Kerap Memotong Pembicaraan Orang

By nova.id, Minggu, 9 Januari 2011 | 17:00 WIB
Kerap Memotong Pembicaraan Orang (nova.id)

CARI PERHATIAN

Lain soal jika ia kerap interupsi saat kita tengah bicara dengan orang lain atau menelepon, menurut Romi, tak lain karena ia ingin cari perhatian. Untuk mengatasinya, kita harus lihat urgensi dari pertanyaan atau omongan si kecil, apakah perlu dijawab seketika atau masih bisa ditunda.

Bila ia memotong pembicaraan kita karena tangannya tergores pisau, misal, tentu tak bisa ditunda karena lukanya harus segera diobati. Tapi kalau masih bisa ditunda semisal minta diambilkan mainan, "beri pengertian padanya atau alihkan perhatiannya." Misal, "Kakak tunggu sebentar, ya. Nanti selesai Bunda ngomong akan Bunda ambilkan." Tentunya kita harus tepat janji. Usai telepon atau mengobrol dengan tamu, kita harus segera lakukan pembicaraan dengan anak, "Tadi Kakak minta diambilkan mainan yang mana?" Dengan begitu, si kecil merasa tetap dapat kesempatan bicara, dan ia pun tak merasa kebutuhannya diabaikan.

Jadi, Bu-Pak, kita harus tetap berkepala dingin kendati kita tahu interupsinya adalah caranya untuk menarik perhatian. Jangan kita malah membentaknya menyuruh diam atau minta pembantu menyeretnya masuk ke dalam. Soalnya, terang Romi, cara ini bisa membuat si kecil jera untuk bicara. Bukankah kalau ia bicara akan dimarahi? Tak hanya itu, cara ini juga mematikan keingintahuannya. Bukankah pada dasarnya anak bertanya karena ingin mencari jawaban dari rasa ingin tahunya? Hanya cara mendapatkan jawabannya yang enggak tepat. Jadi, yang salah bukan rasa ingin tahunya, tapi cara ia mengakomodasikan rasa ingin tahunya yang enggak tepat waktunya.

Tapi bisa juga, lo, saat itu si kecil memang berhenti menginterupsi namun tak mengubah perilakunya. "Ia akan cari celah lagi. Apalagi bila orang tua enggak konsisten; kadang mau diinterupsi, kadang tidak. Misal, kala sedang bicara sama tamu tak boleh diinterupsi, tapi giliran bicara sama pembantu boleh diinterupsi. Padahal seharusnya, kan, kepada siapa saja diberlakukan sama, tak boleh interupsi kalau orang sedang bicara."

Bila orang tua tak konsisten, lanjut Romi, anak jadi bingung, "yang enggak boleh itu bertanyanya atau waktunya yang enggak tepat. Nah, karena ia bingung, maka setiap kali ia akan coba lagi." Tapi bila kita memberlakukan aturan yang konsisten, si kecil jadi mudah mencerna dan akhirnya meniru.

LIBATKAN DENGAN TAMU

Akan halnya perilaku interupsi yang terjadi kala kita tengah mengobrol dengan tamu, menurut Romi, karena si kecil merasa diabaikan oleh si tamu hingga ia pun berusaha cari perhatian. "Sering, kan, anak bikin ulah; entah minta diambilkan sesuatu maupun minta kita menjawab pertanyaannya. Pokoknya, mencoba menarik perhatian." Biasanya lantaran saat baru datang, sang tamu tak menyapa si kecil. "Yang disapa cuma ibu atau ayahnya, padahal ia ada di situ, hingga ia jengkel pada sang tamu dan mencoba menarik perhatiannya."

Terlebih lagi bila ibu atau ayahnya juga tak mengenalkan ia pada sang tamu. "Tapi jika ibu atau ayah memperkenalkan sejenak dan membiarkan ia mengobrol sebentar dengan si tamu, tentu keinginannya terpenuhi." Nah, sesudah ia puas mengobrol dan puas disapa, alihkan perhatiannya, "Kak, sekarang Bunda dan Ayah mau bicara dulu sama Om dan Tante. Kakak tunggu sebentar, ya, sebab Om dan Tante mau cepat-cepat. Nanti waktu Kakak sama Bunda, kan, lama. Eh, Bunda punya cerita lucu, lo. Sekarang Kakak ambil dulu bukunya, deh, nanti Bunda ceritakan." Dengan cara ini, si kecil tak akan berkutat di sekitar kita dan memotong-motong terus pembicaraan kita.

Pengalihan ini, tutur Romi lebih lanjut, sekaligus memberi pengertian pada si kecil bahwa kita bersedia menjawab pertanyaannya atau melayani omongannya tapi bukan sekarang. Tentunya, sekali lagi, kita harus tepat janji, ya, Bu-Pak. Kalau tidak, si kecil merasa dibohongi dan tak percaya lagi, lo. Kala ada tamu lagi dan kita menjanjikan hal yang sama, ia tak mau terima dan tetap menuntut jawabannya saat itu juga.

AJARKAN SOPAN SANTUN BICARA

Tentu si kecil juga harus diajarkan sopan santun dalam berbicara, termasuk mengajarkan bahwa memotong pembicaraan orang tak boleh dilakukan karena tak sopan. Tapi kita pun harus pula mengajarkan caranya agar tetap bisa bertanya atau memperoleh jawaban yang diinginkan tanpa harus memotong pembicaraan orang.