Nah, dalam kaitan dengan keterampilan motorik halus, fungsinya untuk menyiapkan anak masuk sekolah. Misalnya, mencoret. "Ini merupakan langkah awal atau persiapan bagi kemampuan menulis, yang tumbuh pada usia sekitar 18-36 bulan," sambung Lita. Itulah mengapa, anak harus diarahkan sejak dini agar tak mengalami kesulitan pada saat ia bersekolah. Lagi pula, bila keterampilan motorik halusnya kurang berkembang dibanding teman-teman sebayanya, maka ia akan merasa berbeda begitu berkumpul dengan teman-temannya. "Kalau perbedaannya jauh, bisa saja akan timbul perasaan tertentu pada anak, seperti minder, tak percaya diri, dan sebagainya."
STIMULASI DAN LATIHAN
Nah, agar keterampilan motorik halus anak dapat berkembang sebagaimana mestinya, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Yang pertama, kesiapan anak untuk belajar. "Ini berkaitan dengan faktor kematangan. Jadi, kalau memang belum waktunya, ya, enggak bisa dipaksakan," kata Lita. Misalnya, baru 6 bulan sudah disuruh mencoret-coret, tentulah belum bisa karena saraf-saraf dan otot-ototnya memang belum matang.
Lain hal bila memang sudah waktunya dan proses kematangan sudah berjalan, barulah anak diberi stimulasi dan kesempatan belajar. Misalnya, mencoret. "Biarkan anak mencorat-coret. Kalau memang dirasa mengganggu karena anak mencorat-coret tembok, misalnya, sediakanlah kertas besar."
Jangan malah anak dilarang dan tak disediakan alternatif untuknya corat-coret, karena keterampilan motorik halusnya akan lambat perkembangannya. Misalnya, anak melalui tahapan coretan sembarangan lebih lama. Begitu pun bila orang tua tak memberi kesempatan kepada anak untuk berlatih. Misalnya, orang tua yang sibuk atau banyak larangan. Padahal, keterampilan motorik halus, kan, sangat memerlukan banyak latihan.
CONTOH DAN BIMBINGAN
Yang tak boleh dilupakan, pesan Lita, setiap keterampilan juga harus dipelajari secara khusus. "Keterampilan motorik halus itu, kan, banyak sekali; bukan cuma mencoret-coret, menggambar, atau memegang sendok yang benar." Jadi, ada hal-hal tertentu yang berbeda. Misalnya, antara mencoret dan memegang sendok. Dengan demikian, anak tak boleh dipaksa untuk mampu menguasai keterampilan motorik halus sekaligus.
"Sebaiknya satu per satu. Kalau tidak, anak akan bingung, kok, semuanya harus bagus. Anak, kan, belum bisa memilah-milah." Jadi, setelah satu keterampilan dikuasai, baru beralih pada keterampilan lain. Bukan berarti saat anak tengah latihan belajar memegang sendok dengan benar, maka ia tak boleh melakukan kegiatan lain, misalnya, mencoret-coret. Bila demikian, berarti kita menghambat anak untuk melatih keterampilan motorik halusnya yang lain.
Lagi pula, untuk melatih keterampilan motorik halus tak memerlukan waktu khusus dalam arti jam sekian berlatih memegang sendok, lalu jam sekian berlatih mencoret, dan seterusnya. Toh, berlatih memegang sendok dapat dilakukan kala anak sedang makan, sementara latihan corat-coret kala anak tengah mencoret.
Yang penting, tekan Lita, tentukan prioritas. Bila prioritasnya hari ini adalah membimbimbing anak untuk makan dengan cara yang benar, maka fokuskanlah ke situ. "Jangan malah orangtua juga menuntut anak untuk bisa sempurna melakukan keterampilan yang lain pada hari itu." Namun orang tua, hendaknya juga memberikan contoh yang benar dan bimbingan.
Menurut Lita, jika tak diberi contoh dan bimbingan yang baik, maka terhadap hal-hal lain pun anak akan berlaku sama. "Misalnya, anak menyendok dengan suapan yang besar-besar, shingga akhirnya anak akan bertindak semau-mau dia. Ia akan berbuat yang menurutnya benar dan enak tanpa tahu sebetulnya harus bagaimana." Nah, ini, kan, enggak benar. Di sisi lain, kita pun enggak bisa mengharapkan anak usia ini makan dengan tertib tanpa tercecer. Jadi, harus dikasih contoh dan bimbingan. "Minimal, anak tahu garpu itu untuk apa, dan sebagainya. Kalau tidak, nanti anak menggunakan garpu untuk keperluan apa saja."
FAKTOR GENETIK