Catherine Hindra Sutjahyo, Cheerleader Bagi Para Pegawai

By nova.id, Minggu, 21 Agustus 2016 | 05:01 WIB
Catherine Hindra Sutjahyo (nova.id)

Saya melihat Indonesia akan membutuhkan e-commerce. Contohnya enggak usah jauh-jauh. Saya, kan, dari Surabaya. Ketika tinggal di Jakarta, pilihan brand baju untuk orang Jakarta banyak banget. Begitu pindah ke Surabaya yang notabene kota terbesar kedua di Indonesia, misalnya, pilihannya sudah lebih sedikit. Nah, untuk kota-kota yang lebih kecil lagi, tentu pilihannya semakin sedikit. Nah, saya melihat e-commerce bisa menjadi solusinya dan mengisi kesenjangan itu. Jadi, e-commerce bisa memberikan akses dan pilihan barang, harga yang tidak berkali lipat seperti halnya kalau kita melihat barang yang sama di Jakarta dan Papua, misalnya. Ini salah satu alasan utama yang akhirnya membuat saya memutuskan, let’s jump to e-commerce.

Dibandingkan Amerika, seperti apa perkembangan e-commerce di Indonesia?

Perbedaan sebetulnya terletak pada keberadaan e-commerce Indonesia yang masih sangat baru. Jadi, effort e-commerce di Indonesia banyak dihabiskan untuk mengedukasi tentang apa itu e-commerce. Apalagi, saat Zalora didirikan 4-5 tahun lalu, e-commerce masih sangat sedikit. Kalau sekarang, setidaknya orang Jakarta dan Surabaya pasti tahu lah. Nah, pe-er kami sekarang “keluar” Jakarta dan Surabaya untuk mengedukasi orang.

Kalau dilihat dari minat belanja, bagaimana?

Bisa dibilang, Indonesia masih awal. Prosentase penjualan online masih di bawah 1 persen dibanding dengan total konsumsi retail. Padahal di China, Jepang, Amerika, dan Korea, penjualan online di sana sudah di atas 10 persen. Kalau orang bilang persaingan e-commerce sudah ketat, mungkin melihatnya hanya di Jakarta. Namun, kalau kita melihat potensi berkembangnya e-commerce, masih besar sekali. Jadi, di Indonesia masih sangat besar pertumbuhannya. Ini yang membuat saya yakin Alfacart bisa tumbuh pesat.

Bagaimana caranya meyakinkan agar orang mau melirik e-commerce?

Kalau di Amerika, ibaratnya konsumen sudah tinggal ditawari mau beli yang mana, tapi kalau di sini e-commerce harus melakukan satu tahap sebelumnya lebih dulu, yaitu investasi berupa edukasi dan ajakan agar orang berbelanja online, mau bayar pakai cara apa, dan sebagainya.

Dari dulu saya selalu bilang, Indonesia e-commerce is too new and too big, kalau sebagai pemain semua perusahaan e-commerce tidak bekerja bareng-bareng. Sebab, it takes a lot untuk mengedukasi market ini. Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) termasuk salah satu caranya. Ada juga perkumpulan e-commerce yang membuat kita saling bertukar pendapat untuk membesarkan e-commerce. Sampai hari ini pun, kami masih berusaha meyakinkan orang untuk mencoba.   

Apa suka duka bekerja di bidang e-commerce?

Sukanya banyak, karena pada dasarnya kami berbisnis dengan konsep shipping. Dulu, pertama kali ada istilah cash on delivery (COD), masih banyak yang belum tahu. Sekarang, sudah pada tahu. Nah, hal-hal seperti inilah yang memuaskan hati. Dukanya, masih banyaknya trust issue. Masih banyak orang Indonesia yang belum percaya untuk berbelanja online. Ibaratnya, kami sudah empot-empotan berusaha, orang masih balik lagi ke pertanyaan, nanti barangnya sampai atau tidak. Ini memang pe-er buat kami. Kalau orang masih bertanya soal itu, berarti kami belum melakukan tugas dengan baik.

Bagaimana komentar orangtua melihat Anda terjun di dunia e-commerce yang waktu itu masih terbilang baru?

Orangtua saya, sih, sejak dulu supportive banget, tidak keberatan saya bekerja di bidang e-commerce. Saya mau ngapain aja, boleh. Kayaknya, prinsip mereka adalah selama sudah dibekali sesuatu dan sudah cukup cerdas untuk memutuskan sesuatu, biarkan anak-anak melakukan yang terbaik. Yang mereka lakukan adalah mendoakan dan mendukung. Orangtua saya sampai sekarang tinggal di Surabaya, mengelola usaha milik sendiri.

Tidak tertarik untuk meneruskan usaha orangtua di Surabaya?

Tidak, ha ha ha. Mungkin zamannya sudah berbeda, ya. Papa dan Mama memang punya usaha yang dibangun sebagai perusahaan keluarga kecil-kecilan saja. Sejak kami kecil, beliau selalu meng-encourage kami untuk “keluar” dan melakukan apa yang menurut kami terbaik untuk dilakukan. Jadi, support dari orangtua juga yang membuat saya bisa begini.

Adakah teman yang menganggap Anda masih terlalu muda sebagai CEO, padahal umur Anda sama dengan mereka?

Hahaha… Kalaupun ada, mungkin enggak akan ngomong. Enggak ada lah. Saya bersahabat erat dengan enam teman perempuan lain yang sudah akrab sejak kuliah sampai hari ini. Kami sering hang out bareng saat akhir pekan. We always support each other and happy for each other’s achievement.    

Apa hobi Anda saat senggang?

Nonton film. Kalau sedang punya waktu dan niat, saya juga hobi memasak.

Hasuna Daylailatu