NOVA.id – Nasib naas menimpa asisten rumah tangga (ART) atau pekerja rumah tangga (PRT) asal Banyuwangi.
Asisten rumah tangga bernama Nani (bukan nama sebenarnya) mengalami penyiksaan oleh majikannya di Malaysia.
Nani sendiri diketahui mengalami luka bakar di bagian punggung dan lengan akibat disetrika dan juga disiram air panas.
Selain itu, terlihat jelas bekas luka lama di beberapa bagian tubuh Nani. Rambutnya yang semula panjang pun digunting paksa dengan cara diseret ke kamar mandi. Jika dibandingkan foto Nani di paspor dan kondisinya sekarang, berat badan Nani diperkirakan turun sekitar 10 kg atau bahkan lebih.
Kedua mata Nani juga dikabarkan terlihat hitam lebam akibat pukulan majikan. Nani juga tak menerima gaji selama dia bekerja sejak Maret 2022.
PRT berusia 39 tahun ini pun kemudian menceritakan bagaimana kronologi saat dia mengalami penyiksaan hingga akhirnya mendapat pertolongan.
Nani mengungkapkan bahwa majikannya mulai melakukan penyiksaan sejak September 2022. Namun, dirinya tidak berdaya karena dilarang ke luar rumah dan tidak diperbolehkan memegang alat komunikasi.
Karena tidak tahan punggung dan lengannya disetrika, Nani berteriak sekuat tenaga hingga didengar oleh tetangganya. Teriakannya itulah yang mengakhiri penderitaan Nani setelah tetangga majikan melaporkan kepada kantor kepolisian setempat.
Polisi Resort Brickfield akhirnya berhasil mengamankan Nani pada 23 Maret 2023, dan kemudian membawa Nani ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Menurut kepolisian Brickfield, majikan perempuan telah ditahan.
Baca Juga: Kapan Cuaca Panas Esktrem di Indonesia Berakhir? Ini Puncaknya
Mengetahui penyiksaan dan eksploitasi terhadap pekerja rumah tangga Indonesia kembali terulang, Dubes Hermono menjenguk Nani di Rumah Sakit Kuala Lumpur (HKL) pada 30 April 2023 kemarin.
Hermono meminta pihak Kepolisian Malaysia agar turut menuntut majikan laki-laki yang membiarkan penyiksaan oleh istrinya.
Pasalnya, penyiksaan yang dilakukan terhadap Nani selalu dilakukan di depan majikan laki-laki dan anak-anaknya, akan tetapi mereka tak mencegah kebrutalan yang dilakukan majikan perempuan.
“Ini penting untuk memberi efek jera kepada majikan yang kejam. Tanpa penegakan hukum yang tegas, kekerasan dan eksploitasi terhadap PRT Indonesia akan terus terjadi”, tegas Hermono, dikutip dari siaran pers yang diterima NOVA.
Dikatakan Hermono, hampir setiap hari KBRI Kuala Lumpur menerima laporan terjadinya perlakuan tidak manusiawi terhadap PRT Indonesia, sementara hampir tidak pernah terdengar perlakuan serupa dialami oleh pekerja dari negara lain.
Shelter KBRI pun selalu penuh oleh PMI yang meminta pelindungan kepada KBRI. Sebagian besar kasus yang dialami adalah gaji tidak dibayar. Bahkan beberapa tidak dibayar gajinya lebih dari 10 tahun, padahal majikan mereka adalah orang berada.
Menurut Hermono, akar masalah terus berlanjutnya pelecehan terhadap hak-hak dan martabat PMI di Malaysia bisa jadi karena adanya semacam superiority complex (sikap merendahkan) sebagian orang Malaysia terhadap PMI dan rasa tidak takut atas konsekuensi hukum.
“Saya rasa ini harus menjadi perhatian serius keberlanjutan pengiriman PRT ke Malayasia”, tutur Hermono.
Baca Juga: Hari Buruh, Menilik Aturan Cuti Hamil dan Melahirkan pada UU Cipta Kerja
Pemberangkatan Nani sebagai PMI ke Malaysia terjadi saat Indonesia belum membuka pengiriman PMI ke Malaysia akibat Covid-19. Malaysia pun belum membuka masuknya pekerja asing.
“Ini artinya pemberangkatan Nani ke Malaysia adalah tidak resmi (non-prosedural) dan pemberangkatan non-prosedural ini masih terus terjadi hingga saat ini”, terang Hermono.
Hermono memastikan bahwa KBRI Kuala Lumpur akan memonitor secara ketat penanganan kasus ini oleh penegak hukum Malaysia, untuk memastikan bahwa majikan dijatuhi hukuman yang setimpal atas kekejaman yang dilakukannya. (*)