dari luar negeri, dengan perkiraan akan lolos pajak.
Padahal sebetulnya, meski barangkali pelaku jastip model ini sering “lolos” dari pengamatan Bea Cukai, mereka-mereka ini punya kewajiban untuk membayar pajak, lho!
“Namun itulah, kami ada risk management. Kadang kalau belinya sedikit, US$15 sampai US$45, lalu kami fokus urus ke sana sementara ada orang lain yang justru bawa barang nilainya lebih besar, masa kita enggak urus?
Karena area di bandara itu juga padat, antre disuruh periksa juga pasti enggak nyaman, kan. Tapi kami bukan tutup mata,” ungkap Deni.
Baca Juga: Tak Disangka, Gatot Brajamusti Pernah Sembuhkan Anak Reza Artamevia dengan Cara yang Tak Lazim!
Sekadar informasi, selain aturan pajak, Bea dan Cukai juga menetapkan larangan dan pembatasan alias lartas.
Larangan, adalah barang-barang yang sama sekali tidak boleh dibawa masuk ke Indonesia, seperti narkotika.
Sementara pembatasan, adalah jumlah tertentu barang-barang yang boleh masuk ke Indonesia atau barang-barang yang harus mengantongi izin terlebih dahulu untuk masuk ke Indonesia.
Sulit? Barangkali iya, barangkali tidak.
Karena itu jugalah, pihak Bea dan Cukai juga terus berupaya melakukan sosialisasi aturan agar pelaku jastip yang kian menjamur semakin paham aturan mainnya.
“Ya sekarang begini, kenapa kalau sama negara lain taat dan takutnya sebegitunya, tapi sama negara sendiri baru mendarat di Cengkareng saja sudah mau melanggar?
Baca Juga: Alasan Tatjana Saphira Punya Hobi Olahraga: Investasi Masa Depan
Itu kebiasaan baik atau buruk? Jadi bukan kami melarang jastip, tapi selama barang-barangnya boleh, ada izinnya, bayar pajaknya, ya silakan saja,” tukasnya.
Kalau sudah begini, sudah jelas kan kalau jastip dari luar negeri sebetulnya bakal mengharuskan kita bayar pajak?(*)