Kisah Relawan dan Petugas Medis Perempuan Melawan Corona di Wuhan: Kami Berpacu dengan Waktu

By Tentry Yudvi Dian Utami, Jumat, 20 Maret 2020 | 11:00 WIB
Kisah Relawan dan Petugas Medis Perempuan Melawan Corona di Wuhan, (CGTN)

NOVA.id - Cerita perjuangan relawan dan tenaga medis yang berhadapan dengan pasien virus corona patut diapresiasi.

Sementara, wabah virus corona makin menjadi.

Saat tulisan ini dibuat, Malaysia sudah memberlakukan lockdown hingga akhir Maret 2020.

Seperti dikutip dari Kompas.com, keputusan itu dibuat menyusul jumlah kasus orang yang terinfeksi Covid-19 di negeri tersebut yang terus meningkat, totalnya mencapai 566 orang.

Baca Juga: Selama Ini Banyak yang Anggap Remeh, Studi Terbaru Justru Buktikan Usia 20-an Rentan Terinfeksi Virus Corona

Menjadikan Malaysia sebagai negara dengan jumlah kasus positif virus corona tertinggi saat itu.

Sedangkan di Indonesia per Kamis, (19/03) tercatat 309 orang positif virus corona, dengan jumlah korban meninggal 25 orang.

Meski tak seperti Malaysia yang melalukan lockdown, pemerintah Indonesia tetap berupaya keras meredam penyakit yang ditetapkan WHO sebagai pandemik itu.

Baca Juga: Terpisah 29 Hari Lamanya, Bocah 8 Tahun Ini Tak Kuasa Tahan Air Mata saat Bertemu Kembali dengan Sang Ibu Usai Dikarantina

Himbauan bekerja dan belajar dari rumah, serta melakukan social distancing adalah salah satu upaya agar virus corona tak terus menyebar.

Sementara itu, kisah-kisah heroik orang-orang yang berhadapan langsung dengan virus yang sudah menewaskan sekitar 7.138 orang di seluruh dunia ini bermunculan.

Cerita mereka viral, karena keberaniannya berhadapan dengan pasien yang terkena Covid-19. Mereka, yang rata-rata adalah tenaga medis ikut andil menangani 181.562 pasien terjangkit, yang 78.937 di antaranya dinyatakan sembuh.

Ini beberapa kisah di antaranya.

Baca Juga: Jangan Mudah Percaya, Air Rebusan Bawang Putih Tak Bisa Sembuhkan Virus Corona! Ini Penjelasan Ahli

190 Pasien Per Hari

Bukan rahasia lagi, beberapa tim medis dan relawan di seluruh dunia rasanya cukup kewalahan menangani pasien virus corona.

Jangankan mandi, mereka bahkan sampai menggunakan diaper dewasa untuk menahan mereka dari keperluan buang air kecil dan besar.

Yuan Yadong, perawat frontline sekaligus kepala tim medis di Hebei Medical Team, seperti dilansir dari CGTN, mengisahkan kalau tenaga tim medis di sana memang harus berpacu dengan waktu.

Katanya, “Kami berpacu dengan waktu, setiap menit, detik, itu dihitung. 

Baca Juga: Jadi Wabah Sedunia, Corona Virus Disebut Sudah Diramalkan Buku Ini

Ini berarti hidup dan harapan untuk pasien.”

Yuan mengungkapkan, di dalam timnya rata-rata perempuan.

Mereka rata-rata harus merawat 190 pasien per hari.

Setelah 45 hari bertugas, dia sudah menyaksikan 450 orang meninggal di depan matanya.

Sulit dibayangkan, bagaimana perasaan menghadapi orang-orang yang kesakitan dan akhirnya menghembuskan napas terakhirnya.

Baca Juga: Jadi Wabah Sedunia, Corona Virus Disebut Sudah Diramalkan Buku Ini

Setiap hari, selain pakai diaper dewasa, mereka harus menggunakan hazmat suit yang tidaklah ringan.

Mereka harus menjaga baju tersebut agar tidak robek dan rusak.

Selain itu, sebelum dan sesudah merawat pasien, mereka harus diberikan disinfektan. Garis-garis halus bekas masker menjadi riasan di wajah mereka.

Baca Juga: Pasien Anak Positif Virus Corona di Yogyakarta Tak Pernah Ada Kontak dengan Penderita Lain dan Tak Jalan-Jalan ke Luar Negeri, Sri Sultan Hamengkubuwono X Berikan Pernyataannya

 Membersihkan Sampah ICU

Tak hanya tim medis, relawan yang bekerja untuk membersihkan sampah di rumah sakit juga perlu jadi perhatian kita.

Sebab, mereka harus membersihkan ruangan rumah sakit bersih kembali dan membawa sampah bekas orang terinfeksi virus corona.

Zhang Chunxiang seorang pekerja senior yang jadi relawan di Wuhan Union Hospital mengatakan, dirinya harus menguatkan diri setiap hari saat membawa sampah, dan membersihkan lantai di ICU.

Baca Juga: Virus Corona Resmi Jadi Pandemi Global, Deretan Acara Ini Terpaksa Ditunda Hingga Dibatalkan!

“Awalnya, saya takut terkena virus.Tapi tim dokter dan perawat memberi tahu saya, bagaimana caranya melindungi diri,” kata Zhang.

Meski khawatir, tapi tidak menyurutkan semangat Zhang untuk bisa membantu petugas medis.

Dia merasa, pekerjaan ini harus ditangani dan diselesaikan oleh seseorang.

Zhang bilang, “Saya veteran pekerja sanitasi, yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun. Saya merasa pekerjaan ini harus diselesaikan oleh seseorang. Anak-anak saya sudah dewasa. Saya tidak punya terlalu banyak beban. Jadi, saya langsung sigap dan mendaftar untuk relawan.”

Tapi, Zhang yakin bahwa dirinya baik-baik saja selama bisa melindungi diri sebaik mungkin.

Pekerjaan ini sudah menjadi darah dagingnya, dan dia merasa tak perlu takut untuk memerangi Covid-19.

Baca Juga: Tak Ingin Bernasib seperti Italia, Pemerintah Filipina Putuskan Karantina Seluruh Kota Selama Sebulan

Mengirimkan 900 Makanan ke Rumah Sakit

Chen Hui, perempuan berusia 53 tahun merelakan dirinya jadi pengantar makanan dari restoran terdekat ke rumah sakit.

Setiap hari, dia harus mengirimkan 900 makanan menggunakan truk.

Tak hanya makanan, Chen juga harus mengirimkan alat proteksi ke rumah sakit setiap hari.

Baca Juga: Pasien Anak Positif Virus Corona di Yogyakarta Tak Pernah Ada Kontak dengan Penderita Lain dan Tak Jalan-Jalan ke Luar Negeri, Sri Sultan Hamengkubuwono X Berikan Pernyataannya

Lewat aplikasi We Chat, pesanan antar-jemput terus berdatangan setiap hari, tak jarang sampai larut malam.

Chen mengaku bahwa dirinya sudah menjadi relawan untuk 10 grup di We Chat, yang satu grup berisikan 500 anggota.

“Ini menjadi pekerjaan tersulit kami sebagai relawan. Kami hanya bergantung pada darah panas kami. Wuhan sakit, dan kami semua pengin menyembuhkannya, dengan mengumpulkan usaha semua orang bersama-sama,” pungkas Chen melansir CNN.

Baca Juga: Pasien Isolasi Virus Corona Bagikan Kisahnya saat Berada di RSPI Sulianti Saroso, Keadaan Dirinya dan 2 Orang yang Positif Corona Semakin Membaik

Demi menjadi relawan, Chen pun harus meninggalkan anaknya tinggal bersama orangtuanya untuk sementara.(*)