Pasal 129 berbunyi, “Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan, baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan, serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.”
Sementara itu, cerai gugat tertuang dalam Pasal 132 yang berbunyi, “Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.”
Dalam pasal ini, terdapat istilah penggugat yang dimaksudkan untuk menyebut istri yang mengajukan gugatan perceraian.
Sementara suami yang digugat disebut dengan pihak tergugat. Sebutan ini berbeda dengan proses cerai talak.
Dalam cerai talak, suami yang mengajukan permohonan cerai talak disebut dengan pemohon. Sedangkan, pihak istri disebut termohon.
Perbedaan antara cerai talak dan cerai gugat lainnya terletak pada saat akhir proses perceraian.
Dalam cerai gugat, perceraian dianggap telah terjadi terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Proses perceraian akan berakhir dengan diputuskannya perkara perceraian oleh hakim dalam sidang terbuka.
Hal ini berbeda dengan cerai talak.
Dalam cerai talak, setelah hakim menjatuhkan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, suami akan mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama yang dihadiri oleh istri atau kuasanya.
Jika suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo enam bulan sejak putusan pengadilan dijatuhkan, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur.
Baca Juga: Venna Melinda Mantap Ingin Cerai dari Ferry Irawan: Saya Ingin Hidup Tenang