Fakta dan Cerita Kasus KDRT di Indonesia, dari Artis Sampai Mungkin Sahabat Kita

By Jeanett Verica, Selasa, 17 September 2019 | 13:33 WIB
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan (Laksono Hari Wiwoho)

“Ada peran-peran gender yang diberikan ke laki-laki dan perempuan, di mana laki-laki seolah selalu di atas.

"Masyarakat umumnya berpendapat laki-laki lebih kuat, pemimpin, macho, pencari nafkah keluarga.

"Perempuan justru kebalikannya. Mereka harus lembut, bisa ngurus rumah, dan sebagainya.

Baca Juga: Suami Selalu Merasa Benar dan Tak Mau Disalahkan? Ini 4 Langkah Menghadapinya

"Ini mengakibatkan, dalam ranah tidak sadar, kita membentuk stereotip perempuan lebih lemah,” jelas Ika.

Budaya patriarki sesungguhnya tidak salah.

“Tapi ketika laki-laki kemudian selalu diposisikan lebih tinggi, itu yang kemudian menjadi masalah karena dia tidak melihat posisinya setara dengan perempuan,” lanjutnya.

Sementara makin modern jaman, beban perempuan pun juga semakin berat seiring adanya tuntutan peran ganda.

Baca Juga: Selalu Terlihat Harmonis, Siapa Sangka Rumah Tangga Denny Cagur Pernah di Ujung Tanduk Hingga Sang Istri Ingin Kabur dari Rumah

Artinya, kalaupun perempuan ikut mencari nafkah, maka ia pun masih diwajibkan mengurus urusan domestik rumah tangga.

Karena hal ini dianggap sebagai kodrat perempuan. Padahal sebetulnya, hal ini sama sekali keliru.

“Buntut-buntutnya, adalah kekerasan. Ketika laki-laki merasa istri tidak menjalankan apa yang seharusnya, tidak menurut, padahal dirinya adalah kepala keluarga.