"Tak ada yang harus dipersaingkan karena rumah tangga memang bukan arena bersaing," kata Ieda. Sampaikan dengan hati-hati agar tak terkesan "menuduh" hingga membuatnya tersinggung. Lagi pula, tak ada keharusan untuk memberi kepada mertua. "Kalau Anda tak bisa memberi apa-apa, hanya datang silaturahmi juga enggak apa-apa, kok. Bukankah yang terpenting ikatan persaudaraan?"
6. TIPE MERTUA PILIH KASIH
Jika suami kita merupakan anak kesayangan, hampir bisa dipastikan, kita pun ikut "ketiban" kasih sayang ibunya. Kita akan diperlakukan istimewa sebagaimana si ibu memperlakukan anak lelakinya. Tapi kalau suami kita bukan anak "emas" ibunya, bersiap-siaplah untuk juga "dimantutirikan". Menurut Ieda, yang bisa menetralisir sikap pilih kasih mertua sebetulnya anak atau si menantu kesayangan.
Nah, bila Anda si menantu kesayangan, sampaikan dengan nada santai, misalnya, "Ibu, kalau saya yang datang, kok, jadi repot banget. Sementara kalau si adik atau kakak anu, kok, tidak. Jangan gitu, dong, Bu. Mereka, kan, sama-sama anak Ibu juga."
Tunjukkan Anda tak mau diperlakukan istimewa ataupun ikut-ikutan membanding-bandingkan. Pokoknya, jangan biarkan pangkat dan harta ikut masuk dalam urusan keluarga, yang ada hanyalah status kita sama-sama sebagai anak. Bila keadaan kurang menyenangkan ini tak mungkin lagi diubah atau diperbaiki sementara kita adalah menantu yang di"tiri"kan, saran Ieda, terimalah keadaan itu dengan besar hati.
"Tak perlu sakit hati atau tersisih. Jika kedatangan Anda cuma jadi 'pengganjal' pintu depan, ya, sudahlah, tak perlu berakrab-akrab di dalam. Tak usah Anda permasalahkan bila memang demikian keinginan mertua." Jangan lupa, amati di mana posisi kita di mata mertua.
"Jadi, kalau kehadiran Anda dianggap mengganggu, Anda pun boleh memilih tak pergi ke rumah mertua daripada datang hanya untuk menambah sakit hati." Tapi jangan pernah melarang suami untuk mengunjungi ibunya. "Anda harus memberi kesempatan pada suami dan ibunya untuk tetap menjalin hubungan ibu-anak, karena hubungan semacam ini tak bisa tergantikan dan bersifat abadi," terang Ieda.
Adakalanya mertua model ini juga mata duitan. Sekalipun kita bukan menantu kesayangannya, tapi kalau kita kerap memberinya uang, mengajaknya jalan-jalan ke tempat-tempat yang ia suka, menghadiahinya dengan barang-barang mewah, dan sebagainya yang berkaitan dengan uang, biasanya ia akan baik sekali sama kita. Tapi sekali saja kita tak melimpahinya dengan uang, ia kembali pada sikapnya semula, "memantutirikan" kita.
Tapi ada juga, lo, yang nggak mempan "disogok". Bila demikian, tak sedikit menantu yang akhirnya selalu "bernyanyi", "Huh, Ibu, sih, kalau dari saya berapapun banyaknya nggak pernah akan ada cerita. Tapi kalau dari mantu kesayangannya, sedikit saja dikasih, ceritanya sampai ke mana-mana, diomongin nggak habis-habis."
Nah, bila Anda termasuk yang demikian, Ieda mengingatkan, "ngasihnya ikhlas enggak? Kalau memang iklas, ya, sudah, jangan dipertanyakan atau diungkit-ungkit." Ieda minta, kita harus berpijak pada pemikiran dasar untuk tak membanding-bandingkan atau berkompetisi.
Jika tidak, "Anda akan selalu berorientasi pada hasil, 'Kalau saya ngasih uang segini, saya dapat apa, nih? Bakal disayang atau tidak?' Kita jadi terbiasa mengharapkan imbalan dan bila tak sesuai pasti kecewa. Rasa kecewa inilah yang kemudian bertumpuk menjadi ganjalan yang menghambat perkembangan selanjutnya," jelas Ieda.
7. TIPE MERTUA ACUH TAK ACUH