Bisnis Unik Bernilai Tinggi dari Uang Kepeng, Perangkat dalam Upacara Adat Bali

By Dionysia Mayang, Kamis, 10 Agustus 2017 | 04:47 WIB
Bisnis Unik, Bernilai Tinggi dari Uang Kepeng (Dionysia Mayang)

Datang ke Bali belum lengkap apabila tidak berkunjung ke daerah Klungkung, yang terkenal memiliki corak lukisan kuno dan industri uang kepeng.

Uang kepeng ini biasa disebut Pis Bolong, dipergunakan sebagai perangkat dalam upacara adat Bali.

Melalui kreativitas masyarakat Kamasan, uang kepeng kini menjelma menjadi karya kerajinan bernilai tinggi.

NOVA.id – Keunikan uang kepeng telah menjadi incaran para kolektor barang antik, kondisi tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat Kamasan, Klungkung, Bali sebagai berkah dalam mencari rezeki, salah satunya adalah Komang Mulyani (41).

Perempuan kelahiran Klungkung ini mampu menghadirkan inovasi dan variasi desain produk berbahan uang kepeng.

Ia melihat peluang besar dari usaha kerajinan uang kepeng, karena baru ada satu pengusaha yaitu mantan bosnya.

Sebelum memulai usaha ini, Komang Mulyani dan suaminya, Komang Mertiyasa (46) bekerja di sebuah UKM yang membuat uang kepeng tak jauh dari rumah mereka di Semarapura, Klungkung, Bali, selama lima tahun.

(Baca juga : Gusriyani, Membatik Laba di Atas Kain Besurek)

Mulyani bertugas di galeri dan merangkai uang kepeng menjadi produk, sedangkan suaminya berperan mengecor logam untuk dijadikan uang kepeng.

Berbekal ilmu dan pengalaman pada saat menjadi karyawan, Mulyani dan suaminya memantapkan merintis usaha uang kepeng di rumah.

Tepatnya di Perumahan Carik Uma Lombok Desa Kamasan, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali.

Mulyani membuat desain uang kepeng yang berbeda dari yang sudah ada dan tidak disangka hasil produksinya mendapat sambutan baik di pasaran.

Guna mengimbangi permintaan pasar, Mulyani memanfaatkan fasilitas Kupedes BRI sebesar Rp35 juta, yang dipergunakan untuk menambah pembelian bahan baku dan mesin pembuat uang kepeng.

Sekali produksi Mulyani dapat menghasilkan 10.000 keping uang dan dalam sebulan, produksi dapat dilakukan hingga empat kali.

Setelah membuat uang kepeng dan merangkainya menjadi produk, ia dan suaminya menawarkannya dengan cara berkeliling dari satu pasar ke pasar di sekitar Klungkung, Gianyar, bahkan sampai Denpasar dengan menggunakan motor.

(Baca juga : Duh, Ternyata Bekerja di Rumah Bikin Karier Terhambat, Lho!)

Usaha yang Berbuah Manis

Produk yang dibuat oleh Mulyani sangat mengutamakan mutu produksi, sehingga awalnya para pedagang menganggap harga produk Mulyani terlalu mahal untuk dijual.

Namun Mulyani tidak menyerah meyakinkan para pedagang, sampai akhirnya ia berhasil membujuk pedagang untuk mau menjual produknya.

Dan ternyata konsumen sangat puas terhadap kualitas produknya.

Menurutnya sampai saat ini masih jarang yang menjual uang kepeng dalam bentuk rangkaian dan beragam model.

Gagasan desain kreatifnya diperolehnya melalui lingkungan sekitar, majalah, imajinasi, dan lainnya.

Mulyani mengaku pesanan yang berdatangan terus meningkat, terutama dari toko di pasar-pasar yang ia pasok.

Permasalahan yang muncul kemudian adalah pendistribusian produknya.

Ia dan suaminya mengalami kerepotan dalam mengangkut produk mereka untuk diantarkan berkeliling di beberapa pasar di wilayah Klungkung sampai ke Denpasar.

(Baca juga : Tenang, 8 Kebiasaan Nakal Balita ini Hanya Sebuah Fase)

Terkadang, mereka terpaksa untuk menyewa mobil.

Kalau membawa hanya sedikit, menurutnya keuntungan berdagang hanya habis untuk ongkos dan makan di jalan.

Usaha Mulyani mulai menapaki peningkatan setelah suatu hari datang pesanan sejumlah 100 ribu uang kepeng.

Selanjutnya, Mulyani terpikir untuk menambah jumlah pekerja serta mengajukan tambahan pinjaman ke BRI.

Kini, pegawainya telah berjumlah enam orang yang tak lain saudara dan tetangganya.

Lantaran pegawai yang merangkai uang semuanya perempuan, pekerjaan ini bisa dilakukan di rumah sambil mengasuh anak.

Proses pekerjaannya sendiri cukup memakan waktu.

Ada yang dirangkai menjadi perlengkapan ibadah di pura, ada yang dibuat gantungan kunci, patung penari, dan lain sebagainya.

(Baca juga : Takut Disengat Tawon? Lakukan 6 Hal Ini Agar Terhindar

Kalau sedang tidak ada pesanan khusus, dalam sebulan Mulyani mampu memproduksi uang kepeng sekitar 80.000 keping.

 “Kalau sedang ada pesanan, seminggu bisa tiga kali produksi."

"Kadang, dalam sebulan harus selesai 200.000 keping,” ujarnya bersemangat.

Dalam seminggu, ia dapat menjual 20 buah perlengkapan ibadah yang terdiri dari dua bingkai dan 20 perlengkapan ibadah berbentuk segitiga, belum lagi bentuk lain.

Semenjak usahanya menuai kesuksesan, masyarakat yang tinggal di sekitarnya mulai mengikuti jejaknya membuat uang kepeng, walaupun tak semua bisa bertahan.

Mau tak mau, keunggulan kualitas harus tetap ia pertahankan.

Di pasar, menurutnya, banyak uang kepeng yang terbuat dari seng.

Namun, Mulyani tidak mau menurunkan kualitas, agar pembeli tetap senang.

(Baca juga : Ternyata Ini Manfaat Kulit Telur, Bisa Usir Serangga Mengganggu Ini)

Hidup Lebih Sejahtera

Untuk mendapatkan modal, sejak awal Mulyani memilih pinjaman dari Bank BRI, yang menjadi bank terpercaya bagi keluarganya, terutama orangtua Mulyani.

Ia berusaha selalu disiplin membayar cicilan, sehingga ketika penjualan produknya semakin bagus, ia tak kesulitan menambah jumlah pinjaman sebagai modal usaha.

“Saya bersyukur ada Bank BRI. Saya jadi bisa mendapatkan tambahan modal dan membangun rumah, yang penting nyaman untuk tidur. Dulu, rumah saya ini sawah,” paparnya sambil tersenyum.

Saat ini Mulyani melayani pesanan dari 15 toko dari berbagai pasar di Bali.

Belum lagi, pesanan perseorangan dari berbagai daerah di Bali, bahkan dari Sumatera dan Sulawesi.

Pernah pula, ia menerima pesanan patung penari Bali setinggi satu meter.

Uang kepengnya sendiri dijual dalam satu ikatan panjang berisi 1.000 keping, hampir Rp1 juta harganya.

Sekarang Mulyani dan suaminya tak hanya bisa mendirikan hunian yang layak bagi kedua anaknya, sekaligus membiayai masa depan pendidikan mereka.

Mulyani juga dapat menghidupi orang lain.

Ke depannya ia berkeinginan agar produknya lebih dikenal oleh masyarakat secara luas.(*)

(Hasuna Daylailatu)