Wajar, kok, Bu-Pak, bila di usia ini si kecil suka memotong pembicaraan orang. Tapi bila perilaku ini jadi kebiasaan, kita harus introspeksi diri. Jangan-jangan justru kitalah yang memberi contoh.
Tentu tak ada orang tua yang ingin anaknya berlaku tak sopan dengan selalu memotong-motong pembicaraan orang lain alias suka sekali interupsi. Sayang, perilaku demikian tak bisa kita hindari selagi si kecil di usia ini. Pasalnya, terang dra. Rose Mini A.P., M.Psi., sebelum usia 3 tahun, kapasitas kemampuan bicara anak masih terbatas hingga kemampuan untuk memotong-motong pembicaraan orang lain jelas belum ada. Disamping, ia pun masih pasrah dan tergantung pada orang tua.
Tak demikian halnya setelah usia 3 tahun, ada kematangan-kematangan perkembangan pada dirinya; baik perkembangan sosialisasi maupun kematangan untuk mencari identitas dirinya. "Ia juga mulai belajar melihat reaksi dan respon orang lain." Itulah mengapa akhirnya timbul masalah suka interupsi. Selain, rasa ingin tahunya yang mulai meningkat dan menginginkan jawaban seketika, juga memicunya jadi suka interupsi.
ORANG TUA MODEL UTAMA
Kendati perilaku suka interupsi di usia prasekolah terbilang normal, namun tak boleh dibiarkan. Jadi, si kecil harus diarahkan ya, Bu-Pak, agar perilakunya ini tak kebablasan jadi suatu kebiasaan yang melekat dalam dirinya untuk selamanya. Selain karena perilaku ini dipandang melanggar norma sopan-santun dalam budaya kita, anak usia ini juga belum tahu bagaimana norma lingkungan. "Ia, kan, belum tahu harus bersikap bagaimana, termasuk pula norma berbicara. Nah, di sini perlu peran orang tua untuk mengajarkan norma-norma tersebut pada anak," tutur Romi, sapaan akrab staf pengajar pada Fakultas Psikologi UI ini.
Untuk itu, ujar Romi, kita harus jadi model yang bagus buat anak. Maksudnya, kita pun tak boleh memotong pembicaraan orang. Bahkan, saat si kecil lagi bicara pun, kita harus tunggu sampai ia selesai bicara, baru kemudian giliran kita bicara. Dengan begitu, ia pun akan meniru hal yang sama. "Ia jadi tahu kalau bicara tak boleh memotong pembicaraan orang lain." Jangan kita malah mengajarkan hal sebaliknya, misal, memotong pembicaraan si kecil hanya karena ia seorang bocah. Jangan salah, lo, si kecil pun seperti kita, ingin dihargai.
Jadi, Bu-Pak, jangan sampai sesuatu yang tak kita inginkan keluar dari mulut si kecil justru kita sendiri melakukannya. Memang, aku Romi, bisa saja orang tua melakukannya dengan tak sengaja. Bukankah tak ada orang tua yang punya tendensi ingin membuat anaknya kurang ajar? Namun begitu, kita tetap harus hati-hati menjaga omongan kita; entah saat bicara dengan tetangga, kenalan, teman kerja, maupun dengan anak. Ingat, secara tak langsung kebiasaan ini akan ditiru si kecil.
Pokoknya, tandas Romi, bila si kecil suka memotong pembicaraan, kita harus introspeksi dulu. "Lihat dulu pola sehari-hari kita sebagai orang tua seperti apa? Apakah perilakunya itu ditiru dari diri kita atau bukan? Bukankah perilaku anak tak bakalan timbul begitu saja? Pasti ada penyebabnya, kan?" Nah, salah satunya, ya, itu tadi, contoh dari kita.
BERI KESEMPATAN BICARA
Selain jadi model, kita pun harus memberi kesempatan bicara pada si kecil. Bila tidak, jangan salahkan si kecil, lo, kala ia memotong pembicaraan Ibu-Bapak. Soalnya, perilaku interupsi juga bisa tercetus lantaran anak merasa tak punya kesempatan bicara.
Celakanya, yang sering terjadi justru kita memperlakukan anak seakan-akan anak tak punya pikiran dan keinginan. Ambil contoh dalam hal makan. Biasanya kita, kan, yang menentukan dan mengambilkan makanannya? Jarang sekali kita bertanya dulu pada si kecil, mau makan apa. Sudah gitu, kalau si kecil tak menghabiskan makanannya, kita malah marah. Begitu, kan, yang kerap terjadi, Bu-Pak? Padahal, kalau si kecil boleh memilih dan menakar sendiri makanannya, pasti makanan itu akan habis.
Nah, perilaku kita yang kerap membuat keputusan untuk si kecil ini, menurut Romi, lama-lama membuat si kecil merasa tak pernah diberi kesempatan dan tak punya hak bicara. Akibatnya, kala ia punya kesempatan ngomong, misal, saat kita ajak bicara, ia lantas ngomong dengan cara memotong omongan kita karena ia merasa saat itulah yang tepat untuk bicara. "Ia tak paham, perilakunya itu sebenarnya enggak sopan." Coba kalau orang lain atau gurunya yang dipotong omongannya, kita juga yang malu, kan? Jadi, kita harus memberi kesempatan pada si kecil untuk bicara, ya, Bu-Pak.