Oleh pelaku, kejadian ini terus diulang. Rinto belum mendapat data berapa kali masing-masing korban mengalami pelecehan. Yang pasti lebih dari sekali.
Semua ini bisa terjadi, "Karena relasi kekuasaan yang tidak seimbang. Ia bisa memerintahkan korbannya sambil melakukan ancaman. Bahkan, ada salah satu korban yang setelah masuk, diseret dan dibawa ke sudut ruangan. Bahkan, sampai ada yang roknya disingkap," kata Rinto seraya menjelaskan para korbannya itu dua orang lajang dan tiga orang sudah bersuami. "Bahkan, ada yang anaknya sudah mahasiswa."
Para korban tentu saja tidak pasrah begitu saja mengalami pelecehan seperti ini. Misalnya Is, yang berani melawan. "Tolong Bapak hargai saya seperti saya menghargai Bapak!" ujar Is seperti ditirukan Rinto.
Cara lain yang digunakan pelaku saat korban masuk ke ruangannya, "Ia dipersilakan duduk. Seperti biasanya, pelaku mengunci pintu dan memeluk serta menciumi korban. Bahkan, sampai ada yang tubuhnya ditelentangkan di kursi. Korban menepis sampai terjatuh. Pelaku masih mencoba mencari kesempatan dengan pura-pura menolong. Padahal, itu upaya untuk kembali melakukan pelecehan."
Di hari berikutnya, pelaku memanggil korban yang lain lagi. Si korban yang rata-rata berusia 40-an ini diminta pelaku menelepon salah satu kepala biro di ruangannya. Nah, saat korbannya menelepon, "Pelaku kembali melakukan pelecehan. Tentu saja si korban tak berani berteriak karena dia, kan, sedang menelepon kepala biro yang jabatannya lebih tinggi."
Perbuatan pelaku menimbulkan perasaan traumatik pada korbannya. "Bahkan, ada korban yang kelabakan saat membaui parfum yang mirip parfum pelaku. Efeknya memang luar biasa," ujar Rinto.
Sekian lama Is dan temannya sesama korban pelecehan memendam amarah tanpa mampu melakukan apa-apa. Mereka tak berani lapor karena dihantui ancaman pelaku.
"Kalau lapor, korban akan dituntut balik karena mencemarkan nama baik. Korban juga akan diturunkan jabatannya dan ada juga yang diancam kontrak kerjanya tak akan diperpanjang. Sampai suatu ketika ada korban berani sharing dengan temannya. Bermula dari sinilah ketahuan ada korban-korban yang lain," papat Rinto.
Di hari berikutnya saat kembali dihubungi, Is mengaku, semula memang tak berani melaporkan masalah ini. Ia mengaku banyak pro dan kontra di lingkungan tempatnya bekerja. "Banyak juga yang komentar nyakitin hati. Tapi di perjalanan akhir, semua terkuak juga."
Is pelan-pelan mengisahkan, laporan bermula ketika bulan Puasa silam ada yang bertanya, "Apakah pernah mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari pimpinannya."
Awalnya sulit bagi Is untuk mengaku. "Tidak mudah mengaku sebagai korban pelecehan, karena membuka aib sendiri. Selain itu, tidak ada bukti. Di ruangannya, kan, tidak ada CCTV. Selain itu, kaca ruangan diberi kaca film sehingga gelap dan tak terlihat dari luar. Kami sesama korban satu ruangan saja sama-sama tidak saling tahu."