1. Komunitas Tambah ASI Tambah Cinta (TATC), Wadah Curhat Busui Bagi Wynanda BS Wibowo (31), pengalaman memberikan ASI kepada putri pertamanya ternyata tak semudah yang pernah ia bayangkan. Nanda, panggilan akrabnya harus berjuang keras untuk bisa memberikan ASI. Ia pun merasa membutuhkan wadah yang bisa memberikan dukungan positif.
Berbekal pengalaman pribadi inilah, sejak 20 April 2012, ibu dua anak ini memutuskan untuk menggagas komunitas di dunia jejaring dengan nama Tambah ASI Tambah Cinta (TATC). Tak disangka kini anggota yang masuk dalam grup jejaringnya sudah mencapai 58 ribu lebih.
Bebas Curhat
Komunitas TATC yang aktif di dunia maya ini memang mendapatkan respons positif dari para ibu menyusui (busui). Menurut Nanda, TATC membebaskan anggotanya untuk bisa berbagi dan berkeluh kesah agar meringankan beban para ibu yang tengah menyusui.
“Selain sebagai wadah yang pas untuk saling menyemangati para ibu menyusui, grup ini juga bisa menjadi tempat untuk berkeluh kesah dan mencurahkan hati. Enggak masalah kalau ingin curhat apa pun, kalau bisa meringankan beban busui maka positifnya ASI-nya pun bisa lancar,” ucap Nanda.
Nanda memang tidak memprediksi bahwa komunitas yang digagasnya bakal tumbuh dan tersebar di berbagai daerah. “Jujur saya memang tidak pernah memiliki ekspektasi yang tinggi. Saya sama dengan para busui lain yang butuh tempat berbagi dengan cara yang positif. Jadi, apabila ternyata tiga tahun berjalan semakin besar, ya maunya tetap menjadi tempat yang bermanfaat untuk semuanya,” tambahnya lagi.
Soal kegiatan TATC, Nanda yang sejak awal menjadi admin mengaku melakukan kegiatan secara spontan dan tentatif. “Dulu, karena saya juga masih sibuk bekerja, apalagi aktif di dunia maya, jadi kegiatan kopdar bukan prioritas. Dulu sempat ada Family Gathering TATC 2012, tapi karena kemudian saya melahirkan tahun 2014 dan harus mengurus kesehatan putri kedua, jadi agenda off air memang kurang diutamakan. Menyambut World Breastfeeding Week di bulan Agustus akan ada agenda tapi masih dalam proses,” sahutnya.
Walaupun tidak memiliki banyak kegiatan off air, Nanda mengungkapkan kegiatan TATC memang aktif dalam dunia jejaring. “Nah, beda kalau aktivitas komunitas yang ada di grup Facebook. Timeline-nya selalu penuh. He he he. Kami memiliki program MABES (Mari Belajar Bersama), materi edukasi mengenai ASI yang secara bergantian diberikan. Berjalannya waktu, materi pun sudah mulai umum terutama kesehatan Si Kecil. Saat ini saya sudah dibantu oleh enam anggota di TATC secara rutin,” jelas Nanda.
Sedia Konsultan
Soal regulasi, Nanda juga menjelaskan bahwa komunitas TATC sama seperti komunitas lainnya memiliki kesepakatan. “Peraturannya sederhana kok, enggak ada yang berpromosi mengenai susu formula dan selalu menekankan bahwa hanya sebagai tempat berbagi bukan menggantikan konsultasi dengan dokter. Dalam grup ada konsultan laktasi yang bisa langsung ditanya untuk berbagi informasi. Dan lagi-lagi dalam sharing anggota harus mengutamakan informasi mengutamakan EBM (Evidence-Based Medicine) atau EBP (Evidence-Based Practiced), bukan berdasarkan testimoni apabila membicarakan mengenai kesehatan,” jelasnya panjang lebar.
Seiring waktu, banyak tantangan dan pengalaman yang menurut Nanda menjadi bahan evaluasi. “Dengan semakin banyaknya anggota, timeline trafiknya pun makin tinggi. Semakin banyak yang kritis karena memang sudah lebih banyak yang memiliki kesadaran untuk memberi ASI,” jawab Nanda.
Baca: Mengambil Manfaat dari Komunitas 2. Ikatan Konselor Menyusui Indonesia (IKMI): Dari Beragam Profesi
Selain komunitas busui, ada pula perkumpulan para konselor ASI. Tugas konselor adalah memberikan konseling menyusui, misalnya bagaimana agar ASI lancar dan keluar, memberikan informasi yang tepat tentang menyusui, memberikan dukungan pada busui, dan sebagainya. Tak sembarang orang bisa menjadi konselor menyusui, karena dibutuhkan komitmen, pengetahuan, dan ketrampilan untuk melakukan konseling menyusui.
Minat Meningkat
Salah satu perkumpulan para konselor yang ada di Indonesia adalah Ikatan Konselor Menyusui Indonesia (IKMI). Berdiri sejak 2011 lalu, IKMI dimaksudkan sebagai wadah bagi para konselor ASI untuk meningkatkan kompetensinya. “Sebab, ilmu dalam konseling ASI ini terus bertambah,” ujar Farahdibha Tenrilemba, Sekretaris IKMI.
Baca: Seberapa Sering Ibu Perlu Menyusui?
Ia mengungkapkan, permintaan akan konselor menyusui kini makin meningkat. Sebab, imbuhnya, tantangan untuk menyusui juga makin bervariasi. “Nah, yang tahu betul detail masalah menyusui adalah konselor menyusui. Sedangkan petugas kesehatan yang di daerah yang juga menjadi konselor menyusui, biasanya tidak fokus mengurus soal ASI saja,” tuturnya.
Saat ini, jumlah konselor IKMI sendiri lebih dari 100 orang. Mereka berasal dari berbagai kalangan dan profesi, baik kalangan medis seperti dokter maupun nonmedis, termasuk sarjana dari berbagai bidang, termasuk komunikasi, sastra, kesehatan, hukum, dan sebagainya. Untuk menjadi konselor menyusui, menurut Dibha, syaratnya adalah mengikuti pelatihan selama 40 jam dengan modul dari WHO-UNICEF tentang konseling dan manajemen laktasi.
Tak hanya itu, calon konselor juga harus memberikan konseling untuk busui. “Jadi, harus aktif mempraktikkan ilmunya. Nah, untuk melatih kompetensi para konselor, IKMI mengadakan seminar-seminar bagi mereka. Misalnya, bagaimana melatih menyusui bagi ibu-ibu yang terindikasi HIV AIDS, bagaimana konseling tentang MPASI, dan sebagainya,” ujar perempuan yang menjadi Ketua Divisi Komunikasi dan Advokasi pada periode pertama kepengurusan IKMI ini.
Beragam pengalaman pernah dirasakan para konselor selama menangani klien. Misalnya, beberapa kali membantu ibu yang mengadopsi bayi agar bisa menyusui bayi tersebut, meski tidak melahirkan. “Ibu yang mengadopsi saja bisa menyusui, seharusnya yang melahirkan juga bisa,” tukas Dibha. Konselor juga membantu memberikan relaksasi, misalnya saat terjadi bencana.
Baca: Pekan ASI Dunia, Tunjukkan Tanda Cinta dari Ibunda
Dibha mengakui, tantangan yang dihadapi IKMI saat ini adalah sulitnya menjangkau ibu-ibu di daerah untuk dilatih menjadi konselor menyusui. Di Indonesia sendiri, jumlah konselor menyusui baru sekitar 3.000-4.000 orang. Oleh karena itu, sosialisasi ke daerah-daerah rajin dilakukan IKMI, di antaranya dengan mengisi acara-acara di sana. Apalagi bertepatan dengan World Breastfeeding Week yang berlangsung 1-7 Agustus 2015. Selain itu, IKMI juga berencana mewujudkan keinginan agar konselor menyusui diakui sebagai sebuah profesi, agar ada perlindungan untuk para konselor.
Swita Amallia