NOVA.id - Belum lama ini media sosial dihebohkan dengan potongan ceramah aktris Oki Setiana Dewi soal Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Pasalnya, Oki dinilai kurang berempati kepada korban KDRT. Dalam ceramahnya, Oki menceritakan seorang perempuan yang memilih diam saat mengalami KDRT, dan tindakan tersebut dianggap terpuji karena menutupi aib suami.
Hal ini menimbulkan kontroversi, karena faktanya banyak korban KDRT yang nyaris terancam keselamatannya karena diam, sehingga tidak bisa mendapatkan pertolongan.
Padahal tentu saja ketika korban KDRT menceritakan atau melaporkan apa yang dialaminya, tidak serta merta ia membuka aib keluarga.
Sebaliknya, dengan diam pun belum tentu baik, bisa jadi hal tersebut membahayakan nyawa korban karena terus menerus ditutupi.
Baca Juga: Harus Pintar Atur Emosi, Beda Bahasa Cinta dengan Pasangan, Bukan Akhir dari Segalanya
“Kita harus meredenifisi dulu soal aib ini. Kalau ketika bertengkar atau terjadi KDRT itu kita langsung umbar di media sosial, cerita di platform media sosial, mungkin bisa dikatakan aib. Tapi kalau kita cerita dengan orang terdekat yang membuat kita merasa aman, bisa membantu kita berpikir lebih jernih. Bukan menggumbar aib, tetapi dalam rangka mencari solusi daripermasalahan yang kita alami,” ujar psikolog klinis dewasa Keumala Nuranti, M.Psi., Psikolog, atau biasa yang disapa Lala, kepada NOVA.
Ya, korban KDRT tentunya mengalami guncangan emosi sehingga sering kali tidak bisa berpikir jernih, bahkan hanya bisa menangis usai mengalami kekerasan.
Sehingga wajar jika korban membutuhkan orang lain untuk menguatkan atau sekadar mendengarkannya bercerita.
Mirisnya, anggapan bahwa KDRT adalah aib yang harus ditutupi dari mata publik masih berlaku dimasyarakat, yang pada akhirnya menyulitkan penanganan kasus KDRT yang saat ini masih banyakterjadi kepada perempuan.
Baca Juga: 5 Tanda Pasangan Berpotensi Jadi Pelaku KDRT, Bisa Dikenali Sejak Pacaran
Evaluasi
Bila Anda mengalami KDRT, apa yang harus dilakukan? Pertama, kita dapat melakukan evaluasisudah berapa kali pasangan berperilaku kasar.
Misalnya baru pertama dilakukan, dan kemudian pasangan kita menyadari kesalahannya tersebut kemudian meminta maaf, maka boleh jadi memang ia kelepasan saat melakukan hal tersebut.
“Tapi kalau sudah dirasa berkalikali, sebaiknya Anda segera sadar, bahwa ini sudah warning, kok begini terus. Kalau masih terus berulang dilakukan berarti sudah saatnya kita ambil tindakan,” ujar Lala.
Meskipun dalam praktiknya, masih kata Lala, di lapangan banyak korban yang memungkiri dirinya mengalami kekerasan dan sulit menilai secara objektif dengan berbagai pemakluman.
Baca Juga: Pernah Selingkuh tapi Tidak Ketahuan, Perlukah Jujur pada Pasangan?
Seperti, mungkin pasangan khilaf atau kelepasan, sedang banyak kerjaan dan aslinya tidak begitu, dan sebagainya. Tapi, sesungguhnya kita sendiri yang tahu, kapan kita harus mengambil tindakan.
Bila Jadi Korban, Ini yang Perlu Dilakukan
- Beri tahu orang terdekat, yang sekiranya bisa menjadi tempat yang aman atau savety place untuk bisa menceritakan kondisi yang dialami.
Tentu bukan termasuk membuka aib, melainkan untuk meringankan beban yang Anda alami karena dimungkinkan orang terdekat dapat memberikan solusi.
Baca Juga: Bosan Terhadap Pasangan? Yuk, Cari Tahu Penyebab dan Cara Mengatasinya
- Lakukan pemeriksaan visum, segera setelah Anda mengalami kekerasan fisik.
- Lakukan upaya penyelamatan, khususnya jika KDRT yang dilakukan dirasa mulai membahayakan diri Anda dan anak.
- Laporkan kepada pihak berwajib, mulai dari Polres setempat atau Anda juga bisa melaporkannya ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak(P2TP2A). Melalui layanan pengaduan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak) di nomor telepon 129 atau nomor WhatsApp 08111129129.
Tips Menolong Teman yang Mengalami KDRT
1. Jadi tempat yang aman bagi korban untuk bercerita.
Baca Juga: Bahasa Cinta, Darius Sinathrya dan Donna Agnesia Pilih Lima-limanya
2. Jangan langsung terbawa emosi dan mengambil tindakan sendiri, karena dapat memperkeruh keadaan. Melainkan, bantu korban untuk menenangkan diri.
3. Berikan dukungan baik secara moril dan materil, sehingga korban dapat tetap kuat.
4. Bantu korban mencarikan tempat mengadu yang tepat, seperti psikolog atau pihak berwajib.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)