Bagaimana Cara Isoman yang Aman dan Lengkap? Ini Saran Dokter

By Tentry Yudvi Dian Utami, Rabu, 21 Juli 2021 | 10:03 WIB
Ilustrasi pasien covid (istock)

Dokter Daeng M. Faqih mengatakan, “Hal terpenting untuk diperhatikan adalah cara mencegah penularan virus COVID-19 ini, yaitu selain mematuhi protokol kesehatan dengan sangat ketat, juga harus segera melakukan vaksinasi. Seperti pepatah umum, lebih baik mencegah dari pada mengobati.”

Kementerian Kesehatan sebelumnya juga mengatakan bahwa mutasi virus SARS-CoV-2 varian Delta B.1617.2 menular enam kali lebih cepat dibanding varian Alfa B117.

“Varian baru COVID-19 yaitu varian delta ini yang menjadikan Indonesia terus mencetak angka kasus positif tertinggi selama beberapa hari terakhir. Hal ini disebabkan karena transmisi varian Delta sampai 60% lebih tinggi dari varian Alfa, di mana varian delta ini dapat menghasilkan penyakit lebih berat.

Efektivitas vaksin terhadap varian delta juga lebih rendah dalam mencegah COVID-19 bergejala serta banyak ditemukan pada dewasa muda,” kata dokter Daeng menjelaskan.

Dokter Daeng juga menerangkan, “Bahkan apabila ada orang yang sempat kontak erat atau melakukan tatap muka/paparan dengan orang dengan hasil PCR positif atau orang bergejala dengan rapid antigen positif dengan jarak 1 meter selama 15 menit atau sempat bersentuhan fisik, maka orang tersebut wajib menjalankan isoman.

Baca Juga: Catat! Ini Rekomendasi Catering untuk Isoman di Wilayah DKI Jakarta

Begitu juga dengan orang yang terdiagnosis COVID-19 namun tak dapat tempat perawatan di rumah sakit, maka orang tersebut wajib melakukan isoman.”

Dokter Daeng juga menambahkan bahwa, “Penting bagi kita untuk mengenal gejala apabila terinfeksi COVID-19, karena gejalanya pada masing-masing orang itu berbeda. Faktanya 70,7% gejala paling umum adalah batuk, kemudian demam, sesak napas, lemas, sakit tenggorokan, pilek, dan lain sebainya.

Virus ini penularannya sangat cepat dan dapat memicu proses dalam tubuh yang bisa menyebabkan kematian, seperti gagal napas, badai sitokin, dan trombosis/koagulasi darah. Apalagi memiliki komorbiditas, maka akan lebih beresiko meningkatkan kondisi perburukan.

”Tidak dapat dipungkiri, gelombang kedua COVID-19 di Indonesia ini memang memunculkan banyak kluster keluarga, khususnya anak-anak. Satgas COVID-19 juga menyebutkan sejumlah faktor pemicu anak terpapar COVID-19, di antaranya karena masih banyak orang tua yang harus bekerja keluar rumah, sehingga klaster keluarga jadi meningkat.

Pastinya tidak mudah bagi keluarga untuk menghadapi situasi yang menekan seperti ini. Apalagi, nyawa jadi taruhannya. Kompleksnya situasi yang harus dihadapi keluarga saat paparan COVID-19 melanda membuat penguatan keluarga menjadi kunci utama.

Baca Juga: Lebih Efektif Vaksin Sinovac atau Pfizer? Ini Kata Dokter Faheem Younus