Binatang piaraan ternyata banyak manfaatnya buat perkembangan anak. Tentu saja asal jangan sampai anak "melupakan" teman-teman sebayanya.
"Ayah, Ayah, tadi si Toni bawa kelincinya ke 'sekolah'. Ih, lucu, deh. Aku juga mau, ah. Boleh ya, Yah," pinta Dina, gadis cilik usia 4 tahun, setengah merajuk.
Menurut Drh. Sutarman MS, Kepala Bidang Pelestarian Flora dan Fauna di Taman Margasatwa Ragunan, anak usia prasekolah memang sering gemas melihat kelucuan binatang. Mereka seringkali merengek minta dibelikan binatang tertentu untuk dipelihara. "Kebanyakan anak mulai menyukai binatang lantaran ia punya pengalaman intens sejak kecil dengan binatang. Biasanya mencontoh dari orang tuanya," tutur dokter hewan yang mayoritas pasiennya merupakan binatang piaraan anak usia 3-5tahun.
Misalnya, tiap pagi si anak melihat burung kakaktua kesayangan ayahnya dimandikan lalu dijemur. "Lama-lama, ia jadi tertarik. Apalagi kalau sang ayah memperbolehkan ia ikut memandikan, misalnya. Akhirnya, dia pun ikut-ikutan memelihara binatang."
JADI ALAT TERAPI
Memang, ada pula anak yang tak dibesarkan dalam keluarga penyayang binatang, tapi ingin punya binatang piaraan. "Mungkin ia menganggap, binatang itu lucu. Atau melihat temannya punya binatang, dia pun ikut-ikutan," jelas psikolog Aswini Widjaya dari Universitas Tarumanegara Jakarta.
Malah di beberapa kelompok bermain, tuturnya, ada yang membuat semacam kebun binatang mini. Di situ terdapat burung, kelinci, anjing, kambing maupun hamster (tikus putih kecil). Binatang-binatang itu bisa dirawat bersama oleh murid-murid. Bahkan, pada hari-hari tertentu, murid-murid diizinkan membawa binatang piaraannya masing-masing. "Hal ini bagus sekali. Paling tidak, anak-anak jadi melihat ada makhluk lain yang perlu dirawat dan bisa dijadikan teman. Mereka juga merasa mempunyai teman yang bisa diajak bermain serta bercanda."
Karena itulah Aswini melihat, ketertarikan anak usia prasekolah terhadap binataan piaraan tak bisa dilepaskan dari perkembangan belajar si anak tentang berteman. "Di usia prasekolah, anak mulai mengembangkan kemampuan sosialisasinya dengan belajar berteman. Nah, dalam belajar berteman, ia lalu melihat, ada mahluk lain yang lucu, yang bisa dijadikan teman. Ia menganggap, binatang pun bisa dijadikan teman."
Pendapat ini dibenarkan Sutarman. Anak, katanya, jadi berpikir, "Saya punya sesuatu yang bisa dielus-elus, disayang, dipelihara. Anak jadi merasa exciting, senang." Dengan demikian, sambung Aswini, anak pun belajar, berteman berarti juga memberikan kasih sayang dan perhatian.
Bahkan, seperti ditulis Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya, anak juga belajar berempati. Sebab, anak tak bisa selalu bersikap dominan terhadap binatang. Kadang si hewan menolak perintah "tuan"nya. Anak pun jadi belajar bagaimana cara berempati, yang merupakan modal penting baginya dalam menjalin hubungan dengan teman.
Sedangkan Alsion Miles, ahli perilaku binatang dari Inggris dan meneliti persahabatan antara anjing dan manusia, binatang piaraan bisa dijadikan alat terapi bagi anak-anak bermasalah. Anak yang agresif, misalnya. "Anak-anak agresif, kan, sering tak terkontrol. Mereka perlu memegang sesuatu yang lembut untuk dibelai-belai. Nah, binatang piaraan dapat membantunya."
Selain itu, binatang piaraan juga membuat anak belajar disiplin pada waktu. Sebab, pada jam-jam tertentu, binatang harus diberi makan/minum, diajak berjalan-jalan, dan lainnya.