Monica Harijati Hariboentoro, Tinggalkan Karier Demi Kerajinan Clay

By nova.id, Kamis, 25 September 2008 | 01:25 WIB
Monica Harijati Hariboentoro Tinggalkan Karier Demi Kerajinan Clay (nova.id)

Monica Harijati Hariboentoro Tinggalkan Karier Demi Kerajinan Clay (nova.id)

"monica "

Sejak kapan menekuni kerajinan clay? Kalau mulai sukanya sih, memang sejak kecil, tepatnya ketika saya masih duduk di bangku SMP. Tapi kalau mulai memproduksi secara massal untuk diperdagangkan, saya rintis sekitar tahun 1996 lalu.

Apa yang membuat Anda tertarik dengan clay? Enggak tahu, ya, yang pasti saya suka sekali. Saya ingat, ketika masih anak-anak, tahun 70-an, saya rela menyisihkan uang saku hanya untuk membeli clay. Clay itu saya bentuk jadi berbagai boneka mini. Semakin kecil saya bisa membuat boneka, semakin lucu dan menarik.

Pertama kali belajar, dengan siapa dan bagaimana? Waktu itu saya masih SMP. Saya punya teman yang punya toko kerajinan di daerah Pertokoan Wijaya, Surabaya. Karena kaya, dia bisa mendatangkan guru pembuat kerajinan dari Jepang. Bukan cuma clay, tapi berbagai kerajinan tangan.

Karena begitu inginnya menambah pengetahuan soal clay, saya rela lho, menjadi penjaga tokonya sepulang sekolah. Sebagian gaji dari jaga toko itu dipotong untuk biaya belajar dengan orang Jepang tersebut.

Apakah masa itu clay sudah banyak dijual di Indonesia? Nah, itu persoalannya. Waktu itu, clay harganya mahal, karena masih impor dari Jepang dan hanya tersedia di toko-toko tertentu. Tapi namanya sudah keburu senang, jadi tetap saya bela-belain beli, meski harus menyisihkan uang jajan dan sisa gaji jaga toko. Waktu itu masih belum terbayang kalau kelak akan saya produksi massal seperti sekarang ini.

Lalu, bagaimana ceritanya sampai bisa jadi mata pencarian? Hobi clay ini terus terbawa sampai remaja dan dewasa. Begitu sukanya, tahun 1995, setelah lulus dari teknik arsitektur, saya sempat belajar tentang kerjinan berbahan clay di Singapura. Biayanya lumayan mahal, sebab dihitung per jam.