Gabung Yuk, Di Komunitas Pencinta Sejarah Surabaya (1)

By nova.id, Selasa, 27 Mei 2014 | 09:14 WIB
Gabung Yuk Di Komunitas Pencinta Sejarah Surabaya 1 (nova.id)

Gabung Yuk Di Komunitas Pencinta Sejarah Surabaya 1 (nova.id)

"Wisata gerilya ala komunitas Roode Brug Soerabaia. (FOTO: ROODEBRUGSOERABAIA) "

Roode Brug Soerabaia, Mainkan Aksi Teatrikal"Teman-teman yang ada di sini berasal dari beragam latar belakang. Ada yang pelajar, mahasiswa teknik dan ekonomi, bahkan tentara," kata Adi Erlianto Setyawan (31) pendiri komunitas Roode Brug Soerabaia kepada Nova.

Adi yang ditemui di tepi lapangan yang mengelilingi tugu pahlawan bersama Arif Yanuar (48), ketua Roode Brug Soerabaia (RBS), serta beberapa anggota komunitas bercerita banyak tentang aktivitas komunitasnya.

"Komunitas ini berdiri karena rasa keprihatinan, sebab orang makin hari makin melupakan sejarah Surabaya. Padahal di kota ini pernah terjadi perang terbesar dalam sejarah peperangan di Indonesia yang sampai menewaskan dua jenderal Inggris Mallabay dan Loder," kata Adi membuka percakapan.

Meski kaya akan cerita heroik serta banyaknya peninggalan bersejarah yang tidak ternilai, ia melihat warga Surabaya kurang peduli. Bahkan banyak yang tak tahu tentang sejarah kota ini. Tak pelak keingintahuan masyarakat tentang sejarah Kota Pahlawan makin lama makin memudar.

Adi yang berdinas di Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) menjelaskan ia mendirikan komunitas RBS pada 2011. Nama komunitasnya sengaja diambil dari bahasa Belanda. Roode artinya jembatan dan Brug adalah merah, jadi bisa diartikan jembatan merah. Ia sengaja menggunakan nama Belanda sebab sejarah Surabaya tak bisa dipisahkan dengan Belanda, negara yang ratusan tahun menjajah Indonesia.

Pada awalnya di sela-sela pekerjaannya Adi menulis di blog tentang kisah pertempuran arek-arek Suroboyo ketika melawan penjajah. Ia juga menggambarkan tempat-tempat bersejarah yang banyak tersebar di Surabaya. Tulisan tersebut diperoleh dari hasil wawancara dari para veteran pejuang yang masih hidup dan tersebar di berbagai sudut kota. Salah satu narasumber adalah Hario Kecik, seorang dokter mantan Pangdam Mulawarman yang kini tinggal di Jakarta. "Beliau arek Suroboyo sekaligus pelaku sejarah Surabaya, meski sudah sudah sepuh tapi daya ingatnya masih tajam. Pak Hario sangat senang kalau diajak cerita soal Surabaya," papar Adi.

Untuk mendukung usahanya tersebut ia juga mendirikan toko Roode Brug Soerabaia di Jl. Pucang. Toko tersebut menjual kaos atau aksesori yang melambangkan Surabaya. "Sekarang toko RBS tersebut saya pindah ke Museum Tugu Pahlawan untuk melayani para pendatang yang ingin membeli suvenir khas Surabaya," kata Adi sembari menyebutkan jumlah 5.000 anggota komunitas RBS yang terdaftar di Facebook.

 Usaha Adi tidak sia-sia. Berkat keaktifannya berpromosi di dunia maya, banyak pembaca tertarik. "Dari sanalah cikal bakal berdirinya komunitas ini," tambah Adi yang memiliki berbagai atribut tentara Belanda dan Indonesia juga senjata sisa perang kemerdekaan.

Pertunjukan TeatrikalDalam perkembangannya setelah terbentuk komunitas dengan jumlah anggota cukup banyak, Adi tak hanya menggaungkan kembali sejarah perjuangan arek Suroboyo ketika melawan penjajah. Ia juga menampilkan rekonstruksi sejarah dalam bentuk teatrikal atau seni peran. "Seperti main drama kolosal. Lokasinya biasanya di pelataran Tugu Pahlawan," tambah Arif.

Tapi, jangan salah, meski dalam bentuk seni peran, dilakukan dengan serius. Alur cerita dalam drama heroik itu memang benar pernah terjadi sesuai dengan penuturan saksi sejarah yang berhasil diwawancarai atau yang tercatat dalam buku sejarah.

Tak hanya runutan cerita, atribut yang dikenakan oleh tentara Belanda, termasuk tanda kepangkatan yang menempel juga disesuaikan dengan aslinya. "Jadi anggota RBS tidak boleh memakai seragam atau atribut sembarangan tanpa tahu dasarnya," timpal Adi.

Bahkan yang ikut main dalam drama tersebut bukan hanya anggota komunitas yang remaja saja tapi segala usia termasuk para anggota perwira TNI. "Jadi sebenarnya lucu juga, sih, meski mereka tentara sungguhan tapi mau diajak main perang-perangan," tambah Arif sambil tertawa.

Museum BelandaKesungguhan Adi untuk menggali sejarah memang tidak main-main. Demi mendapatkan sebuah fakta yang sebenarnya, ia tidak sekadar mendengar dari cerita pelaku sejarah saja tapi menggali langsung dari sumbernya di perpustakaan yang ada di Amsterdam, Belanda.

Di perpustakaan tersebut ia tak hanya menguliti soal sejarah pergolakan saja, tapi juga peta posisi benteng pertahanan Belanda di kawasan Surabaya. Sehingga blue print atau struktur kekuatan bangunan benteng itu sendiri tercatat dengan baik. "Semula kami sempat tidak diizinkan pihak perpustakaan, tapi, setelah kami yakinkan bahwa tujuan kami adalah untuk menggali dan melestarikan sejarah perjuangan akhirnya kami diberi akses yang cukup," papar Adi yang ketika di Belanda sempat pula mampir ke museum KNIL di Broenbeek.

Dari dokumen yang dimiliki ternyata di sebelah Tugu Pahlawan tersebut, dulu ada stasiun radio Dome, yaitu radio milik Jepang. Dari radio itu pula pasukan Jepang yang ada di Surabaya pada 17 Agustus 1945 tahu jika Soekarno-Hatta membacakan teks proklamasi.

Setelah membuka naskah di museum tersebut, ia mengetahui ternyata pada masa revolusi, Belanda berusaha sekuat tenaga mempertahankan kota Surabaya dari Indonesia. Oleh karena itu di wilayah Surabaya didirikan belasan benteng pertahanan yang kokoh lengkap dengan meriamnya. "Tapi, saat ini sisa benteng itu sudah lenyap semua dipakai untuk pemukiman warga. Yang tersisa hanya empat, satu di antaranya di Kenjeran, Surabaya," papar Adi yang saat ini komunitasnya diberikan ruangan khusus untuk kantor oleh pengelola Tugu Pahlawan,

Yang juga menyentuh kenangan di masa-masa sejarah perjuangan, selain melakukan reka ulang sejarah, komunitas RBS terkadang juga melakukan kegiatan blusukan ke kawasan-kawasan yang memiliki nilai sejarah karena dulu dijadikan lokasi pertempuran oleh para pejuang.

Bersambung ke: Gabung Yuk, Di Komunitas Pecinta Sejarah Surabaya (2)

Gandhi Wasono M.