Di dalam beleid yang baru disahkan itu disebutkan berbagai persyaratan bagi dokter asing maupun dokter WNI yang diaspora dan mau kembali ke dalam negeri buat membuka praktik.
"Tenaga Kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri yang telah lulus proses evaluasi kompetensi dan akan melakukan praktik di Indonesia haru memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sementara dan Surat Izin Praktik (SIP)," demikian menurut Pasal 233 UU Kesehatan.
Persyaratan yang harus dikantongi mereka buat membuka praktik di dalam negeri adalah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sementara, Surat Izin Praktek (SIP), dan Syarat Minimal Praktek.
Akan tetapi, jika dokter diaspora dan dokter asing itu sudah lulus pendidikan spesialis maka mereka bisa dikecualikan dari persyaratan itu.
Aturan itu dinilai berbahaya karena dokter spesialis dapat beroperasi tanpa rekomendasi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Selama ini, dokter wajib mendapatkan rekomendasi dari IDI berupa STR sebelum mengajukan permohonan SIP ke Kementerian Kesehatan.
3.Peran organisasi profesi
Pasal dalam UU Kesehatan yang dipersoalkan adalah tentang posisi Konsil Kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
"Konsil kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri," demikian isi Pasal 239 ayat 2 UU Kesehatan.
Masih dilansir dari Kompas, Menurut IDI, pasal itu melemahkan organisasi profesi karena sebagian besar tugasnya akan diambil alih Kemenkes.
Sebab Konsil Kedokteran sebelumnya bersifat independen dan bertanggung jawab kepada presiden.
Baca Juga: Fitofarmaka Sudah Teruji Klinis, IDI dan Dexa Medica Gelar Seminar di 6 Kota