Terampil Menggunakan Tangan Membuat Anak Percaya Diri

By nova.id, Rabu, 27 Oktober 2010 | 17:29 WIB
Terampil Menggunakan Tangan Membuat Anak Percaya Diri (nova.id)

Si kecil perlu dilatih menggunakan tangannya, lo. Kalau tidak, ia bisa mengalami kesulitan saat bersekolah. Ia pun jadi tak mandiri dan percaya diri.

Apakah si kecil Anda yang berusia 1-2 tahun sudah bisa memutar tombol radio atau TV, mampu mengambil benda kecil dalam mangkuk, mengambil benda kecil dengan ibu jari dan telunjuk, atau sudah bisa membuka 2-3 halaman buku secara bersamaan?

Sementara untuk anak usia 2-3 tahun, diharapkan antara lain, sudah bisa membuka tutup stoples, memegang pensil, membuat gambar lurus dan lingkaran tak beraturan, dan mengancingkan baju atau ritsluiting serta bisa memakai baju sendiri. Nah, bila si kecil Anda sudah memiliki keterampilan-keterampilan tersebut sesuai tahapan usianya, berarti keterampilan motorik halusnya berkembang wajar. Yang dimaksud keterampilan motorik halus ialah keterampilan yang melibatkan gerak otot-otot kecil seperti menggambar, menulis, mencoret, melempar, memegang sendok, dan sebagainya.

Tentu saja, masih banyak lagi keterampilan motorik halus yang harus dikuasai anak usia 1-3 tahun. Yang jelas, keterampilan-keterampilan tersebut sangat bervariasi pada masing-masing anak. Artinya, si A yang berusia 2,5 tahun mungkin belum bisa mengancingkan baju, sementara anak lain seusianya sudah bisa. Namun begitu, Bapak dan Ibu tak perlu khawatir. Sepanjang perbedaannya tak terlalu jauh, enggak jadi masalah, kok.

Seperti dikatakan Zamralita, S.Psi., bila anak sudah mampu menguasai 2 dari 4 keterampilan masih dikatakan wajar. Lain hal bila di usia 3 tahun, misalnya, anak belum menguasai keterampilan yang mestinya sudah ia kuasai di usia sebelumnya. Bila demikian, berarti ada sesuatu; mungkin karena Bapak dan Ibu kurang memberinya stimulasi.

BERKAITAN DENGAN MOTORIK KASAR

Perkembangan motorik halus, terang psikolog yang akrab disapa Lita ini, sebenarnya sudah diawali sejak dini melalui aktivitas memegang dan meraba saat bayi. "Tapi keterampilannya sendiri baru berkembang pesat setelah anak berusia 3 tahunan, yaitu ketika sebagian besar keterampilan motorik kasar sudah dikuasai anak," terang dosen pada Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara ini.

Itulah mengapa, perkembangan motorik halus sulit dipisahkan dengan perkembangan motorik kasar. "Begitu motorik kasar mulai muncul, perkembangan motorik halus sebetulnya juga sudah mulai mengikuti. Namun biasanya motorik kasar memang lebih berkembang dulu, baru kemudian diikuti motorik halus." Setelah anak mulai bisa berjalan (motorik kasar), misalnya, biasanya diikuti dengan keinginan untuk mulai berlari, dan seterusnya.

Nah, seiring dengan itu, keterampilan motorik halusnya pun mulai muncul. Misalnya, mencoret-coret. Perkembangan motorik, baik yang halus maupun kasar, merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan kemampuan gerak seorang anak. Perkembangannya sejalan dengan kematangan saraf dan otot. Jadi, tutur Lita, "setiap gerakan yang dilakukan seorang anak sebenarnya merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem di dalam tubuh yang dikontrol oleh otak."

Namun demikian, proses kematangan setiap anak tak selalu sama. Hal ini berarti, laju perkembangan motorik antara anak yang satu dengan yang lain dapat saja berbeda. Sebagaimana telah dicontohkan di atas, bisa saja si A yang di usia 2,5 tahun belum dapat mengancingkan baju namun anak lain yang usianya lebih muda beberapa bulan sudah bisa melakukannya. Yang jelas, masa lima tahun pertama adalah masa emas bagi perkembangan motorik anak, karena di usia ini badan anak masih lentur dan mudah diarahkan. "Di usia ini anak juga sedang senang-senangnya bereksplorasi dan tak mengenal rasa takut, sehingga segala gerakan yang diajarkan kepadanya akan dianggap sebagai hal yang menyenangkan," lanjut Lita.

JADI MINDER

Tentu saja, semakin anak menguasai keterampilan motoriknya (kasar dan halus), akan semakin sehat karena ia banyak bergerak. Disamping, anak juga akan lebih mandiri dan percaya diri. "Anak semakin yakin dalam mengerjakan segala sesuatu karena sadar akan kemampuan fisiknya," tutur Lita. Selain itu, anak yang perkembangan motoriknya baik, biasanya juga akan mempunyai keterampilan sosial yang positif karena mereka senang bermain dengan teman-temannya. Misalnya, bersama-sama menggambar, menulis, dan mencoret.

Nah, dalam kaitan dengan keterampilan motorik halus, fungsinya untuk menyiapkan anak masuk sekolah. Misalnya, mencoret. "Ini merupakan langkah awal atau persiapan bagi kemampuan menulis, yang tumbuh pada usia sekitar 18-36 bulan," sambung Lita. Itulah mengapa, anak harus diarahkan sejak dini agar tak mengalami kesulitan pada saat ia bersekolah. Lagi pula, bila keterampilan motorik halusnya kurang berkembang dibanding teman-teman sebayanya, maka ia akan merasa berbeda begitu berkumpul dengan teman-temannya. "Kalau perbedaannya jauh, bisa saja akan timbul perasaan tertentu pada anak, seperti minder, tak percaya diri, dan sebagainya."

STIMULASI DAN LATIHAN

Nah, agar keterampilan motorik halus anak dapat berkembang sebagaimana mestinya, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Yang pertama, kesiapan anak untuk belajar. "Ini berkaitan dengan faktor kematangan. Jadi, kalau memang belum waktunya, ya, enggak bisa dipaksakan," kata Lita. Misalnya, baru 6 bulan sudah disuruh mencoret-coret, tentulah belum bisa karena saraf-saraf dan otot-ototnya memang belum matang.

Lain hal bila memang sudah waktunya dan proses kematangan sudah berjalan, barulah anak diberi stimulasi dan kesempatan belajar. Misalnya, mencoret. "Biarkan anak mencorat-coret. Kalau memang dirasa mengganggu karena anak mencorat-coret tembok, misalnya, sediakanlah kertas besar."

Jangan malah anak dilarang dan tak disediakan alternatif untuknya corat-coret, karena keterampilan motorik halusnya akan lambat perkembangannya. Misalnya, anak melalui tahapan coretan sembarangan lebih lama. Begitu pun bila orang tua tak memberi kesempatan kepada anak untuk berlatih. Misalnya, orang tua yang sibuk atau banyak larangan. Padahal, keterampilan motorik halus, kan, sangat memerlukan banyak latihan.

CONTOH DAN BIMBINGAN

Yang tak boleh dilupakan, pesan Lita, setiap keterampilan juga harus dipelajari secara khusus. "Keterampilan motorik halus itu, kan, banyak sekali; bukan cuma mencoret-coret, menggambar, atau memegang sendok yang benar." Jadi, ada hal-hal tertentu yang berbeda. Misalnya, antara mencoret dan memegang sendok. Dengan demikian, anak tak boleh dipaksa untuk mampu menguasai keterampilan motorik halus sekaligus.

"Sebaiknya satu per satu. Kalau tidak, anak akan bingung, kok, semuanya harus bagus. Anak, kan, belum bisa memilah-milah." Jadi, setelah satu keterampilan dikuasai, baru beralih pada keterampilan lain. Bukan berarti saat anak tengah latihan belajar memegang sendok dengan benar, maka ia tak boleh melakukan kegiatan lain, misalnya, mencoret-coret. Bila demikian, berarti kita menghambat anak untuk melatih keterampilan motorik halusnya yang lain.

Lagi pula, untuk melatih keterampilan motorik halus tak memerlukan waktu khusus dalam arti jam sekian berlatih memegang sendok, lalu jam sekian berlatih mencoret, dan seterusnya. Toh, berlatih memegang sendok dapat dilakukan kala anak sedang makan, sementara latihan corat-coret kala anak tengah mencoret.

Yang penting, tekan Lita, tentukan prioritas. Bila prioritasnya hari ini adalah membimbimbing anak untuk makan dengan cara yang benar, maka fokuskanlah ke situ. "Jangan malah orangtua juga menuntut anak untuk bisa sempurna melakukan keterampilan yang lain pada hari itu." Namun orang tua, hendaknya juga memberikan contoh yang benar dan bimbingan.

Menurut Lita, jika tak diberi contoh dan bimbingan yang baik, maka terhadap hal-hal lain pun anak akan berlaku sama. "Misalnya, anak menyendok dengan suapan yang besar-besar, shingga akhirnya anak akan bertindak semau-mau dia. Ia akan berbuat yang menurutnya benar dan enak tanpa tahu sebetulnya harus bagaimana." Nah, ini, kan, enggak benar. Di sisi lain, kita pun enggak bisa mengharapkan anak usia ini makan dengan tertib tanpa tercecer. Jadi, harus dikasih contoh dan bimbingan. "Minimal, anak tahu garpu itu untuk apa, dan sebagainya. Kalau tidak, nanti anak menggunakan garpu untuk keperluan apa saja."

FAKTOR GENETIK

Masih ada beberapa kondisi lagi yang dapat mempengaruhi perkembangan motorik halus anak, yaitu faktor genetik, gizi, dan kondisi kesehatan anak. "Kondisi kesehatan mungkin erat kaitannya dengan faktor gizi, ya," ujar Lita. Kalau anak sakit-sakitan, misalnya, berarti, kan waktu untuk bereskplorasi dan melakukan kegiatan pasti akan lebih sedikit. Ia akan lebih banyak ke dokter, lebih banyak beristirahat.

"Orang tua juga sering khawatir sehingga tak memberi kesempatan pada anak untuk bereksplorasi." Sementara faktor genetik, pengaruhnya secara tak langsung. "Jika anak secara genetik memilik intelegensi yang bagus, maka kemungkinan perkembangan motorik halusnya pun akan lebih baik, dibandingkan dengan anak yang berintelegensi rendah," terang Lita. Sebaliknya, perkembangan motorik halus anak bisa terhambat jika intelegensinya rendah. Faktor lain yang dapat menghambat perkembangan motorik halus adalah kelahiran yang sulit.

"Ini pengaruhnya juga tak secara langsung." Misalnya, anak yang dilahirkan dengan bantuan alat seperti vacuum."Kemungkinan perkembangan otak anak bisa terganggu, sehingga dapat mempengaruhi inteligensi yang kemudian juga dapat mempengaruhi perkembangan motorik halusnya," terang Lita. Anak dengan cacat fisik juga akan mengalami hambatan dalam perkembangan motorik halusnya. Misalnya, anak yang cacat tangan atau buta. Tentu mereka akan kesulitan mengembangkan keterampilan motorik halusnya dibandingkan yang normal.

BEDA POLA ASUH

Hal lain yang dapat menghambat perkembangan motorik halus ialah sikap orang tua yang overprotective. "Tapi biasanya ini untuk anak yang usianya lebih besar," ujar Lita. Misalnya, anak yang sudah mulai menggunting. Kadang orang tua,kan terlalu khawatir anaknya akan terluka akibat gunting.

Padahal, terang Lita, menggunting juga merupakan salah satu perkembangan motorik halus. "Yang penting adalah membimbing anak tanpa mengurangi faktor keamanannya." Perbedaan pola asuh antara ayah dan ibu juga bisa menghambat perkembangan motorik halus anak. Misalnya, ayah membolehkan anak corat-coret, sementara ibu melarang. Anak, kan jadi bingung. Karena itu, saran Lita, ayah dan ibu sebaiknya membuat kesepakatanb pola asuh yang akan diterapkan. "Orang tua harus berjalan seiring dan terus memantau perkembangan motorik halus anaknya."

Penting diketahui, jika keterampilan motorik halus di satu tahapan usia mengalami keterlambatan, maka akan menghambat tahapan perkembangan berikutnya. Itula mengapa, Lita menyarankan, orang tua sebaiknya tahu pentingnya perkembangan motorik, baik kasar maupun halus, dan bentuk motorik apa saja yang harus dikuasai anak. Dengan demikian, orang tua bisa menstimulir anak agar perkembangan motorik halusnya bisa berkembang baik, "Tapi tentunya tanpa melupakan faktor kematangan, lo," ujar Lita. Nah, Bu-Pak, sudah siap, kan, untuk mengasah keterampilan motorik halus si kecil? Jangan sampai perkembangannya terhambat, lo, karena dampaknya bisa membuat anak tak mandiri, kepercayaan dirinya juga akan berkurang, dan keterampilan sosialnya pun akan terhambat.  

Hasto Prianggoro