Tari ini sudah dikenal masyarakat, tidak terkecuali mancanegara. Masyarakat Eropa begitu mengapresiasi tarian sakral ini. Mereka bahkan mengagendakan tari topeng Losari untuk tampil di ajang bergengsi di sana setiap tahunnya. Hasil dari undangaan ke luar negeri ini yang digunakan untuk keberlangsungan tari Topeng Losari.Terkadang jika tidak ada dana untuk mengikuti pementasan di kota lain, saya menggadai barang milik pribadi.
Berapa jumlah murid di Sanggar Purwa Kencana milik Anda saat ini?
Saat ini, sebagian besar murid saya berasal dari desa tempat saya tinggal. Jumlahnya sudah mencapai 80 orang. Tadinya tidak sebanyak ini. Dalam berbagai kesempatan, saya mengingatkan warga untuk ikut ambil bagian melestarikan kesenian daerah ini. Selain itu, dengan mengetahui aktivitas saya menari hingga ke luar negeri, saya berharap mereka bisa percaya dan mengajak anak-anaknya menari. Ini yang akhirnya membuat sanggar saya ramai. Anak-anak desa antusias berlatih tari topeng. Saya senang melihat, setidaknya saya punya harapan akan keberlangsungan tari topeng Losari di masa mendatang.
Bagaimana masa kecil Anda dahulu?
Saya dari keluarga yang serba kekurangan. Sejak kecil saya sudah ikut membantu orangtua. Sebagai sulung dari lima bersaudara, saya bertanggung jawab menolong perekonomian keluarga. Saat ayah meninggal, kehidupan kami makin sulit. Di sela kegiatan menari, saya bekerja serabutan. Dari menjadi kuli hingga pembantu rumah tangga pernah saya lakukan. Meski hanya dibayar dengan upah murah, tetapi setidaknya saya dapat meringankan beban orangtua.
Lantas, bagaimana Anda bisa melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi?
Masa kecil saya prihatin. Untuk keperluan sehari-hari saya harus bekerja, termasuk untuk bersekolah. Bahkan seringkali saya minta pihak sekolah untuk meringankan biaya sekolah. Kompensasinya saya ikut perlombaan dan harus bisa menjadi juara atau menari di berbagai kegiatan di sekolah. Semua itu pernah saya jalani demi bisa mendapat pendidikan.
Sedari kecil saya memang bersemangat bersekolah. Nenek juga selalu memotivasi saya untuk tidak putus sekolah dan berharap suatu ketika saya dapat duduk di bangku perguruan tinggi. Katanya, keturunan Dewi dan Sawitri harus ada yang berpendidikan tinggi.
Ketika lulus SMA, nenek minta murid-muridnya membantu saya melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kebetulan,s eorang muridnya adalah dosen di STSI Bandung. Saya akhirnya melanjutkan pendidikan ke STSI Bandung dengan beasiswa. Kesempatan ini tidak saya sia-siakan. Ini saya buktikan dengan menyelesaikan kuliah tepat waktu dengan IPK memuaskan.
Apa harapan Anda di masa depan?
Saya ingin bisa memberi manfaat bagi banyak orang, mengabdikan diri untuk keberadaan tari Topeng Losari Cirebon dan menjadikan tari ini dikenal masyarakat.
Sejumlah penghargaan telah diraih Nur Anani, di antaranya Penghargaan Satya Lencana dari Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono (2011), Penari Muda Terbaik dari Presiden RI Megawati Soekarno Putri (2004), mengikuti Word Dance Day 2016 di Solo (2012), Asia Japan 2015, Tokyo (November 2015), Frankfurt Book Fair 2015, OZ Asia Festival, Adelaide, Australia (2015).
Sarjana seni lulusan Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung Jurusan Seni Tari ini juga berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti Misi Kesenian Ke Tujuh Kota Di Jepang (Tokyo, Osaka, Okinawa, Narita, Fukuoka, Kyoto, dan Shibuya) dalam Rangka “Dancing Trough Time”, Kolaborasi Musik Dan Tari Tradsional Bersama Miroto Dance, Retno Maruti, Djaduk Ferianto, Sal Murgiyanto, serta Musisi dan Penari Jepang (November 1999)
Maya Dewi Kurnia