NOVA.id - Angka stunting pada anak di Indonesia masih cukup tinggi.
Melansir dari laman Siap Nikah, situs resmi BKKBN untuk persiapan pernikahan, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr (HC), dr, Hasto Wardoyo, Sp. OG (K) menjelaskan mengenai apa itu stunting.
Dokter Hasto menjelaskan stunting bukanlah penyakit, melainkan suatu kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kurang gizi terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Seribu hari pertama kehidupan dimulai dari janin hingga anak berusia 2 tahun. Oleh karena itu, penting untuk memerhatikan kondisi kesehatan lahir dan batin sebelum seorang wanita menikah dengan pasangannya.
"Menentukan kapan punya anak, jumlah anak, dan jarak kelahirannya adalah hak dan tanggung jawab dari setiap calon pengantin (catin)."
"Selain itu, setiap catin juga berhak dapat informasi tentang pelayanan kesehatan, KB, dan pola asuh yang tepat. Hal ini untuk mencegah lahirnya anak stunting," ujar dr. Hasto.
Lebih lanjut lagi dokter Hasto menyebutkan kalau sebelum perempuan menikah harus mengetahui tentang gejala stunting.
Beberapa gejalanya ialah perkembangan otak yang tidak optimal pada anak, gangguan pada pertumbuhan fisik, dan metabolisme anak.
Kondisi stunting juga berisiko membuat anak lebih mudah sakit dan kurang produktif ketika dewasa nanti.
Dokter Hasto kemudian menjelaskan penampilan fisik anak stunting yang akan lebih pendek dibandingkan anak-anak seusianya.
Baca Juga: Ramai Disinggung Saat Debat Capres Terakhir, Ini Cara Mencegah Stunting Menurut Dokter Gizi
Selain itu, anak yang stunting umumnya mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak sehingga menjadi tidak optimal.
Kondisi tersebut pada akhirnya berdampak pada kemampuan berpikir anak dan prestasi belajar yang rendah.
Apa Penyebab Stunting Pada Anak?
Tak hanya itu, dr. Hasto juga menjelaskan hal yang menjadi penyebab kelahiran anak stunting.
"Banyak faktor yang menyebabkan stunting. Kekurangan gizi pada sebelum maupun saat kehamilan. Maksudnya, mulai dari catin wanita remaja yang kekurangan gizi, waktu menikah, dan hamil nanti berisiko mendapatkan anak stunting," ungkap dia.
Calon perempuan menikah yang kekurangan gizi akan berpengaruh kepada anak yang dikandung hingga berakibat stunting.
"Bila ibunya kurang gizi, bayi yang dikandung juga tidak dapat berkembang optimal sehingga berpengaruh juga pada perkembangan organ-organ penting si bayi. Hal ini berakibat lahirnya bayi stunting," ungkapnya.
Apabila selama kehamilan asupan gizi calon ibu memadai dan menerapkan perilaku hidup sehat, risiko kelahiran stunting akan semakin kecil.
Meski begitu, bayi yang lahir dalam kondisi sehat belum sepenuhnya aman dari stunting, lo.
Bayi yang tidak diberikan ASI Eksklusif, mengalami diare dan masalah kesehatan lainnya mungkin akan menyebabkan anak menjadi stunting.
Baca Juga: Cegah Stunting dan Wasting Sejak 1.000 Hari Pertama Kehidupan, Dokter Sarankan Beri Ini
Oleh karena itu, sebelum perempuan menikah penting untuk mengetahui status gizi dan cara merawat bayi dengan benar untuk menghindari risiko bayi stunting.
Status gizi yang buruk yang dialami calon ibu akan menjadi salah satu penyebab stunting yang penting untuk di ketahui sejak dini.
Sebagai informasi, baik atau tidaknya kondisi status gizi dapat diketahui melalui pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) dan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Apabila angka LILA calon pengantin di bawah standar yang diharapkan, maka disarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan guna mengetahui cara memperbaiki status LILA dan IMT.
Biasanya, tenaga kesehatan akan memberikan tips dan info terkait pola makan gizi seimbang dan kebiasaan kebiasaan yang baiknya dilakukan secara rutin.
Dijelaskan pula oleh tenaga kesehatan calon perempuan menikah seperti apa saja yang berisiko melahirkan anak stunting.
Mereka yang berisiko adalah pasangan merokok, melahirkan saat berusia terlalu muda, terlalu tua, serta perempuan dengan anemia.
Kondisi tubuh perempuan yang terlalu kurus juga berisiko tidak mampu mencukupi gizi bagi janin yang dikandungnya kelak, dan ukuran seseorang gemuk atau kurus ditentukan dari Indeks Massa Tubuh (IMT).
Pengukuran LILA dilakukan untuk mengetahui risiko Kurang Energi Kronik (KEK) atau kekurangan gizi berkepanjangan pada perempuan.
Hasto mengatakan hal yang tidak kalah penting dalam skrining dan pendampingan kepada Calon Pengantin/Calon PUS.
Penting membuat calon pengantin memahami dan menyadari tentang pencegahan stunting.
"Pada akhirnya kita semua mengharapkan setiap Calon Pengantin/Calon PUS mau melakukan upaya-upaya pencegahan stunting yang dilandasi pemahaman dan kesadaran," papar dia.
Oleh karena itu sebelum seorang perempuan menikah dengan pasangannya, penting untuk melakukan cek kesehatan sekaligus memeriksa status gizi di Puskesmas terdekat supaya bisa melahirkan generasi bebas stunting. (*)
Artikel ini telah tayang di Parapuan dengan judul Pentingnya Memahami Masalah Stunting Sebelum Perempuan Menikah