Psikolog: Orang Flexing di Media Sosial untuk Tutupi Kesedihan

By Maria Ermilinda Hayon, Kamis, 10 November 2022 | 15:59 WIB
Ilustrasi perempuan menutupi kesedihan dengan konten flexing ()

NOVA.id - Semakin sering kita melihat konten flexing media sosial, kita bisa saja membombardir diri dengan beragam pertanyaan lainnya yang cenderung membandingkan diri.

Ujungnya, konten flexing di media sosial itu bisa bikin kita insecure.

Tapi, kalau dipikir-pikir untuk apa, ya, kita insecure melihat konten flexing yang menampilkan kehidupan lebih “wah”?

Kan lebih baik kita banyak-banyak bersyukur saja.

Kita harus sadar bahwa yang dibagikan di media sosial tidak selalu hal yang nyata atau sebenarnya.

Ya, mereka yang mengunggah kontenkonten flexing bisa saja hidup di dunia nyatanya tak sebahagia unggahannya.

Bahkan, Sri Wulandari, M.Sc., M.Psi., Psikolog., Psikolog dari PION Clinician mengatakan bahwa berdasarkan salah satu penelitian, orang-orang yang melakukan flexing di media sosial justru tidak memiliki banyak teman di kehidupan nyata, lho.

Penerimaan sosialnya berbeda terbalik di kehidupan nyata.

Menurut sebuah penelitian, di kehidupan nyata, orangorang cenderung memilih berteman dengan individu yang tidak flexing di media sosial.

Baca Juga: Fenomena Flexing Merajalela, Mampu Halalkan Segala Cara Demi Terlihat Kaya Raya

Dengan demikian, meski pelaku flexing mendapat pengakuan sosial di dunia maya, belum tentu mereka mendapatkan penerimaan sosial di kehidupan nyata.

“Kalau di sosial media, kan apa yang terlihat belum tentu adalah gambaran utuh dari keseluruhannya. Tapi kemudian kita malah merasa, ‘Ini lho standar sukses, standar bahagia ya seperti ini’ tanpa kita mempertimbangkan di belakang layar mungkin orang (pelaku flexing) tidak seperti itu,” jelas Wulan.