Perawatan Tubuh Berbahan Natural, Sukses Berbisnis Berkat Kulit Sensitif

By , Senin, 5 Oktober 2015 | 09:17 WIB
Griya rempah lulur untuk calon pengantin (Foto: Hasuna / NOVA) (Nova)

Griya Rempah, Lulur Untuk Calon Pengantin Menyukai sesuatu yang bersifat natural, sehat, dan budaya, serta meyakini spa membuat tubuh lebih sehat membuat Linda memproduksi beragam perawatan tubuh secara alami berbahan rempah. Perempuan asal Solo ini membuat produk, mulai dari sebelum, saat spa, maupun sesudahnya. “Spa itu pada intinya terapi air. Karena saya cenderung tertarik pada rempah, maka semua produk saya diberi rempah,” ujar Linda saat ditemui di tokonya, Griya Rempah di Solo.

Mulanya, tutur Linda, ia tak memiliki pengetahuan tentang komposisi dan ramuan rempah untuk menghasilkan produk yang bagus. Namun, ia mendapat banyak dukungan dan bantuan ilmu dari seorang dosen senior di Yogya. Dari situlah ia lalu mulai berani memproduksi. Membuka toko sejak akhir 2011, tiga tahun sebelumnya Linda mulai menjual produknya. Waktu itu, ia baru menjual satu produk, yaitu lulur rempah tradisional dalam bentuk sachet, yang hingga kini jadi favorit pembeli.

“Sekarang, lulur rempah ini jadi bahan dasar paket spa Rempah Pandan yang saya buat,” jelas Linda sambil menambahkan, selain membuat kulit cantik, Lulur Rempah juga menghangatkan tubuh. Menariknya, demam yang diderita anak-anak maupun dewasa juga akan turun dalam waktu tak lama dengan cara membalurkan lulur ini ke seluruh tubuh.

Kini, Linda memiliki 13 jenis lulur, antara lain lulur kopi rempah, cokelat rempah, rempah green tea, kunyit rempah, susu, beras rempah, dan lulur romantic yang dikhususkan untuk calon pengantin.

“Kalau calon pengantin memakai lulur romantic 1-2 bulan sebelumnya, aroma tubuhnya akan benar-benar berubah wangi,” imbuh Linda sambil menambahkan, harga lulurnya Rp5.500-Rp8.500 per sachet. Selain lulur, Griya Rempah juga memproduksi sabun dengan bahan dasar lulur yang ada. “Jadi, jenis sabunnya sesuai bahan baku, ada sabun green tea, rempah, sabun zaitun susu yang jadi best seller, dan lainnya. Sabun rempah black tea baik untuk area kewanitaan, karena PH dan antiseptiknya baik untuk area tersebut.”

Ia juga membuat masker, produk untuk spa seperti timung, mandi rempah, sampai wedang atau minuman. Sementara, minyak payudara yang harganya Rp18.000, bisa digunakan saat haid untuk mengurangi nyeri di payudara. “Wedangnya juga ada, supaya haidnya nyaman. Kini, Griya Rempah memiliki 10 jenis minuman yang bisa dinikmati langsung, yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu wedang aroma terapi rempah, dan wedang aroma terapi teh rempah di mana jumlah rempahnya lebih sedikit.

Antara lain, wedang Rempah Eco untuk masalah kewanitaan atau hormon yang naik turun, Seger Waras, Rempah Teh Hijau, dan sebagainya yang dijual dalam bentuk sachet dengan harga Rp7.000-Rp7.500. Sedangkan harga satu paket rempah mandi dibanderol Rp34.000-Rp35.000. “Misalnya kita mau mengambil paket spa green tea, maka timung, lulur, minyak, sampai wedang aromanya green tea. Sajian dalam satu aroma yang sama didapat pula jika kita menginginkan paket spa cokelat, black tea, atau lainnya. Prosesi paket spa dimulai dari timung atau mandi uap rempah sekitar 25 menit.

Tubuh sudah mulai ditimung sejak air belum panas agar tubuh dan jantung tidak kaget dengan perubahan suhu yang drastis. Setelah itu dibaluri minyak produksi Griya Rempah, lalu dilulur dan mandi. Usai mandi, kita disuguhi wedang rempah. Secara keseluruhan, prosesi spa ini memakan waktu tiga jam, dengan biaya Rp185.000-Rp210 ribu. Namun, meski menyediakan layanan spa, Linda yang memiliki tiga karyawan mengaku lebih fokus pada produksi.

Produk sebelum prosesi spa buatan Griya Rempah antara lain lulur dan scrub, sabun, dan sebagainya. Ke depan, Linda berencana menambah beberapa jenis spa, antara lain spa wajah, spa payudara, kaki, rambut, dan V Spa untuk kewanitaan. Tak hanya menjual produk, Linda juga memberikan pelatihan untuk orang-orang yang ingin membuka spa atau sekadar ingin tahu tentang spa. Saat musim liburan, banyak turis asing maupun lokal yang datang untuk membeli produk Griya Rempah yang terletak di depan keraton Mangkunegaran atau menikmati spa.

Selain dijual secara langsung, produk Griya Rempah juga diminati para reseller atau pemilik salon. Untuk salon, Linda menjual produknya dalam satuan kiloan, sedangkan timung hanya dijual bila ada pesanan. “Pesanan dari Amerika dan Singapura juga rutin datang, dan respon mereka sangat bagus,” ujar Linda yang sering diajak pameran dinas pemerintah setempat, antara lain di Ngarsopuro seminggu sekali.  

Beauty Barn Produk Natural Bayi & Anak

Berawal dari kondisi kulit anaknya yang sensitif, Welly Ng membuat produk perawatan tubuh yang ia beri merek Beauty Barn, tepatnya sejak September 2012. Sebelumnya, Welly yang khawatir terhadap eksim di kulit anaknya, rajin mencari informasi cara mengatasinya. Ia juga tak segan membeli produk lokal maupun impor. Ia heran mengapa produk luar negeri hasilnya lebih baik daripada buatan lokal, meski bermerek sama. Penasaran, ia mencari tahu perbedaannya.

“Ternyata bahan bakunya beda, ada yang menggunakan bahan kimia. Semakin mencari informasi di internet, jadi makin paranoid. Di sisi lain, saya jadi tahu ternyata ada produk berbahan natural untuk mengatasi keluhan anak saya,” ujar Welly. Ia kemudian mencoba membuatnya sendiri. Awalnya, ia hanya membuat tiga produk dasar, yaitu untuk menebalkan rambut, antinyamuk, dan jika digigit nyamuk. Ia sengaja membeli beberapa bahan baku natural dari luar negeri lalu meramu sendiri. Tak lupa, ia menambahkan essential oil.

Ketika dibagikan ke teman-temannya, respons mereka ternyata bagus dan mendorong Welly untuk menjual produknya. Welly lalu memberanikan diri memproduksi dalam jumlah banyak dan memberi merek Beauty Barn. Untuk mengenalkan Beauty Barn, ia tak segan mengikuti berbagai pameran. Suatu hari, di pameran yang diikutinya ia bertemu pemilik toko perlengkapan bayi berjaringan nasional. “Bisa dibilang, itulah titik Beauty Barn berkembang.”

Toko tersebut, menurut Welly, melihat produknya terbilang unik dan masih jarang di Indonesia maupun di luar negeri. “Biasanya, di luar negeri produknya disesuaikan untuk musim di sana, belum ada produk natural yang bisa menyelesaikan masalah kulit di daerah-daerah tropis. Mereka lalu tertarik dan membantu Beauty Barn, sehingga kami bisa berkembang sampai saat ini,” imbuh perempuan berambut lurus ini. Karena banyaknya permintaan, Welly lalu mengembangkan produknya.

Untuk menunjang bisnis barunya ini, Welly mengambil kelas Personal Cosmetic Science dari Institute of Personal Care Science di Australia secara online. Sejak itu, ia makin percaya diri membuat beragam produk dan bereksperimen untuk memformulasikan beberapa produk yang tingkatnya lebih sulit.

Kini, Beauty Barn memiliki 22 produk dalam tiga seri. Pertama, Beauty Barn Kids untuk membantu masalah kulit anak, misalnya balsam serbaguna, body lotion, dan krim wajah untuk menghilangkan ruam ASI atau kulit kering. Harga produk di seri ini antara Rp50.000-Rp180.000.

Seri kedua Aroma Therapy, yang berguna untuk pemulihan dengan harga Rp200.000-Rp300.000. Seri ini menggunakan essential oil murni. “Ini rangkaian produk yang saya buat ketika anak saya sakit, misalnya demam, diare, sakit perut, dan batuk pilek. Nah, yang saya temukan adalah aroma terapi, yang sangat bagus untuk pemulihan. Boleh dibilang, ini seri yang sangat saya banggakan. Walaupun natural, tetap berkasiat,” papar perempuan ramah ini.

Sedangkan seri ketiga Beauty Barn Home, tak hanya bisa digunakan oleh anak-anak, melainkan juga orang dewasa. Seri yang harga produknya Rp150.000 ini juga lebih berkaitan dengan lifestyle, yaitu aroma terapi untuk ruangan dengan lima varian wewangian, yaitu antinyamuk, melegakan batuk pilek, membantu membunuh kuman di ruangan, menenangkan sehingga tidur lebih nyenyak, juga menyegarkan atau memulihkan konsentrasi pikiran.

Produk Beauty Barn, menurut Welly, bisa untuk bayi usia 0 bulan seperti sabun, krim wajah, body lotion, balsam antinyamuk, bedak, dan hampir semua produk aromaterapi. Sama seperti produk Beauty Barn lainnya, seri ini juga tidak menggunakan bahan kimia. Untuk bahan bakunya, 95 persen di antaranya masih diimpor Welly. “Dari Indonesia kami memakai serai, cengkeh, lemon grass, citronella, dan minyak kayu putih.”

Kini, Beauty Barn yang menjual produknya secara grosir memiliki 19 reseller di 12 kota, pada umumnya merupakan toko perlengkapan bayi. “Kami tidak menjual secara retail. Ada beberapa distributor yang bekerja sama dengan kami, dan mereka yang memiliki “kaki-kaki” di bawahnya untuk menjualkan produk,” tandasnya sambil menambahkan, apa yang ia jual di Beauty Barn, itulah yang dipakai anaknya. “Saya juga ingin masyarakat tahu bahwa ada, lo, produk Indonesia yang bagus. Jadi, jangan membeli produk luar negeri terus.”

Keyra, Sabun Susu Kambing Ettawa

Produk perawatan tubuh dengan merk Keyra sebetulnya sudah diluncurkan Erika Ernawati Simangunsong (31) sejak 2013, hanya saja saat itu belum membuat produk sabun dari susu kambing, seperti yang sekarang menjadi trademark Keyra. Saat itu, beragam produk sabun yang dibuat Erika antara lain sabun kulit manggis, kulit delima, jinten hitam, madu, dan bekatul beras merah.

Bukan tanpa alasan Erika membuat sabun yang kemudian digunakannya sendiri.

Sejak ia kecil, kulitnya tergolong sangat sensitif. Diolesi losion pelembab saja kulitnya merah seperti terbakar. Bila memakai kosmetik atau perawatan tubuh yang mengandung bahan kimia, kulitnya juga langsung bereaksi. Ini membuat Erika jadi ketergantungan pada dokter kulit.

Namun, suatu hari kondisi finansial Erika tidak memungkinkan berobat ke dokter kulit. Ia ditipu partnernya ketika berbisnis kuliner, sampai bangkrut. Erika yang kala itu tinggal di kos, terpaksa makan sehari sekali dengan uang Rp10.000, setiap pukul 15.00.

Seolah belum cukup nasib naasnya, dalam keadaan ia tak punya pekerjaan dan uang, ayahnya harus dirawat di rumah sakit karena stroke. Tak tahu harus bagaimana lagi, ia melamar jadi TKI ke Kanada. Namun, ketika surat balasan untuk jadi pengasuh di sana tiba, pikiran Erika goyah. “Saya pikir, kenapa harus jadi TKI ke luar negeri? Indonesia, kan, kaya akan bahan alami dan tingkat konsumsi masyarakatnya tinggi. Kenapa enggak bikin produk berbahan alami saja?” tukas Erika. Ia lantas membatalkan niatnya.

Maka, di kamar kosnya yang berukuran 3x4 meter, mulailah Erika bereksperimen dan belajar membuat sabun berbahan alami pada Februari 2012. “Ternyata berhasil. Kulit yang tadinya merah jadi membaik. Teman-teman yang bertanya, kemudian membeli dan usul agar saya menjualnya,” papar Erika. Setelah riset selama setahun, akhirnya Erika menjual sabunnya. Modalnya ia peroleh dari hasil mengajar secara privat.

Namun, kesibukan bekerja kantoran yang dilakoninya pada 2013 membuatnya merasa produknya kehilangan jati diri. Bahkan, ia sempat berniat menutup usahanya pada akhir 2013. Saat itu ia bertemu seorang pegawai sebuah peternakan kambing Ettawa yang sudah 15 tahun berpengalaman di bidangnya. “Saya lalu merekrutnya untuk memberikan pelatihan beternak kambing Ettawa di Keyra sejak 2014,” ujar Erika yang memulai bisnisnya dengan satu ekor kambing Ettawa. Sejak itu, ia mulai merilis kembali Keyra dengan produk yang lebih baik, dengan susu kambing Ettawa. Pelan-pelan usahanya meningkat.

Bahkan, sabun kulit delima yang ia buat sejak tahun lalu jadi best seller hingga sekarang. Penghasilannya ia sisihkan sebagian untuk membeli kambing. Tahun 2014, Erika mendapatkan penghargaan Shell Livewire. Kini, ia memiliki 7 ekor kambing dewasa dan 5 ekor anak kambing. "Saya memang ingin mengangkat hasil alam Indonesia dalam bentuk skin care dengan memberdayakan peternak dan petani."

Diakuinya, mengedukasi orang awam untuk menggunakan produk perawatan tubuh tanpa bahan kimia cukup sulit pada tahun pertama. Apalagi, bahan bakunya yang tanpa campuran bahan kimia apa pun membuat harga produknya tinggi. Namun, ia tak mau menyerah. Meski harus sendirian keluar masuk kampung dan hutan untuk mendapatkan bahan baku berkualitas bagus, kini ia bersyukur masyarakat mulai “melek” terhadap produk-produk natural. Dalam sebulan, ratusan buah sabun berhasil ia jual.

“Saya ingin memberikan produk yang benar-benar natural. Saya ingin Keyra jadi jembatan antara petani atau peternak dengan produk akhir,” ujar lulusan Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Jakarta yang tahun lalu mengundurkan diri dari pekerjaannya di bagian penelitian dan pengembangan di perusahaan makanan ini.

Untuk sabun seberat 80 gram, Erika menjualnya dengan harga Rp50.000. “Produk Keyra tanpa pengawet, pewarna, maupun pewangi kimia. Sebab, kami menggunakan essential oil yang kami suling sendiri,” ujar Erika.

Kini sabun yang ia buat terdiri dari tiga varian, yaitu sabun unscented yaitu sabun tanpa ekstrak tanaman dan essential oil, sabun susu kambing yang dipadu kulit delima, dan sabun susu kambing yang dipadukan lemon grass. Semuanya diproses tanpa pemanasan alias cold process. Sedangkan essential oil yang ia produksi antara lain patchouli (nilam), citronella, emon grass, peppermint, pala, kunyit, dan bunga kenanga. Untuk ukuran 10 ml, harga patchouli, kenanga, dan peppermint masing-masing Rp78.000, citronella Rp60.000, dan kunyit Rp110.000-120.000.

Hasuna Daylailatu