SAHABAT DEKAT
Yang perlu diperhatikan, jangan sampai si anak terlalu dekat dengan binatang piaraannya sehingga akhirnya ia lebih suka berkutat dengan kucing atau kelincinya, ketimbang bergaul dengan kawan sebayanya. Dengan kata lain, ia jadi malas bergaul.
Ini bisa terjadi, menurut Aswini, karena orang tua salah memberi pembelajaran sosialisasi. "Anak kurang diajar bergaul dengan rekan sebaya. Jadi, bukan karena si anak kelewat sayang pada kucing atau kelincinya." Nah, kalau memang si kecil punya minat besar terhadap binatang piaraan dan amat menyayanginya, "Jangan pikir segalanya beres karena si anak sudah punya teman. Anak harus tetap diajarkan bergaul." Apalagi, kata Aswini, dengan menyayangi binatang, "Anak akan mudah care pula terhadap temannya."
Aswini juga mengingatkan, anak usia 3 tahun biasanya sudah mulai bermain fantasi. Ia menganggap kelincinya sebagai sahabat yang selalu siap diajak bicara. "Ayo, Putih, kita mandi!" Bahkan kadang, sambil mengembangkan fantasinya, ia berlaku seolah-olah ayah atau ibu bagi si binatang. "Normal-normal saja, kok, sikap seperti ini. Yang penting, jangan sampai ia terlalu dekat secara emosional dengan binatang piaraannya." Caranya, antar lain, jangan biarkan ia seharian mencurahkan waktu hanya untuk kelincinya. "Sebab, pergaulan dengan teman dan sosialisasi di luar, tetap amat penting baginya.
DITINGGAL TEMAN
Begitu sayangnya anak pada binatang piaraannya, saat si binatang sakit apalagi mati, ia pun merasa sedih alang kepalang. Sutarman bertutur, seorang klien ciliknya tak henti menangis gara-gara anjing kesayangannya mati karena terlambat disuntik distampler. "Karena terus menangis, ibunya bingung dan menelepon ke semua toko hewan, berusaha menemukan hewan serupa untuk anaknya. Tapi ketika dapat pun, si anak menolaknya mentah-mentah."
Perasaan sedih semacam itu, kata Aswini pada kesempatan terpisah, amat wajar. "Ia sedih karena kehilangan 'teman' baiknya. Apalagi jika ia sudah menjalin kedekatan emosi sedemikian rupa, tak mudah baginya menerima pengganti kendati mirip atau sama." Si kecil, kata Aswini, merasa terpukul batinnya."Sulit baginya menerima kenyataan, anjing kesayangannya mati. Ia merasa sedih dan hampa. Ia juga merasa marah, entah pada dokter hewan atau dirinya sendiri karena tak dapat menyelamatkan 'teman'nya."
Nah, kesedihannya akan pulih setelah ia bisa menerima kenyataan pahit itu. Berapa lama waktunya, tergantung masing-masing anak. Ada yang dalam waktu sebulan, sudah bisa melupakan peristiwa itu, tapi ada juga yang perlu waktu lebih lama. "Tergantung ikatan emosi anak dengan si hewan. Semakin erat ikatan itu, makin lama pula waktu yang diperlukannya untuk memulihkan kondisi batinnya."
Apa yang bisa dilakukan orang tua? "Beri reaksi positif! Tunjukkan bahwa kita juga ikut kehilangan dan hormati rasa sedih anak. Jangan menganggap rasa kehilangan yang diderita anak sebagai sesuatu yang ringan atau bahkan mencap si kecil sebagai anak cengeng," tutur Aswini. Apalagi kita sampai berkata dengan entengnya, ""Ah, itu, kan, cuma binatang. Kita bisa cari gantinya!" Buat anak, tak ada yang bisa menggantikan anjing kesayangannya karena ia menganggap, si binatang punya keunikannya tersendiri yang membuat ia menyayanginya.
Karena itu, lanjut Aswini, pahamilah apa arti binatang kesayangan bagi si anak. "Biarkan ia menangis dan mengungkapkan kesedihannya. Jika mungkin, tawarkan kepadanya untuk ikut melihat penguburan binatang kesayangannya agar ia juga belajar menerima kenyataan. Tapi jika ia tak mau, jangan memaksanya."
Sementara Sutarman menyarankan, orang tua tak usah buru-buru mencari binatang pengganti. "Beri anak kesempatan untuk berduka dan menjalani proses menerima kenyataan. Ini penting agar ia mengerti, kehilangan tersebut sebagai sebuah pengalaman berharga. Itu akan membantunya memahami arti kematian dan menyiapkannya menghadapi terjadinya kehilangan-kehilangan selanjutnya di dalam kehidupannya."
Yang tak kalah penting, sambung Aswini, orang tua harus sabar mendampingi anak tengah bersedih. Rasa kehilangan ini bisa berlangsung lama sebelum ia akhirnya siap menerima binatang piaraan baru. "Pada sejumlah kasus, malah si anak tak mau lagi memiliki binatang piaraan. Mungkin ia takut bakal ditinggal lagi oleh binatang kesayangannya."