Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Ibarat Ikan Salmon (2)

By nova.id, Rabu, 16 Januari 2013 | 06:12 WIB
Basuki Tjahaja Purnama Ahok Ibarat Ikan Salmon 2 (nova.id)

Menjadi kaum minoritas dan mengalami tindakan diskriminasi sesungguhnya sudah akrab dialami Ahok sejak kecil. Dulu, saat bersekolah di SD Gantung, Ahok pernah ditolak menjadi anggota pengibar bendera merah-putih lantaran warna kulitnya. Saat mengadukan hal ini kepada sang ayah, Kim Nam kembali berkata bijak. "Sabar. Akan ada waktunya orang menerima kita," ujarnya.

Isu yang berkaitan dengan ras semacam ini semakin keras diembuskan setelah Ahok memutuskan masuk dunia politik di tahun 2003. Persoalan ini pula yang pada awalnya membuat sang bunda Buniarti tak setuju putra sulungnya jadi politisi. "Di politik, kan, banyak musuh," alasannya.

Namun kemudian Ahok mendatanginya. "Dia bilang sama saya, 'Mama enggak boleh egois. Kalau Mama tak punya uang, bisa saja pindah ke Jakarta ikut anaknya. Tapi kalau saudara-saudara di kampung tak punya uang karena PT Timah tutup, mereka mau makan apa?' Setelah saya pikirkan, ucapannya masuk akal," tutur Buniarti. Sejak itu ia menyadari, "Tujuan anak saya terjun ke politik adalah untuk menolong masyarakat."

Akan tetpi, pemicu Ahok masuk dunia politik, sebut Ahok dalam bukunya, tak lain adalah perkataan ayahnya. Saat Kim Nam sakit, Ahok berkisah, sang ayah mengingatkan betapa jalanan di kampung mereka sangat buruk sehingga banyak rakyat meninggal akibat diharuskan menempuh jalan buruk itu untuk berobat ke ibu kota.

Kim Nam kemudian mengingatkan anak-anaknya pada sebuah pepatah Tionghoa kuno yang berbunyi, "Orang miskin jangan melawan orang kaya. Orang kaya jangan melawan penguasa." Maka, pikir Ahok, untuk melawan penguasa yang korup, ia harus menjadi bagian dari penguasa. Kata-kata Kim Nam rupanya bertaji. Pada tahun 2005, Ahok pun terpilih menjadi Bupati Belitung Timur.

Basuki Tjahaja Purnama Ahok Ibarat Ikan Salmon 2 (nova.id)

"Ahok dan istri, Veronica Tan, dikaruniai tiga anak. Vero yang aktif dalam kegiatan keagamaan ini piawi memainkan alat musik seperti piano dan cello. (Foto: Dok Pri) "

Tokoh Anti Korupsi

Saat menjabat sebagai Bupati Belitung Timur, tak seharipun dilewatkan Ahok tanpa bertatap muka langsung dengan rakyatnya. Suatu hari, Buniarti berkisah, Ahok pulang ke rumah dan berkata, "Ma, apotik Mama siap-siap tutup, ya!" Terang saja Buniarti kaget.

Kemudian Ahok bercerita kepada sang bunda, ia baru bertemu seorang pemilik toko yang usahanya nyaris bangkrut. Padahal, dua bulan sebelumnya Ahok melihat usahanya berkembang. Rupanya pemilik toko itu kehabisan uang karena dipakai untuk berobat ayahnya yang sakit. Ahok lalu menggagas program kesehatan gratis untuk masyarakat tidak mampu.

Lalu bagaimana kelajutan usaha apotik milik Buniarti? "Tak jadi ditutup. Kata Ahok, orang kaya tak mungkin mau pakai ASKES (Asuransi Kesehatan) gratis. Ya, benar juga, akhirnya sampai sekarang apotik saya masih buka," lanjut Buniarti lagi.

Amanah Kim Nam untuk membangun jalan bagus di Belitung Timur pun dilakoni Ahok. Kini, jalan-jalan yang menghubungkan setiap desa di Belitung Timur sudah teraspal bagus. Program lain yang dirintis Ahok adalah pendidikan dasar gratis dan pembangunan rumah ibadah masjid. Ahok pun berhasil mematahkan berbagai kecaman miring bernada SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) di awal karier politiknya.

Kepimpinan Ahok sebagai Bupati Belitung Timur berlangsung singkat, hanya setahun. Namun dalam tempo yang singkat ini telah melambungkan namanya sebagai pejabat yang terkenal bersih. Tahun 2006, ia lalu dinobatkan sebagai satu dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia oleh Majalah Tempo. Setahun kemudian, ia ditetapkan sebagai Tokoh Anti Korupsi oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan yang terdiri dari KADIN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Masyarakat Transparansi Indonesia.

Pada 11 Desember 2006, ia mengundurkan diri dari jabatan Bupati Belitung Timur untuk bertarung menjadi calon Gubernur Bangka Belitung. Sayang, akibat adanya dugaan kecurangan penghitungan suara, Ahok kalah.