NOVA.id - Perceraian selalu diikuti dengan gugatan soal hak asuh anak hingga nafkah istri dan anak.
Sebagai perempuan, bagaimana cara kita bisa mendapatkan nafkah bagi diri kita dan anak sesuai hak kita?
Belakangan, kasus perceraian selebriti diwarnai dengan persoalan nafkah mantan istri dan anak.
Sebut saja, Inara Rusli yang menuntut nafkah bari dirinya sebesar Rp10 miliar dan Rp9 miliar untuk anak-anaknya.
Lantas bagaimana aturan besarnya nafkah yang harus diberikan suami saat perceraian?
Bagaimana hukumnya jika suami tidak memenuhi nafkah untuk mantan istri dan anak?
Melansir Justika, ada beberapa jenis nafkah istri yang wajib dipenuhi oleh suami ketika sudah bercerai, yaitu:
1) Nafkah iddah
Nafkah iddah adalah nafkah yang diberikan oleh suami kepada istri yang sedang dalam masa iddah setelah perceraian atau kematian suami.
Nafkah iddah ini berupa makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
2) Nafkah mut’ah
Baca Juga: Belajar dari Inge Anugrah, Berikut Tips Mengatur Keuangan Bagi Perempuan yang Baru Cerai
Nafkah mut’ah adalah nafkah yang diberikan oleh suami kepada istri setelah terjadi talak satu atau talak dua. Nafkah ini diberikan selama masa iddah.
3) Nafkah madhiyah
Nafkah madhiyah adalah nafkah terdahulu yang dilalaikan atau tidak dilaksanakan oleh suami kepada istri saat keduanya masih terikat perkawinan yang sah.
Nafkah ini dapat menjadi hutang suami jika tidak dibayarkan/ditunaikan oleh suami.
4. Nafkah anak
Ini adalah kewajiban memberikan nafkah kepada anak itu sampai usia baligh atau sampai menikah bagi anak perempuan.
Kemudian setelah itu, tidak ada tanggungan kewajiban nafkah atas bapak, kecuali jika anaknya sakit-sakitan.
Namun, jika anak memiliki harta sendiri, maka tidak ada kewajiban nafkah atas ayahnya.
Besar masing-masing nafkah
Pada dasarnya tidak ada patokan pasti mengenai besaran yang harus diberikan suami terkait masing-masing kewajiban nafkah tersebut.
Sebagian besar sumber menyebutkan bahwa jumlah nafkah yang harus diberikan akan ditentukan oleh hakim dengan menyesuaikan kemampuan mantan suami.
Baca Juga: Belum Selesai Masa Iddah, Inara Rusli Isyaratkan Tengah Didekati Seseorang
Namun, khusus untuk nafkah anak, biasanya menggunakan ukuran 1/3 dari penghasilan ayah setiap bulannya.
Misalnya jika penghasilan ayah sebesar Rp6 juta per bulan, maka besar nafkah anak yang harus diberikan adalah Rp2 juta setiap bulan.
Untuk mempermudah penggambaran besarn nafkah yang harus diberikan mantan suami setelah perceraian, kita akan mengutip putusan perceraian di Pengadilan Agama Tulungagung Nomor 778/Pdt.G/2017/PA.TA tanggal 13 Juli 2017 berikut ini:
"...terhadap permohonan cerai talak Pemohon tersebut, Termohon menyatakan tidak keberatan diceraikan Pemohon, apabila Pemohon tetap akan menceraikan Termohon maka Termohon selanjutnya menuntut agar Pemohon membayar kepada Termohon masing-masing berupa:
1. Nafkah Madhiyah selama 49 bulan setiap bulan sebesar Rp. 2.000.000,00 total senilai Rp. 98.000.000,00;
2. Mut’ah sebesar Rp. 500.000,00;
3. Nafkah Iddah sebesar Rp. 500.000,00 selam 3 bulan;
4. Nafkah Anak setelah perceraian sampai dengan anak berusia 21 tahun yang tiap bulannya 1/3 dari gaji Pemohon sekitar Rp. 30.000.000;..."
Selain nafkah anak, tidak ada ulasan lebih detail tentang penentuan jumlah dari masing-masing nafkah tersebut.
Namun, khusus untuk nafkah Madhiyah, terungkap bahwa sebelum proses perceraian berlangsung keduanya telah berpisah selama 3 tahun 7 bulan.
Dengan memperkirakan adanya waktu yang dihabiskan selama proses perceraian berlangsung, maka diduga penentuan angka 49 bulan diperoleh dari 39 bulan (berpisah sebelum proses perceraian) ditambah 10 bulan (proses perceraian).
Baca Juga: Cerai dari Desta, Natasha Rizky Enggan Kembali ke Dunia Hiburan
Bagaimana Jika Suami Tidak Bertanggung Jawab Atas Nafkah Istri Setelah Cerai?
Jika seseorang tidak mematuhi putusan pengadilan maka terkait hal ini Pasal 196 HIR menyebutkan bahwa:
“Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama Pasal 195, untuk menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan agar ia mematuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.”
Jadi berdasarkan hal tersebut, kita bisa mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan Negeri/ Ketua Pengadilan Agama tergantung hukum apa yang Anda gunakan saat bercerai.
Jika secara Islam dapat diajukan melalui Pengadilan Agama, dan selain Islam dapat diajukan melalui Pengadilan Negeri.
Hal tersebut agar Ketua Pengadilan Negeri atau Ketua Pengadilan Agama memanggil dan memperingatkan mantan suami agar memenuhi nafkah sesuai Putusan Perceraian paling lambat 8 (delapan) hari setelah diberi dipanggil atau diperingatkan.
Selanjutnya Pasal 197 HIR alinea ke-1 menyebutkan :
“Jika sudah lewat tempo yang ditentukan itu, dan yang dikalahkan belum juga memenuhi keputusan itu, atau ia jika dipanggil dengan patut, tidak datang menghadap, maka ketua oleh karena jabatannya memberi perintah dengan surat, supaya disita sekalian banyak barang-barang yang tidak tetap dan jika tidak ada, atau ternyata tidak cukup sekian banyak barang tetap kepunyaan orang yang dikalahkan itu sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu.”
Penyitaan akan dijalankan oleh panitera pengadilan negeri.
Yang artinya Sahabat NOVA bisa membuat gugatan apabila mantan suami tidak melaksanakan kewajibannya untuk memberikan nafkah setelah bercerai.
(*)