TabloidNova.com - Gejala autisme sebetulnya bisa diminimalkan. Syaratnya, orangtua memahami kebutuhan anak penyandang autisme dan memberikan terapi yang tepat.
Anak-anak dengan ASD (autisme spectrum disorder) memiliki gejala seperti hiperaktivitas, hipoaktivitas, dan stimulasi sensoris. Misalnya, ada anak yang sedikit disentuh saja sudah sangat terganggu, ada yang terjatuh sampai berdarah-darah tapi tidak bereaksi kesakitan, dan sebagainya.
Baca: Autisme: Terapi Tak Tepat, Penanganan Jadi Lambat
Menurut Roslina Verauli, M.Psi., psikolog dari PacHealth@ThePlaza, Jakarta, umumnya anak-anak ASD bermasalah dengan aspek psikososial, emosi yang datar, dan interaksi dengan orang lain yang tidak berkembang. Mereka tidak tahu social convention atau aturan sosialnya seperti apa. Misalnya, tidak tahu bahwa kalau tidak pakai baju itu malu, tidak tahu orang sedang bercanda, tidak tahu kalau sedang dikerjain.
Tak mengherankan, ujar Vera, anak dengan ASD ringan (level 1), kelihatan seperti anak normal. Namun, anak-anak penyandang autisme ternyata rentan di-bully oleh teman-temannya, khususnya di sekolah.
"Concern kita ketika anak ASD remaja adalah masalah seksual, bullying, dan rentan melakukan pelanggaran di sekolah karena tidak tahu aturan," kata Vera. Soal seks misalnya, bagaimana cara mereka mengelola hasrat seksual. Kalau anak suka pornografi, maka dia akan selalu berkutat dengan pornografi, dan marah kalau diganggu.
Oleh karena itu, Vera menyarankan agar orangtua mengajarkan berulang kali tentang batasan apa itu malu. "Bahwa ada bagian tubuh orang yang tidak boleh dipegang, tubuhnya tidak boleh dipegang orang lain, dan sebagainya."
Hal ini bisa diajarkan melalui video secara berulang tentang sadis, kejam, tidak bagus, tidak oke, dan sebagainya. "Anak harus dilindungi dan jangan dikerjain. Semua level harus diawasi. Pahami teman-teman anak ketika dia mulai berangkat remaja," tegas Vera.
Hasto Prianggoro