Pertanyaan dari temannya inilah yang kemudian membuka tabir masalah. Sekitar November-Desember, "Kami sesama korban jadi saling terbuka. Ternyata, banyak yang menjadi korban." Akhirnya, mereka pun mendapat pendampingan dari Serikat Pekerja setempat. Pihak manajemen pun akhirnya mengetahui kasus ini. "Tanggal 15 Desember, saya dipanggil direktur umum untuk menceritakan semuanya."
Is sempat takut bercerita. Keberaniannya justru muncul ketika FCK memintanya menandatangani surat pernyataan yang menyebutkan ia tak pernah menjadi korban pelecehan. "Saya tidak mau. Semua korban dimintai tanda tangan. Rupanya dia sudah dipanggil direksi dan dimarah-marahi."
Kala itu, FCK meminta tanda tangannya dengan dalih atas nama loyalitas. Is sempat menggugat, "Apa harus seperti itu? Kalau diminta loyalitas, saya termasuk karyawan yang loyal. Hampir sebagian besar tugas yang tidak sanggup dia kerjakan, saya yang handle."
Selama ini, Is mengaku kerap memberontak tindakan FCK. "Karena kerap menolak perbuatannya, dia suka memarahi saya. Meski 1- 2 kali saya tolak, dia terus berusaha mengulangi perbuatannya. Saya sudah bilang tidak mau, tapi dia tidak peduli."
Is juga menceritakan, jabatan FCK tergolong tinggi. "Dia setingkat GM, makanya bisa mengancam anak buahnya. Sebenarnya, dia memang tidak bisa terlibat langsung memecat seseorang. Hanya saja KPI karyawan kontrak atau karyawan, kan, harus dia setujui. Misalnya, dia tidak mau pakai seseorang dengan alasan performance-nya tidak bagus. Apalagi karyawan kontrak, tentu tak diperpanjang. Sebagai GM dia bisa menggunakan kekuasaannya."
Harapan Is dan penasihat hukumnya, kasus ini bisa diselesaikan sesuai hukum yang berlaku. Is pun berharap, tak ada lagi karyawati yang jadi korban pelecehan di tempat kerjanya.
Pihak LKBN Antara mendukung upaya para korban yang melaporkan kasus ini ke pihak berwajib. "Pihak manajemen memberikan ruang kepada mereka untuk melanjutkannya ke ranah hukum. Sebab, yang membuktikan dugaan pelecehan ini memang pengadilan," tutur Iswahyuni, Corporate Secretary LKBN Antara, didampingi Humas LKBN Antara Prima Yanti.
Dikatakan Iswahyuni, pihak manajemen sudah melakukan tindakan atas dugaan kasus ini. "Secara resmi laporan disampaikan ke manajemen awal Desember lalu. Yang menjembatani adalah Serikat Pekerja. Setelah itu, korban bertemu dengan Direktur SDM dan menceritakan apa yang mereka alami. Kami juga meminta mereka membuat laporan secara tertulis. Hal yang sama juga kami minta kepada terduga. Jadi, kedua belah pihak kami dengar keterangannya."
Iswahyuni mengungkapkan, lembaganya membentuk satu tim untuk memproses kasus ini. Dari pihak korban mengaku telah mengalami pelecehan seksual sepanjang Maret sampai Desember. Namun terduga tak mengakui perbuatannya. Ia hanya mengaku melakukan cipika cipiki sebagai bentuk kehangatan pergaulan. Meski demikian, "Kami, kan, melihat situasinya. Kesimpulan antara pengakuan korban dan terduga, ada beberapa hal yang tak ketemu."
Pihak manajemen pun menilai FCK telah melakukan pelanggaran. "Kami hanya melakukan tindakan administratif. Yaitu mencopot jabatan terduga dan mengembalikannya ke posisi semula. Karena beliau berasal dari divisi pemberitaan, kami kembalikan ke divisinya. Sekarang, dia kembali ke Makassar. Posisi struktural lepas dan jadi staf biasa. Ini adalah sanksi terberat yang bisa kami lakukan," tegas Iswahyuni.
Iswahyuni menambahkan, pihaknya akan menghormati proses hukum yang akan berlangsung. Untuk sanksi kepada terduga, menurut Iswahyuni, "Kami menunggu sampai kasus ini sudah berkekuatan hukum tetap alias inkrah," ujar Iswahyuni. "Oh ya, kami juga memberi perhatian kepada para korban. Mereka mendapat kelonggaran untuk cuti bila ingin menenangkan diri. Biaya ke psikolog untuk menghilangkan traumatiknya juga kami cover."
Laili Damayanti, Henry Ismono