Kapan Kita Perlu ke Psikolog? Inilah Hal-Hal yang Jadi Tandanya

By Maria Ermilinda Hayon, Minggu, 8 September 2019 | 22:00 WIB
Thoughtful woman at home - copyspace (martin-dm)

NOVA.id - Banyak orang merasa pergi ke psikolog adalah hal yang tidak penting, atau bahkan memalukan.

Padahal bisa jadi kita membutuhkannya, cuma kita tidak sadar saja.

Tapi bagaimana kita tahu bila kita perlu atau harus pergi ke psikolog?            

Baca Juga: Panggilan Sayang untuk Sang Pacar Dikritik Netizen, Cita Citata: Dia Happy! 

Atau, kapan sebenarnya waktu yang tepat untuk minta bantuan psikolog?

Menurut Linda Setiawati, M.Psi., psikolog klinis dewasa dari Personal Growth, ada beberapa tanda jika seseorang memang sudah membutuhkan penanganan psikolog.

Umumnya, jika terjadi gangguan dalam menjalani keseharian.

Tapi berikut penjelasan lengkapnya.

Baca Juga: Ria Irawan Kembali Dirawat di Rumah Sakit, Keluarga Benarkan Kanker yang Diidap Menyebar ke Organ Lain

“Pastinya kalau sudah ada yang aneh-aneh, dalam arti perilakunya.

"Misal yang tadinya senang ngapa-ngapain jadi menarik diri.

Merasa overwhelmed, enggak bisa dan sulit menjalankan aktivitas sehari-hari, kemudian merasa ada kecemasan berlebih atau bahkan sudah melakukan hal-hal yang menyakitkan dan membahayakan bagi dirinya sendiri maupun orang lain,” ujar Linda.

Tapi, tak hanya gangguan yang tergolong berat seperti stres dan perubahan perilaku saja, lo.

Ada beberapa indikasi gangguan sederhana yang terlihat biasa, namun sebenarnya menandakan kita butuh bantuan.

Baca Juga: Bukan di Hotel Mewah, Begini Potret Sederhana Perayaan Ulang Tahun Amora Lemos di Ruang Kelas Sekolah                                                                  

“Bisa enggak sampai seberat tadi, misalnya ketika kita menghadapi masalah sudah enggak bisa sendirian lagi.

"Akhirnya sudah cari bantuan sama teman untuk cerita dan sharing, tapi, kok, kayaknya masih belum teratasi masalahnya.

"Lalu terjadi kebingungan, bingung harus gimana.

"Nah, itu perlu cari bantuan ke profesional juga, seek help,” tambah Linda.

Biasanya tanda seperti ini bisa kita rasakan sendiri.

Hanya saja, tak jarang pula kita rasakan namun kita sepelekan dan anggap biasa.

Jika sudah begini, peran orang terdekat dan lingkungan melalui pengamatan dan sarannya bisa menjadi rambu bagi kita.

Baca Juga: 5 Drama Korea Rekomendasi yang Akan Tayang di September dan Bertabur Bintang

“Kadang-kadang kita enggak merasa ada perubahan, tapi orang lain yang lihat.

"Kok kamu belakangan ini murung sih, kok belakangan ini jadi males ngapa-ngapain, dan segala macam.

"Itu juga bisa jadi feedback yang membukakan mata dan bisa raise awareness kita,” ungkap Linda.

Jika sudah menyadari dan memahami gangguan yang muncul, tentu kita perlu segera pergi ke psikolog.

Tapi, kok, rasanya tetap ragu, ya?

Baca Juga: Bawa Istri ke Makam Ibunda Vanessa Angel, Doddy Sudrajat Rekam Hal Tak Biasa 

Rasa ragu ini muncul karena kita belum tahu benar bagaimana proses bantuan yang akan psikolog berikan.

Well, untuk menangani rasa ragu itu kita perlu tahu apa saja tahapan yang akan kita lalui saat sudah mantap untuk mendapatkan konsultasi psikologi ini.

Apa sajakah itu?

Baca Juga: Terawang akan Ada Bencana Menyapu Sebuah Pulau, Wirang Birawa Bocorkan Waktu Kejadiannya

Jangan takut ke psikolog (G.M.ARYODHIA/INFOGRAFIS)

Memang mungkin ada perbedaan tahapan antara psikolog yang berpraktik sendiri di rumah, psikolog di klinik, atau psikolog di rumah sakit.

Tapi inilah gambaran umum yang diberikan Linda.

Saat pertama kali pergi ke psikolog, biasanya akan dimulai dengan assessment, yakni proses pengumpulan informasi.

Baca Juga: Mengintip Keunikan Suku Baduy di Lebak Banten, Sangat Menjunjung Tinggi Nilai Adat 

“Jadi, kita punya tools psikologi yang akan membantu kita untuk mengonfirmasi, orangnya kayak gimana.

"Kemudian kalau dia bilang depresi, apakah benar memenuhi kriteria diagnosis depresi atau enggak.

"Ibaratnya kita sudah punya kamusnya,” jelas Linda saat ditemui NOVA.

Nah, menentukan diagnosis ini juga tidak sesederhana tes lalu langsung tahu, ya.

Kadang-kadang psikolog mempunyai hipotesa yang perlu dikonfirmasi melalui beberapa sesi konsultasi.

Baca Juga: Tak Pernah Tanggapi DM Vicky Prasetyo, Tamara Bleszynski Beri Balasan Pedas Melalui Sang Putra

Sebab, tak jarang terdapat gejala yang serupa tapi tak sama, sehingga diagnosisnya pun berbeda.

Nah, dalam hal ini dilakukanlah sesi konsultasi.

Caranya beragam, tapi yang paling lazim dilakukan adalah dengan “ngobrol”.

Tapi tentu bukan sembarang ngobrol.

Baca Juga: Ashanty Pernah Jadi Sopir Angkot, Potret Penampilannya Saat Mengendarai Tersebar di Media Sosial, Bikin Pangling! 

“Ngobrol adalah bentuk observasi yang juga jadi tools kami.

"Jadi saat ngobrol itu ada yang digali sama psikolognya. Enggak asal ngobrol, enggak asal dengerin. Walaupun ngikutin flow-nya pasien.

"Kita ngobrolnya belajar, observasi juga, jadi tahu kira-kira kondisinya gimana, mood-nya dibandingkan dengan sebelumnya gimana,” jelas Linda.

Jika sudah ada hipotesis dan diagnosisnya sudah terkonfirmasi, maka akan dibuat rancangan terapi yang tepat.

Nah, setelah rancangan sesi selesai dijalankan maka akan berlanjut ke tahap evaluasi.

Baca Juga: Sempat Sembuh, Kanker di Tubuh Ria Irawan Kembali Kambuh, Sang Suami Langsung Memohon Doa

 

 

 

Evaluasi ini berfungsi menentukan apakah pasien butuh penanganan lanjutan atau tidak.

Terakhir adalah terminasi, yakni tahapan akhir yang menyatakan proses konstultasi dan terapi antara psikolog dengan pasien sudah selesai.

Tapi sekali lagi, tak perlu mendapat gangguan dulu baru mencari pertolongan.

Dalam kondisi sehat pun kita bisa dan perlu ke psikolog untuk kesehatan mental kita.

Intinya, tak perlu ragu, takut, atau khawatir pergi ke psikolog.

Semua demi kesehatan fisik dan mental kita. (*)