"Bayinya, sih, sebenarnya sehat. Tapi karena persalinan dengan vakum, akhirnya bayi bisa mengalami gangguan di kepala, gangguan pada otak, atau mungkin pendarahan halus. Si bayi menjadi rentan terhadap penyakit, lebih rentan menjadi kuning dan rentan pada mobilisasi yang terlalu cepat," tutur Ghazali. Selanjutnya dari usia kehamilan, "biasanya berkaitan dengan berat badan bayi," ujar Ghazali; diklasifikasikan menjadi: bayi cukup bulan dengan berat badan normal, bayi cukup bulan dengan berat badan kurang, bayi kurang bulan yang berat badannya sesuai kehamilan kurang bulannya, dan bayi kurang bulan yang berat badannya kurang dengan usia kehamilannya. Nah, bayi cukup bulan dengan berat badan kurang dan bayi kurang bulan inilah yang daya tahan tubuhnya kurang bagus.
Pada bayi cukup bulan namun berat badannya kurang, terang Ghazali, kemungkinan janin mengalami gangguan pertumbuhan selama di kandungan. "Penyebabnya bisa macam-macam, entah karena gangguan suplai darah dari ari-ari ibu atau gangguan lain seperti sistem organnya yang belum sempurna sehingga membuat bayi sulit mengejar berat badan sesuai usia kehamilannya."
Konsekuensinya tentu bayi ini jadi memiliki daya tahan yang rendah. Demikian pula bayi kurang bulan, tentulah dia lebih rentan dari bayi normal. Pasalnya, pada bayi kurang bulan atau yang juga disebut prematur, seluruh sistem di tubuhnya belum matang, termasuk sistem pertahanan tubuhnya. Jadi, otomatis bayi prematur yang baru lahir ini memiliki daya tahan tubuh rendah. Nah, bayi-bayi yang rentan ini, lanjut Ghazali, perlu dirawat dulu sebelum dibawa kepada ibunya. Tak demikian halnya dengan bayi yang sehat, biasanya akan cepat dibawa kepada ibunya.
JANGAN PEGANG BAYI
Setelah mengetahui kondisi si bayi, barulah kita tanyakan di mana rumah sakitnya dan nomor kamarnya. Kita juga perlu tahu, apakah rumah sakit tersebut menerapkan pola rooming in alias rawat-gabung atau tidak. Bila ya, berarti si bayi berada dalam satu kamar dengan ibunya. Dengan demikian, bayi bisa mendapatkan ASI kapan saja sehingga ASI si ibu pun bisa cepat keluar. Bukankah produksi ASI dirangsang oleh isapan bayi? Nah, ASI ini sangat penting untuk memperkuat daya tahan bayi.
Yang jadi masalah, dengan rawat-gabung berarti si bayi mudah sekali berkontak dengan para tamu. Sementara tamu yang berkunjung, kan, beraneka ragam; dari yang sehat sampai yang kurang sehat. Nah, si ibu, terlebih yang baru pertama kali punya anak, biasanya akan dengan bangga memperlihatkan bayinya. Celakanya, si tamu bukan hanya memberi komentar, tapi juga disertai jawilan pada pipi si bayi atau bahkan mencium dan menggendongnya.
Kalau kebetulan si tamu lagi sariawan atau memiliki jamur, misalnya, lalu dia menggendong atau mencium si bayi, kan, bisa menularkannya pada si bayi. Tentu sah-sah saja bila ibu ingin memperlihatkan bayinya sebagai ungkapan rasa bahagia dan bangga, namun para tamu hendaknya jangan memegang si bayi, apalagi sampai mencium atau menggendongnya. "Dokter saja kalau mau memegang harus cuci tangan dulu. Pindah ke bayi lain, dia juga akan cuci tangan lagi. Seorang dokter berusaha tak terlalu banyak memegang bayi dan tangannya juga selalu bersih," kata Ghazali.
Jadi, Bu-Pak, bila Anda menjenguk teman, sahabat, relasi, maupun anggota keluarga yang baru melahirkan dan menjalani rawat gabung, tolong diperhatikan hal tersebut, ya. Lain halnya bila si bayi tak sekamar dengan ibunya, sehingga para tamu yang ingin menjenguk si ibu tak mudah akses ke bayi. Begitu pun bila para tamu ingin melihat si bayi karena mereka melihatnya dari balik kaca kamar bayi.
SEDIAKAN BUKU TAMU
Hal lain yang perlu diperhatikan, kita sebaiknya datang bukan saat jam minum bayi. Di sini dituntut kebijaksanaan dan kearifan kita sebagai tamu. Bila kita memang sibuk sehingga waktu bezuk berbenturan dengan jam minum bayi, setidaknya kita bisa melongok dari pintu untuk mengucapkan selamat dan katakan, "Tapi, maaf, lo, aku nggak masuk karena Anda masih menyusui si kecil. Nanti, deh, aku datang ke rumah saja kalau bayi sudah pulang."
Hal ini saja sudah menunjukkan bahwa kita telah memberi atensi. Kemudian, bila kita datang dan di daun pintu tercantum tulisan menyatakan tak menerima tamu, sebaiknya kita tak memaksa masuk. "Kita, kan, bisa menelepon untuk menceritakan kejadian tersebut," ujar Ghazali. Misalnya, "Eh, tadi aku sudah datang, lo, tapi enggak jadi masuk karena pintunya ada tulisan tak menerima tamu. Tapi nggak apa-apa, kok, aku bisa mengerti. Aku cuma ingin mengucapkan selamat atas kelahiran si kecil. Nanti, deh, kapan-kapan aku datang lagi."
Pihak pasien, anjur Ghazali, sebaiknya menyediakan buku tamu. Jadi, bila ada yang bermaksud mengunjungi namun tak bisa masuk, entah karena ada larangan atau pada saat itu sedang jam minum bayi, bisa menuliskan kenang-kenangan di buku tersebut. Dengan demikian, si tamu pun tak merasa kecewa karena sudah jauh-jauh datang namun pasien tak tahu. "Jadi, kedua belah pihak sebaiknya memberikan pengertian."