Bondan Winarno: Kuliner Betawi Sudah "Mati Suri dengan Damai".

By nova.id, Minggu, 7 Desember 2014 | 10:35 WIB
Bondan Winarno Kuliner Betawi Sudah Mati Suri dengan Damai (nova.id)

TabloidNova.com - Belum lama ini penulis dan presenter acara kuliner Bondan Winarno meluncurkan buku berjudul "100 Maknyus Jakarta". Buku yang disusun bersama dua penulis lain, yakni Lidia Tanod dan Harry Nazarudin, ini berisi referensi puluhan rumah makan khas berbagai daerah di Indonesia yang ada di Jakarta, plus resepnya.

Saat acara bedah buku yang diselenggarakan di Bentara Budaya Jakarta, Sabtu (6/12) lalu itu, Pak Bondan berkesempatan berbagi pengalaman selama mencicipi berbagai makanan khas dari banyak daerah yang ada di Jakarta.

Di mata Bondan, Jakarta sudah menjadi salad bowl bagi begitu banyak bangsa dan suku. Banyak kaum pendatang, baik dari dalam maupun luar negeri, menetap di Jakarta dengan membawa budaya daerah masing-masing, khususnya budaya kulinernya.

Bahkan kini, Bondan merasa, sudah hampir semua kuliner tradisional daerah Indonesia ada dan terwakili di Jakarta. Sayangnya, Bondan juga melihat justru masakan khas Betawi kian terpinggirkan. "Tinggal sebagian kecil ikon kuliner Betawi yang masih eksis di tengah kota. Di antaranya kerak telor, nasi uduk, dan sobet alias soto Betawi."

Ironis sekali, bukan? Di tengah kebangkitan kesadaran akan kuliner tradisional Indonesia yang kini sedang marak berlangsung, Bondan Winarno mengibaratkan kuliner Betawi "mati suri dengan damai". "Mana ada rumah makan atau restoran besar yang menyajikan masakan Betawi sebagai fokus sajiannya?" tanyanya.

Bondan beranggapan, adalah tugas kita untuk membantu para penjual makanan khas Betawi di pinggiran kota, termasuk makanan khas daerah lainnya, agar tetap lestari dan ada di mana-mana.

"Saya sering sekali dengar orang menganggap suatu masakan dari rumah makan tertentu yang usahanya diteruskan oleh generasi penerus si pemilik pertama, sudah pasti dianggap enggak enak, padahal belum tentu. Stigma itu justru akan mematikan usaha keluarga, yang seharusnya dapat diteruskan. Tujuannya, supaya makanan itu, apalagi yang termasuk legendaris, tidak punah," paparnya.

Sebagai salah satu upaya untuk melestarikan makanan khas tradisional suatu daerah, Bondan juga memberi saran agar pemilik usaha rumah makan khas berpikir lebay. Tujuannya supaya makanan dan masakannya dilirik orang.

"Misalnya dari nama rumah makannya, sehingga menarik minat pengunjung untuk datang ke rumah makan itu. Asal tahu saja, saya juga bikin tagline 'maknyus', kan, karena lebay saja. Ha ha ha..." seloroh Bondan.

Oleh karena itu, Bondan mengajak semua orang agar mau membantu melestarikan makanan dan masakan khas berbagai daerah. Salah satunya dengan  memberikan modal kepada para pemilik usaha rumah makan berskala kecil, terutama bagi para putra daerah yang tinggal di Jakarta dan telah meraih sukses.

Intan Y. Septiani

FOTO: INTAN Y. SEPTIANI/NOVA