Waduh, Kok Masih Ngempeng!

By nova.id, Jumat, 26 Agustus 2011 | 23:36 WIB
Waduh Kok Masih Ngempeng (nova.id)

Ngempeng bukan hanya perkara mengisap jari atau jempol. Kebiasaan memegang telinga, memilin-milin rambut, ujung baju orang terdekat (biasanya ibu), selimut, guling semasa bayi, boneka, dan lainnya juga termasuk ngempeng. Perilaku ngempeng muncul semenjak bayi dan mencapai puncaknya di usia 2 tahun.

Biasanya ngempeng dilakukan menjelang anak tidur karena dengan mengempeng, ia merasa nyaman dan mudah terlelap. Wajar saja sih, tapi akan merepotkan kalau harus dilakukan tanpa mengenal situasi. Misal, saat berkunjung ke rumah saudara, tiba-tiba anak menjadi rewel dan memegangi telinga atau ujung baju ibunya. Atau, tak bisa tidur bila tidak membawa selimut atau gulingnya yang sudah dekil. Tentu saja, bila perilaku ngempeng dirasa sudah berlebihan dan tidak pada tempatnya, Anda harus mencari tahu penyebabnya.

Apalagi bila sampai usia prasekolah masih ngempeng, berarti tak ada rasa aman dan nyaman pada diri anak. Mengapa demikian? Biasanya saat anak merasakan ketidaknyamanan, contohnya menghadapi situasi baru tanpa rasa percaya diri, merasa takut, sedih dan sebagainya. Ia membutuhkan selimut bututnya atau bantal dekilnya yang dapat bertindak sebagai penurun kecemasannya. Perilaku ini membantu mempermudah anak untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru.

SUMBER NGEMPENG

Kebiasaan mengempeng atau mengisap jari muncul pada fase oral. Fase dimana anak mendapat kepuasan dengan sensasi pada mulutnya. Fase ini berlangsung sejak anak lahir hingga berusia 18 bulan. Aktivitas pada fase oral adalah makan, mengedot, mengempeng dan mengisap jari. Pada sebagian anak, aktivitas tersebut berhubungan dengan kemampuannya mendapatkan kenyamanan.

Ketika orangtua memberikan empeng, dot, atau membiarkan anak mengisap jarinya untuk menenangkan diri tanpa mau tahu penyebabnya, berarti orangtua secara tidak langsung memberi penguatan pada perilaku ini hingga berkembang menjadi kebiasaan sampai di usia prasekolah. Padahal kerewelan anak dapat disebabkan berbagai faktor. Bisa karena kesepian, ingin diajak main, kepanasan, kedinginan, lapar, tidak nyaman karena popoknya basah atau merasa tidak aman.

Bisa jadi juga, awalnya ketika si prasekolah diminta untuk tidur sendiri atau supaya nyenyak tidurnya, orangtua memberikan benda tertentu sebagai teman. Akhirnya anak jadi terbiasa, dan merasa tak nyaman bila tidur tanpa didampingi benda kesayangannya itu.

Sebab lain adalah dominasi emosi negatif. Bila anak lebih banyak mengalami emosi negatif atau yang kurang baik dan hanya sedikit sekali mengalami emosi yang menyenangkan, akan memunculkan rasa gelisah dan kurang aman sehingga dapat mendorong anak menjadi bergantung atau terikat secara emosional dengan mainan atau benda-benda lainnya.

Nah, setelah mengetahui penyebabnya, tentu penyebabnya ini harus diatasi. Karena kalau tidak, anak tetap tidak akan merasa aman dan nyaman, sehingga perilaku ngempeng-nya pun tak berakhir. Jadi, seiring dengan mengatasi penyebabnya, orangtua juga berusaha mengu-bah perilaku ngempeng tersebut. Namun jangan berharap anak akan segera berubah, karena hal ini membutuhkan waktu, tak bisa dilakukan dalam sekejap.

TIP & TRIK MENGATASI

* Tumbuhkan rasa percaya diri anak

Inilah yang pertama kali harus dilakukan orangtua, dan semestinya sudah dilakukan semenjak usia batita melalui aktivitas sehari-hari di rumah. Yakni dengan cara memberikan kesempatan pada anak untuk makan sendiri, memilih sendiri baju atau sepatu yang akan digunakan untuk bepergian, dan lain-lain. Bila telah tumbuh rasa percaya dirinya, maka dapat meningkatkan kemandirian anak. Selanjutnya, seiring dengan semakin kuatnya kemandirian, maka akan mudah bagi si prasekolah untuk menghilangkan kebiasaan ngempeng-nya.

* Berikan pengertian yang masuk akal

Sampaikan dampak yang ditimbulkan bila anak tetap mengempeng. Contoh, kerap mengemut jari tangan akan membuat jemarinya keriput dan kukunya jelek, juga bisa memengaruhi bentuk rahang mulutnya. Perlihatkan gambarnya atau bila perlu ajak anak melihat langsung orang yang rahang mulutnya maju alias bergigi tonggos.

* Tidak memaksa

Menghilangkan suatu kebiasaan membutuhkan waktu, apalagi bila kebiasaan itu sudah berlangsung bertahun-tahun. Jadi perlu dilakukan secara bertahap, tunggu saat (timing) yang tepat, dan ajarkan serta dorong agar dia mau mencoba melepaskan benda yang jadi empengnya itu. Sikap yang tidak memaksa tetapi mengajak untuk bekerja sama lebih bisa diterima oleh anak.

* Lakukan negosiasi

Misal, ia tidak boleh membawa boneka dekilnya ke rumah Eyang, sebagai gantinya dia boleh memilih tempat rekreasi yang disukainya di rumah Eyang. Bantulah anak untuk menyusun alternatif kegiatan yang dapat dilakukan bersama saudaranya di rumah Eyang dan pastikan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut cukup menyita waktu anak sehingga anak dapat melupakan boneka kesayangannya.

* Tawarkan benda pengganti

Khusus untuk "empeng" selimut/guling/boneka, bujuk anak untuk mengganti "empeng"nya itu dengan mainan/benda lain yang juga menjadi kesayangan anak. Atau, sesekali katakan bahwa selimut/boneka/gulingnya belum kering dan tanyakan kira-kira benda pengganti lain yang mau dia pilih untuk dibawa menemaninya tidur. Strategi ini diterapkan agar ada fleksibilitas pada anak, sehingga ia tak terpaku pada satu benda saja.

* Yakinkan anak bahwa ia mampu melakukannya

Katakan, misal, "Ibu tahu Adek sangat sayang pada si selimut, tapi boneka Pooh ini juga ingin bergiliran tidur dengan Adek. Ayo, kita ajak si Pooh. Pasti Adek juga bisa tidur bersama si Pooh." Atau, "Ibu tahu Adek sangat sayang pada si guling, tapi sayangnya cukup malam hari kalau mau tidur saja, jangan dibawa ke mana-mana. Kita coba, ya, pasti Adek bisa." Ajaklah dia bekerja sama untuk menata selimut/guling/boneka itu di tempat tidurnya setiap bangun tidur pagi agar benda itu tak usah dibawa ke mana-mana.

* Alihkan perhatian anak

Ajak anak bercerita dengan menggunakan jari-jemarinya sehingga ia tak sempat lagi untuk mengisap jari maupun menggunakannya untuk memegangi selimut/boneka/gulingnya maupun memilin-milin rambut/kuping ibu. Atau, sambil orangtua memainkan jari-jemarinya, alihkan perhatiannya dengan membacakan buku cerita atau mendengarkan musik pengantar tidur yang lembut. Bila perhatiannya sudah teralihkan, tarik perlahan tangan Anda. Lakukan hal yang sama keesokan harinya hingga si anak terbiasa dengan rutinitas barunya. Saat memasuki situasi baru, alihkan perhatian anak dengan mengajaknya melakukan aktivitas yang menyenangkan, semisal bermain bola, petak umpet, dan lain-lain. Sehingga perasaan tak nyaman hilang tergantikan dengan suasana riang bermain, dan ia pun lupa pada "empeng"nya.

* Ajak menginap tanpa "empeng"

Saat anak sudah cukup siap tidur tanpa benda kesayangannya, lakukan perjalanan yang membuatnya tidur di tempat lain. Tinggalkan benda kesayangannya itu di rumah. Jangan panik bila anak menangis saat menjelang tidur karena benda kesayangannya tak ada. Tangani dengan tenang dan katakan serta buktikan bahwa ibu atau ayahnya siap menemani dia sambil bercerita atau memainkan boneka tangan/jari jemari.

* Beri penghargaan

Sebaiknya anak diberi tanggung jawab untuk mencoba mengontrol tindakannya, antara lain dengan memintanya menandai pada kalender, kapan dia bisa melepas jari/benda kesayangannya itu. Sebagai penghargaan atas usahanya, di akhir minggu boleh memberikan hadiah kecil kesukaan anak agar ia semakin termotivasi untuk menghentikan kebiasaannya mengempeng.

* Bersikaplah konsisten

Bila si prasekolah telah bersedia menghentikan kebiasaan ngempengnya, jangan sampai ia "mencuri" kesempatan untuk melakukannya lagi. Biasanya, ketika sedang lelah, orangtua "malas" untuk mengalihkan perhatian anak dari "empeng"nya, lantas membiarkan si kecil mengempeng. Ingatlah, ketidakkonsistenan hanya akan membuat si kecil bingung, dan pada akhirnya target untuk menghentikan kebiasaan mengempeng malah tak akan tercapai.

BERDAMPAK PADA KONSEP DIRI

Ngempeng bisa menyebabkan serangkaian dampak kesehatan, terutama untuk yang mengemut jari. Di antaranya adalah mengganggu pertumbuhan gigi, mulut dan rahang, serta diare karena empeng atau jari yang tidak steril. Terlepas dari semua itu, ada juga beberapa orang tua yang merasakan manfaat positifnya, yakni membantu anak yang rewel untuk tenang.

Jika pada usia lebih dari 2 tahun anak belum dapat menghentikan kebiasaan ngempeng atau mengisap jarinya, akan berdampak pada perkembangan konsep diri anak. Ketika anak mulai bersosialisasi dengan lingkungan di luar rumah, anak akan menjadi bahan ejekan teman-temannya. Perlakuan semacam ini secara terus-menerus akan membuat anak rendah diri, dan pada tingkat yang lebih ekstrem anak akan menarik diri dari pergaulan.

Utami