Ini menunjukan bahwa ada potensi luar biasa bagi perempuan untuk tumbuh dalam lanskap industri olahraga di masa depan, sehingga dapat menciptakan pasarnya sendiri, baik untuk brand maupun stakeholders lainnya.
Sayangnya beberapa cabang olahraga yang dilakukan perempuan masih menghadapi beberapa tantangan. Terutama cabang-cabang olahraga yang melibatkan benturan fisik, salah satunya sepak bola.
Perempuan dalam Sepak Bola
Sebagai salah satu olahraga terpopuler di dunia, sepak bola kerap dianggap sebagai olahraga yang maskulin karena membutuhkan kekuatan fisik untuk memainkannya.
Anggapan tersebut juga seringkali jadi membatasi pangsa pasar olahraga ini, khususnya untuk sepak bola putri yang cenderung kurang mendapat "airtime" di media karena dianggap kurang kompetitif.
Akibatnya, ketimpangan pendapatan yang didapat oleh atlet profesional perempuan dibandingkan dengan atlet laki-laki.
Padahal jika dilihat secara objektif, sepak bola perempuan tidak kalah "keras" dibanding sepak bola laki-laki.
Baca Juga: Blak-blakan, Kiky Saputri Ngaku Dimanfaatkan Keluarga: Cuma Dibutuhin Uangnya Doang
Menurut sebuah studi, perempuan memalsukan cedera, atau yang biasa kita kenal dengan diving, 50 persen lebih sedikit dari laki-laki; dan saat pemain sepak bola perempuan terjatuh ke tanah saat bertanding, mereka bangkit 30 detik lebih cepat daripada pemain laki-laki.
Mau bicara dari segi hasil? Sepak bola perempuan cenderung menghasilkan banyak gol di kompetisi dunia. Di gelaran Piala Dunia Wanita 2015 misalnya, kala pertandingan antara Tim Swedia melawan Tim Nigeria berakhir sama kuat 3-3.
Kedua tim saling berbalas gol hingga akhirnya pertandingan diakhiri secara dramatis oleh gol di menit-menit akhir dari Fransisca Ordega, striker Timnas Nigeria.
Jika kita melihat dari indikator lainnya, permainan sepak bola wanita level dunia juga kini telah berkembang pesat, seperti USWNT (Timnas Wanita Amerika Serikat) dan Barcelona yang menjadi tim paling populer.