Tentu banyak cerita yang dialami Wiwi selama proses membesarkan puteranya. Thomas yang hiperaktif, sempat dipelototi seorang ibu karena terus-menerus menendang kursi di gereja. Ia juga pernah mengamuk di toko buku ketika tak diizinkan membeli buku balita yang berisi gambar binatang. "Dia paling suka binatang, terutama gajah karena lucu."
Kalau sudah begitu, di dalam mobil saat perjalanan pulang, Thomas diberi pemahaman bahwa perilakunya salah, "Kami lakukan metode role play. Kejadian itu diperankan ulang dari awal. Mana yang salah diberitahu dan diajari yang benar seperti apa. Misalnya jangan langsung frustrasi dan mengamuk, tapi bisa berargumentasi."
Ketika ditanya, Thomas mengaku belum mau ke toko buku lagi. Apa sebabnya? "Takut tergoda buku yang kekanak-kanakan. Thomas belum bisa mengendalikan diri kalau ke toko buku, Mama," ujar siswa kelas 10 ini.
Namun di balik semua itu, Thomas punya banyak potensi seni. Ia suka sekali dengan origami, melukis, dan bermain keyboard. Khusus untuk origami, Thomas mulai melakukannya ketika usia TK. "Dia asyik melipat-lipat kertas koran atau majalah untuk membuat figur binatang. Saking tekunnya, matanya sampai minus."
Jika dulu belajar dari buku, kini panduan Thomas adalah e-book yang ia unduh dari internet. "Mata Thomas bagai seorang arsitek. Contohnya, saat membuat figur harimau Sumatera dalam 240 step lipatan," papar Wiwi yang selalu menyediakan kertas untuk origami di rumah, maupun ketika mengajak Thomas bepergian.
Tak jarang, jika menurutnya lipatan tak sempurna, Thomas uring-uringan. Tapi hebatnya karya Thomas tak hanya dihargai oleh keluarga dan teman-temannya di sekolah. Ia pernah menerima order origami dalam bentuk gasing sebanyak 400 buah untuk sebuah acara. Agar tak bosan, Wiwi pun meminta Thomas mengajari ibu-ibu (sesama orangtua anak penyandang autisme). Ia juga mengajari Thomas arti berbagi yakni dengan menyumbangkan karya origami dalam perayaan Natal.
Untuk masa depan Thomas selanjutnya, Wiwi berencana mengarahkan Thomas ke bidang seni sambil meningkatkan keterampilannya sehari-hari. "Caranya dengan long distance course tentang desain. Saya mau mendorong orangtua lain agar memasukkan anaknya ke sekolah yang melatih kemandirian."
Wiwi juga berbagi tips jika mendapati anak didiagnosa autisme, "Lakukan terapi secepatnya dalam delapan tahun pertama di mana pertumbuhan otak sedang maksimal. Dan yang terpenting kompak dengan pasangan dari segi mental dan finansial," ujarnya sembari melirik Thomas yang tampak asyik melipat kertas.
Astudestra Ajengrastri, Ade Ryani HMK