Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Ibarat Ikan Salmon (2)

By nova.id, Rabu, 16 Januari 2013 | 06:12 WIB
Basuki Tjahaja Purnama Ahok Ibarat Ikan Salmon 2 (nova.id)

Basuki Tjahaja Purnama Ahok Ibarat Ikan Salmon 2 (nova.id)

"Foto: Eng Naftali/NOVA "

Untuk memerangi segala ketidakadilan, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (46) membulatkan tekad menjadi seorang politisi. Berbagai halangan ia hadapi dengan berani. Namun sebagai keturunan Tionghoa yang memeluk agama Kristen, Ahok merupakan sasaran empuk bagi pesaing politiknya. Akan tetapi Ahok selalu punya cara untuk mengatasinya.

Lulus dari SMA PSKD III Jakarta, Ahok berniat menuruti keinginan sang ayah, menjadi dokter. Ahok pernah berkisah dalam bukunya Mengubah Indonesia - The Story of Basuki Tjahaja Purnama: Tidak Selamanya Orang Miskin Dilupakan (2008) yang diterbitkan secara independen oleh Center of Democracy and Transparency, "Saat itu fasilitas rumah sakit PT Timah ditutup. Warga kecamatan kami kesulitan mengakses fasilitas maupun tenaga kesehatan."

Selanjutnya, ia pun diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI). Namun Ahok hanya tahan seminggu menjalani kuliah kedokteran. Ia kabur dan pindah kuliah ke Fakultas Teknologi Mineral Jurusan Teknik Geologi Universitas Trisakti.

"Papanya marah sekali," ingat Buniarti Ningsih (66), ibunda Ahok. (Alm.) Indra Tjahaja Purnama atau Zhong Kim Nam, sang ayah, sampai mengancam tak mau memberi uang sumbangan ke universitas saat Ahok lulus kuliah nanti. "Untungnya saat lulus uang sumbangannya tak terlalu banyak, jadi tetap dikasih juga oleh Papanya," tutur Buniarti sambil tersenyum.

Toh, restu untuk tidak menjadi dokter itu pun akhirnya turun juga. Sang ayah ternyata juga legawa saat Ahok kemudian memilih melanjutkan kuliah S2 di bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetya Mulya, Jakarta. Untuk beberapa saat, Ahok bekerja di PT Simaxindo Primadaya yang bergerak di bidang kontraktor pembangunan listrik.

Pada tahun 1991, Kim Nam jatuh sakit. "Saya diminta menggantikan posisinya mengatur usaha tambang timah," tulis Ahok dalam bukunya. Maka pulanglah ia ke Belitung. Ia tak keberatan harus pulang kampung setelah merantau bertahun-tahun di ibu kota.

Sejak pindah ke Jakarta selepas SMP, Ahok dan adik-adiknya (Basuri Tjahaja Purnama, Fifi Letty, dan Harry Purnama) memang diwajibkan pulang ke Belitung Timur setiap kali liburan. "Awalnya kami sempat protes. Sebagai remaja, kami juga ingin berlibur ke tempat wisata seperti remaja lain," ungkap Ahok.

Namun Kim Nam rupanya punya alasan kuat di balik perintah itu. "Beliau ingin agar kami tetap merakyat dan merasa menjadi bagian dari anak-anak kampung."

Sempat Frustasi

Tahun 1995, Ahok membangun pabrik pengolahan pasir kuarsa pertama di Pulau Belitung. "Sebagai anak pengusaha yang vokal terhadap manipulasi yang dilakukan oknum-oknum pejabat dan kontraktor, kami sering sekali dikerjai hingga mengalami kesulitan keuangan," lanjut Ahok.

Keadaan sulit ini sempat membuat Ahok frustasi dan berpikir untuk pindah ke luar negeri dan mencari kerja di sana. Namun Kim Nam mencegah. "Kamu tak boleh pergi karena rakyat miskin membutuhkan kamu," begitu ujar sang ayah.

Ahok pun membalas perkataan ayahnya dengan sengit, "Bagaimana mungkin muka "minyak babi" seperti kita bisa jadi pejabat?" Lagi-lagi Kim Nam menjawab dengan sabar, "Percayalah, suatu hari kelak rakyat akan memilihmu untuk memperjuangkan nasib mereka."