SEABCS Ke-5 Selesai, Hasilkan Rekomendasi Terkait Penanganan Kanker

By Dionysia Mayang Rintani, Jumat, 20 Agustus 2021 | 00:00 WIB
SEABCS Ke-5 (istock)

NOVA.id – Pada 31 Juli hingga 1 Agustus 2021 lalu, The Southeast Asia Breast Cancer Symposium (SEABCS) ke-5 sukses digelar secara virtual di Indonesia.

Acara yang mengusung tema Putting Patients to the Hearts of Breast Cancers Control, atau mengutamakan kepentingan pasien dalam penanganan dan pengendalian kanker payudara ini, menghasilkan sejumlah rekomendasi penting.

Beberapa di antaranya adalah pentingnya regulasi penanganan dan pengobatan kanker payudara di masa pandemi covid-19.

Baca Juga: SEABCS 2021 Perkuat Kerjasama Global Atasi Kejadian Kanker Payudara

Selain itu, rekomendasi perawatan yang lebih terintegrasi dan berpusat pada pasien, serta menekan angka kematian akibat kanker payudara.

WHO melalui Global Breast Cancer Initiative (GBCI) pada Maret 2021 lalu, menargetkan angka kematian akibat kanker payudara menjadi sebesar 2,5% per tahun sampai tahun 2040.

Menurut Data Globocan 2020, kanker payudara di Indones

ia merupakan kanker paling banyak pada perempuan dengan proporsi 16,6% dari total kasus kanker, terdapat 65.858 kasus baru dan 22.430 kematian pada tahun 2020.

Baca Juga: Rekomendasi Aplikasi untuk Mempermudah Dokter Terapi Sistematik Kanker

Diperkirakan jumlah kematian maupun kasus baru akan terus naik hingga tahun 2040, bila tidak dilakukan upaya sejak hulu hingga hilir, dan tanpa didukung regulasi yang jelas.

Ning Anhar, dari Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) dan juga Wakil Ketua Penyelenggara SEABCS ke-5 menjelaskan, untuk mencapai target WHO tersebut, maka dibutuhkan upaya ekstra keras dan kerjasama dari berbagai pihak yang melibatkan ahli di bidang kesehatan, dokter ahli onkologi, organisasi yang bergerak di bidang kanker payudara, pemerhati, serta pemangku kebijakan dari berbagai negara.

Dalam SEABCS ke-5, Dr. Benjamin Anderson dari GBCI merekomendasikan 3 pilar dalam tatalaksana kanker payudara.

Baca Juga: Penyebab Benjolan pada Payudara yang Tidak Boleh Disepelekan

“Ketiga pilar yang dimaksud yaitu promosi kesehatan untuk deteksi dini, diagnosis kanker payudara, dan tatalakasana kanker payudara yang  komprehensif,” jelas Ning Anhar. 

Kolaborasi dan regulasi sangat penting dalam mempercepat target WHO, mengingat pandemi covid-19 membuat program penurunan kematian akibat kanker payudara melambat.

Terkait hal ini, dr. Walta Gautama ST, Sp.B (K) Onk, Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) menyebutkan target ini makin sulit dicapai karena sebagian besar pasien datang dalam stadium 3-4, terlebih di masa pandemi ketika terjadi penurunan kedatangan pasien ke pelayanan kesehatan secara signifikan.

Baca Juga: Makanan dan Minuman yang Harus Dihindari Jika Tak Ingin Terkena Kanker Payudara

Selain itu, akibat merebaknya varian delta yang sangat menular, banyak tenaga medis yang terinfeksi sehingga pelayanan pada pasien kanker payudara terganggu. Komunikasi antara dokter dan pasien juga mengalami kendala karena dilakukan secara daring melalui telemedicine.

“Ini tidak pernah bisa maksimal, karena tidak semua praktik atau profesi bisa dilakukan dengan telemedicine. Saat pemeriksaan perlu melihat langsung klinis pasien, meraba, memegang. Foto pun tidak bisa mewakili sepenuhnya, sehingga kesulitan. Kalau saya pribadi daripada salah diagnostik, lebih baik tunda dulu hingga kondisinya memungkinkan. Bila dipaksakan bisa membahayakan pasien,” papar dr. Walta.

Baca Juga: Apakah Memakai Bra Saat Tidur Berbahaya? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Selain itu covid-19 juga memperburuk kondisi pasien kanker.

Angka kematian orang normal akibat covid-19 di dunia sekitar 3-5%.

Jika pasien kanker terkena covid-19, angka kematiannya menjadi 26-28%.

Ini juga terjadi di RSK Dharmais dari Maret 2020-Februari 2021, di mana angka kematian pasien kanker yang terinfeksi covid-19 mencapai 22%.

Baca Juga: Waspada jika 3 Perubahan Ini Terjadi pada Payudara, Segera Cek ke Dokter

“Jalan keluarnya adalah vaksin. Berdasarkan temuan PERABOI, dari 200 pasien kanker yang divaksin, KIPI hanya ditemukan pada 2-3 orang, itu pun tidak berat,” ungkap dr. Walta.

Ning Anhar menambahkan, salah satu advokasi mendesak untuk pemerintah adalah segera mengeluarkan peraturan atau panduan vaksin untuk pasien kanker payudara dengan persayaratan tertentu.

“Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) menghimbau agar pemerintah bisa mengeluarkan rekomendasi yang pasti terkait vaksinasi pada pasien kanker. Ini juga upaya untuk menurunkan angka kematian pasien kanker payudara,” ujar Ning Anhar.

Baca Juga: Apakah Memakai Bra Saat Tidur Berbahaya? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Dr. Kardinah SpRad(K) dari  Indonesian Women Imaging Society (IWIS) juga mencatat sejumlah hasil dari SEABCS ke-5. Salah satu yang paling penting adalah kolaborasi dengan American Society Clinical Oncology (ASCO) untuk membuat standar tatalaksana pasien kanker payudara yang lebih multidisiplin di Indonesia.

Menurut dr. Kardinah, bentuk konkret kolaborasi ini berupa pertukaran narasumber atau training yang sesuai dengan program ASCO.

Selain itu pengembangan artificial intelegent (AI) dalam breast imaging,  diagnotsik, maupun skrining.

Baca Juga: Waspada jika 3 Perubahan Ini Terjadi pada Payudara, Segera Cek ke Dokter

 

 

“Dengan mengikutsertakan profesi, bisa menjadi perluasan wawasan sehingga dokter spesialis tidak terfokus pada satu bidangnya saja,” jelasnya.

Penanganan pasien kanker payudara stadium lanjut harus multidisiplin dengan mengedepankan komunikasi yang efektif antara pasien dan dokter.

“Saat ini paradigma pengobatan berubah, di mana pasien berhak mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya,” tuturnya.

Baca Juga: Inilah Beberapa Cara untuk Lakukan Pencegahan Dini Terhadap Kanker

Ketua YKPI Linda Agum Gumelar menekankan perlunya  rangkaian program yang berkesinambungan, dimulai dari kebijakan, pelaksanaan di tingkat Fasilitas Kesehatan Primer hingga Tersier dan tenaga profesi kedokteran agar upaya penurunan kanker payudara stadium lanjut dapat terlaksana dan memberikan hasil yang nyata.

"Kerjasama internasional, regional, dan tingkat nasional merupakan penguatan bersama untuk memerangi kanker payudara," tutur Linda.

PERABOI, menurut  dr. Walta, sangat mengapresiasi suksesnya acara SEABCS ke-5.

Baca Juga: Kenali 6 Bahaya Suntik Silikon Payudara, Pertimbangkan Matang-Matang!

Forum ini mampu mengumpulkan para ahli kanker payudara dari seluruh dunia dengan pengalaman panjang di bidangnya dari berbagai negara.

SEABCS 2021 diikuti oleh 1.248 peserta yang didominasi oleh penyintas kanker payudara dan pendamping, komunitas kanker payudara, dokter, serta tenaga medis dari berbagai negara.

SEABCS ke-6 akan diselenggarakan pada tahun 2022 di Pilipina.

Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.

Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)