NOVA.id - Pada tanggal 6 Juli kemarin, Lembaga Adat Baduy di Banten telah mengirim surat khusus pada Presiden Jokowi.
Dalam surat tersebut pihak Lembaga Adat Baduy meminta agar wilayah yang ditempati suku Baduy dihapus dari destinasi wisata
Surat tersebut juga dikirim ke Gubernur Banten, Bupati Lebak, dan sejumlah kementerian terkait.
Surat permintaan disahkan pada 6 Juli di salah satu rumah Jaro Lembaga Adat Baduy.
Ada tiga Jaro yang membubuhkan cap jempol, yakni Jaro Saidi sebagai Tangunggan Jaro 12, Jaro Aja sebagai Jaro Dangka Cipati, dan Jaro Madali sebagai sebagai Pusat Jaro 7.
Sementara pihak yang diberi mandat untuk mengirimkan surat ke Presiden Jokowi yaitu Heru Nugroho, Henri Nurcahyo, Anton Nugroho, dan Fajar Yugaswara.
Baca Juga: Masuki Era New Normal, Ini Tantangan yang akan Dihadapi Orang Tua terhadap Anak, Berikut Solusinya!
Heru Nugroho yang ditunjuk oleh Lembaga Adat Baduy bercerita, wacana penghapusan kawasan Baduy di destinasi wisata muncul pada 16 April 2020.
Saat itu, menurut Heru, Jero Alim memintanya untuk mencari solusi permasalahan yang muncul di Baduy, antara lain kunjungan wisatawan yang dianggap berlebihan.
Ia menyebut kunjungan wisatawan membuat masalah baru, salah satunya adalah banyaknya sampah dan tersebarnya foto-foto wilayah Baduy Dalam di internet.
Padahal, kawasan Baduy Dalam adalah kawasan yang sakral dan pendatang dilarang untuk mengambil foto.
"Pada tanggal 16, Jaro Alim memberi amanah ke saya, barangkali bisa membantu mencarikan solusi terhadap persoalan-persoalan yang ada. Saat itu kami sepakat, sebaiknya Baduy dihapus dari peta wisata nasional," kata Heru saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Selasa (07/07).
Selain itu, warga Baduy juga mengaku risih karena menjadi tontonan wisatawan yang datang.
"Membanjirnya wisatawan yang tujuannya enggak jelas, cuma nontonin orang Baduy, sebenarnya membuat mereka risih. Belum lagi masalah sampah dan lain-lain," kata Heru.
Sementara itu, Jaro Saija yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Kanekes mengatakan, ia baru mengetahui surat tersebut setelah membaca pemberitaan di media pada Senin (606/07).
Baca Juga: Maret Lalu Sempat Dicuri, Kini Data 91 Juta Pengguna Tokopedia Muncul di Link Unduhan di Facebook
"Saya tidak tahu, tidak diberitahu kalau ada pertemuan seperti itu. Saat ini lagi mencari tahu siapa yang kirim surat tersebut," kata Saija saat dihubungi Kompas.com, Selasa.
Menurut dia, saat ini kawasan Baduy memang ditutup dari kunjungan wisatawan.
Namun, penutupan tersebut hanya sementara pada saat pandemi Covid-19, Saija memastikan bahwa penutupan kawasan tersebut tidak permanen.
Tak hanya kepala desa, saat dikonfirmasi, Dinas Pariwisata setempat juga mengaku tidak tahu dan baru akan meminta penjelasan kepada Kepala Desa Baduy pada Selasa (07/07).
Menanggapi permintaan tersebut, Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mengatakan, belum ada pemberitahuan resmi dan koordinasi dari tokoh Baduy kepada dirinya.
Namun, Iti mengatakan, pihaknya mengetahui permintaan tersebut baru dari media sosial.
Menurut dia, masalah yang dikeluhkan warga Baduy yang tertulis di surat masih bisa dimusyawarahkan.
Baca Juga: Keren! Pentas Wayang Orang Daring Pertama di Indonesia Melalui ZOOM Cetak 3 Rekor MURI Sekaligus
"Mungkin nanti perlu diperketat, misalnya pengunjung harus membawa kantong sampah sendiri dan ada maklumat untuk tidak membawa sampah plastik," kata Iti.
Iti mengatakan, pihaknya masih belum bisa mengambil keputusan karena harus berkomunikasi dengan tokoh Baduy di Cibeo, Cikeusik, dan Cikartawana.
"Kebijakan kami mengikuti apa yang disampaikan oleh Puun, semua bisa dikomunikasikan. Maka, saat ini belum bisa mengambil kebijakan seperti apa sebelum komunikasi dengan Puun," kata dia.
Baca Juga: Dibully Netizen karena Pengucapan Bahasa Indonesia Kurang Lancar, Cinta Laura: Aku Sempat Dendam
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.