Duka Bunda Sopir Mobil Maut (2)

By nova.id, Selasa, 31 Januari 2012 | 05:18 WIB
Duka Bunda Sopir Mobil Maut 2 (nova.id)

Duka Bunda Sopir Mobil Maut 2 (nova.id)

"Ayu, adik bungsu Ani membacakan surat permintaan maaf Ani didepan sejumlah awak media, Rabu (25/1) lalu (Foto: Romy Palar/ Nova) "

Apa saja kegiatannya sehari-hari?

Hobinya menulis, makan, masak, dan traveling. Pernah makan sushi sampai ratusan ribu, tapi favoritnya ravioli, masakan Italia. Dari kecil dia memang sering lihat saya masak, jadi terbiasa. Sejak sekolah menengah, Ani sudah bisa menyetir mobil. Untuk aktivitas kuliah dan kerja kalau sedang capek, dia naik angkutan umum atau taksi. Ani juga punya SIM. Sering antar saya ke luar kota saat ada acara keluarga.

Biarpun kariernya tinggi, Ani masih mau mengerjakan pekerjaan rumah seperti ngepel, menyikat kamar mandi, bersihin mushala. Anaknya memang resik. Kemarin Ani minta dibawakan ember, pel, dan karbol untuk membersihkan kamar mandi di sel Polda. Tapi dilarang oleh Polisi karena keadaannya masih labil. Takutnya malah dipakai untuk yang tidak-tidak.

Kapan Ani memulai kariernya?

Setelah lulus kuliah Ani ikut orang kerja di salah satu production house (PH). Meski gajinya kecil, Ani bilang enggak apa-apa. Dia mau belajar banyak hal baru. Awalnya jadi scriptwriter dulu untuk beberapa sinetron. Ani memang senang menulis. Tapi karena idealis, dia kemudian pindah kerja, jadi asisten sutradara sampai akhirnya jadi produser.

Banyak iklan yang sudah dia buat bersama timnya. Seperti iklan minuman, deodoran roll-on, kosmetik, produk susu, dan pembersih rumah. Pokoknya, sudah banyak iklan yang dia buat. Tiap ada iklan baru, dia minta saya tonton dan kasih pendapat.

Di kalangan rekan kerja, Ani memang humoris, tapi juga tegas dan disegani. Kalau sudah urusan pekerjaan, dia benar-benar teliti dan disiplin seperti ayahnya. Di sisi lain, Ani senang menolong. Suka royal mentraktir keluarga dan teman-teman. Untuk katering kru syuting, dia suka minta saya yang masak. Dia juga pernah modali orang untuk jual es kopyor pas bulan puasa. Saya enggak sangka anak sebaik itu, kena musibah begini. (Air mata Yurnelli kembali menetes. Ia terisak. Selama beberapa saat Yurnelli menutup wajahnya dengan kerudungnya.)

Tak pernah menyangka akan begini, ya?

Dengan bekal agama sejak kecil, saya yakin ia tak mungkin neko-neko. Apalagi setelah ayahnya meninggal, saya bilang ke Ani, "Mbak, kamu jangan sampai macam-macam, ya. Bunda takut karena Ayah, kan, sudah enggak ada." Ani menjawab, "Ya, Bunda, Ani hanya kerja, insya Allah enggak macam-macam. Toh, setiap pulang juga Ani enggak aneh-aneh, kan?"

Secara fisik dan perbuatan ia memang tak berubah. Tidak seperti pemakai narkoba atau peminum miras. Saya juga tak pernah lihat mata dia merah atau aneh. Makanya saya enggak kebayang anak saya dituduh seperti sekarang ini. (Suara Yurnelli menjadi lirih.)

Apakah Ani berubah sejak bekerja?

Gaya hidupnya iya, tapi pribadinya tetap periang, humoris, supel, senang menolong. Dia jadi suka beli baju bermerek. Alasannya karena bertemu klien jadi penampilan harus sesuai. Meski postur tubuhnya besar, anak itu rapi dan modis.