Sederet Disinformasi Tentang Vaksin Covid-19 yang Sebaiknya Tidak Dihiraukan Masyarakat

By Fathia Yasmine, Senin, 17 Mei 2021 | 16:52 WIB
Ilustrasi vaksin Covid-19 (Dok. Shutterstock)

NOVA.id - Ragam berita palsu  atau hoaks seputar Covid-19 saat ini masih banyak bertebaran di dunia maya. Berita-berita tersebut tersebar melalui beragam kanal, mulai dari aplikasi percakapan seperti Whatsapp hingga media sosial.

Menurut data Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), setidaknya terdapat 2.298 konten hoaks tentang Covid-19 yang beredar sepanjang tahun 2020. Diketahui, 34 persen dari berita tersebut berasal dari media sosial  seperti Youtube.

Memasuki awal 2021, hoaks masih terus bermunculan. Mafindo menemukan setidaknya terdapat 121 hoaks yang beredar selama Januari hingga 15 Februari 2021. Bedanya, hoaks yang beredar kini didominasi oleh isu seputar vaksin Covid-19.

Untuk mengatasi masifnya persebaran hoaks, Tim AIS Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga terus berupaya untuk mengedukasi masyarakat sekaligus memberikan klarifikasi.  Salah satunya dilakukan dengan cara pemblokiran dan  pencabutan konten, serta cek fakta melalui laman Covid19.go.id.

Baca Juga: Tips Masak Cepat 30 Menit Membuat Tempe Penyet Sambal Petis yang Gurih

Berikut Nova rangkumkan sederet disinformasi seputar vaksin Covid-19 yang sebaiknya tidak dipercaya masyarakat.

1. Masyarakat Indonesia dijadikan kelinci percobaan vaksin

Pada Juli 2020 lalu, beredar kabar di media sosial Facebook yang menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia menjadi kelinci percobaan uji klinis dari vaksin Sinovac yang berasal dari Tiongkok. Berita tersebut juga mengungkapkan bahwa kandungan vaksin terdiri atas zat yang tidak halal dan belum bisa dipastikan keamanannya.

Tim AIS Kemenkominfo menyatakan berita tersebut murni hoaks. Soal uji coba, vaksin Sinovac sudah melalui uji klinis tahap 1 dan 2 untuk mengetahui tingkat keamanan dan dosis yang ideal untuk disuntikkan. Uji klinis tersebut dilakukan di Tiongkok. Pengujian dilakukan oleh para tenaga ahli dengan bantuan  500 sukarelawan di negara tersebut.

Uji klinis tahap 3 dilakukan di negara calon penerima vaksin.  Menurut pemberitaan Kompas.com (26/7/2020), ahli biologi molekuler Indonesia Ahmad Utomo menerangkan bahwa terdapat dua negara lain yaitu Brasil dan Bangladesh yang juga ditunjuk untuk melaksanakan uji klinis tahap 3 selain Indonesia. 

Baca Juga: Diperingati setiap 17 Mei, Begini Sejarah Hari Buku Nasional

Menurutnya, alasan mengapa ketiga negara tersebut dipilih adalah tingginya angka penyebaran virus.