15 Tahun Jadi "Perempuan", Silvia Putri Ternyata Laki-laki

By nova.id, Kamis, 5 Maret 2015 | 01:48 WIB
15 Tahun Jadi Perempuan Silvia Putri Ternyata Laki laki (nova.id)

15 Tahun Jadi Perempuan Silvia Putri Ternyata Laki laki (nova.id)
15 Tahun Jadi Perempuan Silvia Putri Ternyata Laki laki (nova.id)

"Para saudara dan kerabat yang selama ini mengasuh Silvia pun bahagia setelah mengetahui jenis kelamin Sylvia yang sebenarnya.(Foto: Gandhi / NOVA) "

Di pelataran rumah, remaja berpostur semampai itu lincah memainkan bola. Gerakannya cekatan, dribling-nya oke. Tapi, kali ini dia tak bisa terlalu bersemangat menggocek si kulit bundar, seperti yang biasa ia lakukan bersama teman-temannya di lapangan desa.

"Saya belum berani gerak berlebih, soalnya jahitannya masih belum sembuh," kata Silvia, yang kini mengubah namanya menjadi Rahmat Nur Hidayat, ketika ditemui NOVA di rumahnya di Desa Grudo, Ngawi (Jatim), Selasa (27/1).

Yang dimaksud Rahmat dengan "jahitannya belum sembuh" adalah jahitan di bagian organ genitalnya. Ya, pekan sebelumnya, Rahmat harus menjalani operasi penyempurnaan bentuk kelamin. Selama ini, siswa kelas 8 SMPN 3 Ngawi, Jawa Timur, itu dikenal sebagai anak perempuan. Belakangan diketahui bahwa Silvia sebenarnya lelaki tulen.

"Selama ini kami tidak tahu kalau dia sebenarnya lelaki, makanya begitu tahu ia laki-laki, namanya kami ubah jadi Rahmat Nur Hidayat," kata Paini (38), Sang Ibunda yang mendampingi Rahmat.

Nama PerempuanJalan hidup remaja 15 tahun ini memang unik. Ketika lahir, bidan yang membantu kelahirannya menyebut ia berjenis kelamin perempuan. Nama yang diberikan kedua orangtuanya pun cantik, Silviana Putri Damayanti. Tak ada yang menyadari jika sejatinya Silvia adalah lelaki tulen. Akibatnya, 15 tahun lamanya dia harus menyandang predikat sebagai seorang perempuan dan berperilaku sebagai perempuan.

Paini mengisahkan, awalnya tidak ada yang meragukan jenis kelamin Silvia. Tak terbersit sedikit pun keraguan di benak Paini soal jenis kelamin sang anak.

"Lagipula, Silvi juga tumbuh normal layaknya anak perempuan, termasuk organ genitalnya," tambahnya. Kelahiran anak pertamanya itu disambut dengan penuh sukacita. "Bahagia sekali, namanya juga anak pertama," lanjutnya. Tapi, karena lahir prematur, berat badan Silvia kecil hanya 2,4 kilogram dan harus ditempatkan di inkubator selama tiga hari.

Sejak kecil, Paini maupun keluarga besarnya juga memperlakukan Silvia seperti anak perempuan pada umumnya. Misalnya, dikenakan pakaian perempuan, mainan yang diberikan biasanya boneka atau peralatan memasak, dan sebagainya. "Ya seperti ibu-ibu lainnya yang punya anak perempuanlah," cerita Paini.

Perilaku BerubahNamun, semuanya mulai berubah saat Silvia duduk di kelas 5 SD. Saat itu, ia mulai enggan berbaur dan bermain dengan teman perempuan sebayanya. Ia mulai suka bergaul dengan teman-teman lelaki dan meminta rambutnya dipotong pendek. "Ia juga tidak lagi gemar bermain boneka, tapi lebih suka bermain sepakbola di lapangan desa," tambah Paini.

Bahkan, "Kalau naik sepeda, setelah sepeda dikayuh kencang, kedua kakinya dinaikkan ke atas kemudi sepeda sambil bergaya-gaya," cerita Paini yang bekerja di Surabaya, sementara Silvia tinggal dengan sang nenek dan saudara-saudaranya yang lain.

Perubahan sikap Silvia memang cukup mencolok. Ia hampir-hampir tak mau lagi berteman dengan anak perempuan, meskipun itu teman sekelasnya. Suatu ketika, seorang teman perempuannya datang ke rumah untuk meminjam sesuatu. Bukannya menemui, Silvia justru acuh dan tak mau keluar. "Ibu saja yang nemuin, aku enggak mau," katanya dengan wajah sengit.

Tak hanya kepada orang lain, kepada saudara perempuannya pun Silvia enggan mendekat. "Pokoknya, dia tidak suka bergaul sama anak perempuan," kata Paini yang makin hari makin gelisah melihat perubahan perilaku anaknya. "Tapi, saya tidak bisa berbuat banyak. Saya tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi," katanya.

Paini sebenarnya juga pernah berusaha mendekati Silvia, tetapi Silvia sepertinya sudah menduga isi pikiran Sang Ibu. "Keburu ketahuan. Jadi, belum sempat saya tanya, baru mendekat, dia sudah pergi. Saya bingung dan repot," imbuh Paini.

Kabar Dari GuruSekitar bulan Agustus tahun 2014, pertanyaan yang menggelayuti benak Paini terjawab. Saat itu, Widodo, seorang perawat dari Puskesmas pembantu, mendatangi rumahnya atas saran kepala sekolah di mana Silvia menuntut ilmu. Ternyata, kata Paini, Pak Muner, Sang Kepala Sekolah, sudah lama mencium adanya keganjilan pada diri Silvia.

"Kami semua terkejut ketika dijelaskan bahwa Silvia sejatinya adalah seorang lelaki. Tapi, kami juga bahagia, sebab selama ini perangai dia memang lelaki," tambah Paini yang didampingi ibunya serta kerabat lain.

Ia makin bersyukur setelah dr. Aji Rahmad, Sp.BA dari RSUD Ngawi menjelaskan hal yang sama. Silvia pun kemudian menjalani operasi. Setelah operasi, Paini mengubah nama anaknya menjadi Rahmat Nur Hidayat. Paini juga bersyukur karena tak perlu mengeluarkan uang untuk biaya operasi. Semuanya ditanggung BPJS dan simpati banyak orang.

"Saya juga berniat mengurus surat untuk mengubah status Rahmat ke pengadilan," katanya. Surat dari pengadilan tersebut sangat penting sebagai dasar untuk mengubah surat-surat lain, terutama ijazah TK sampai SD yang selama ini tercatat atas nama Silvia.

Sejak Awal Jadi PerhatianSalah seorang yang berjasa dalam kehidupan Rahmat adalah Mochamad D. Muner, Kepala Sekolah SMPN III Ngawi. Muner adalah orang yang pertama kali membantu Rahmat sampai dilakukan tindakan medis.

Muner mengaku sangat lega setelah siswanya menjalani operasi. "Saya juga berterima kasih pada sekolah serta tenaga medis," kata Muner di kantornya, Selasa (27/1) lalu.

 Pria yang baru delapan bulan menjabat sebagai Kepala Sekolah SMPN 3 ini lalu berkisah betapa Silvia mulai menarik perhatiannya sejak ia menjabat sebagai Kepala Sekolah. "Saya lihat dia itu anak perempuan tapi tomboi dan sangat lincah. Kebetulan, saya guru olahraganya," cerita Muner.

Karena kelincahan Sivia, Muner bahkan pernah menawarkan untuk mengikutsertakan Silvia ke pertandingan pencak silat. Dan ternyata Silvia pun mengaku siap. "Saya waktu itu sudah berniat melatih kemudian mengikutsertakan dia," lanjutnya.

Akan tetapi, sebelum rencana itu terwujud, bulan Agustus 2014 Muner mendengar selentingan dari siswa lain yang mengatakan bahwa Silvia memiliki kelamin ganda. Tentu saja informasi itu mengagetkan.

 "Pikiran saya tidak karu-karuan. Terus bagaimana masa depan Silvia kalau seperti itu? Apalagi latar belakang ekonomi keluarganya, kan, sangat sederhana. Yang saya khawatirkan, bagaimana kalau dia sudah besar kemudian terpengaruh kehidupan orang yang orientasi seksualnya tidak jelas. Bisa hancur masa depannya," cerita Muner yang kemudian menunjuk Hartatik, seorang guru di SMP 3 Ngawi untuk berkoordinasi dengan petugas kesehatan.

Pada saat itu, Muner masih menutup rapat-rapat hal tersebut dari Silvia. "Baru setelah dokter siap, petugas datang ke sekolah menjemput Silvia dan dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan awal," terang Muner.

Hati Muner sangat lega setelah hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa Silvia berjenis kelamin lelaki dan bisa dilakukan operasi penyempurnaan. "Saya tidak bisa membayangkan seandainya tidak bisa dioperasi, terus bagaimana nasib siswa saya ini?" imbuh Muner.

Usai operasi, Muner bersama guru-guru langsung menjenguk Rahmat di rumahnya. Dari raut wajah Sang Siswa, Muner yakin Rahmat berbahagia dengan status barunya tersebut. "Tapi selama luka operasinya belum sembuh, saya sarankan sebaiknya dia tetap pakai rok saja ke sekolah supaya tidak menyulitkan," kata Muner dengan wajah bahagia.

Jadi Pemain BolaRaut bahagia juga jelas terpancar dari wajah Rahmat. Ia mengaku sudah terbebas dari beban yang selama ini menghimpit dan terpaksa ia pendam sendirian. Selama ini, Rahmat mengaku sebenarnya menyadari kalau sejatinya ia adalah seorang lelaki. Namun, dia tak mampu menyampaikan kepada siapapun, termasuk orangtuanya karena beban psikologis.

"Sekarang saya sudah senang setelah operasi," kata remaja berkulit hitam manis tersebut.

Selama ini, lanjut Rahmat, meski di sekolah dia mengenakan rok panjang layaknya siswa perempuan, dia mengaku tak suka bergaul dengan teman perempuan.

"Saya gemarnya main sepakbola sama teman laki-laki," ujar penggemar grup Slank dan Endank Soekamti yang juga penggemar berat sepakbola ini. "Kalau besar pengin jadi pemain bola saja," kata Rahmat yang mengidolakan Fernando Torres, striker Atletico Madrid, serta klub Chelsea asal London.

Gandhi Wasono M.